Survei Voxpol: 53,4% Publik Percaya Hukum Biasa Dipakai jadi Alat Jegal Lawan Politik
Cak Imin dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang terjadi 12 tahun lalu.
Survei Voxpol ini menjangkau 34 provinsi secara proporsional berdasarkan data Daftar pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024.
Survei Voxpol: 53,4% Publik Percaya Hukum Biasa Dipakai jadi Alat Jegal Lawan Politik
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau (Cak Imin), dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang terjadi 12 tahun lalu.
KPK bersikeras bahwa ini murni tindakan hukum biasa dan tidak ada unsur politik di dalamnya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan data survei terbaru menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat (53,4%) percaya bahwa hukum seringkali digunakan sebagai alat untuk menjegal kandidat tertentu/lawan politik.
Voxpol Center Research and Consulting menyelenggarakan survei pada 24 Juli-02 Agustus 2023 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei adalah 1.200 dengan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar ± 2,83%
Pangi menyebut, persepsi semacam ini semakin mempercepat merusak kepercayaan (level confidance) masyarakat terhadap lembaga penegak hukum, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dan keadilan dalam masyarakat.
"Menghadapi situasi ini, penting bagi KPK dan pihak berwenang untuk tidak hanya menjalankan tugas mereka sesuai dengan aturan hukum, tetapi juga memperhatikan konteks dan persepsi publik," kata Pangi dalam keterangannya, Kamis (7/9).
"Hukum yang adil, diterapkan secara adil dan kepastian hukum adalah pondasi utama dalam menjaga integritas negara dan kepercayaan rakyatnya,"
sambung Pangi.
merdeka.com
Survei Voxpol ini menjangkau 34 provinsi secara proporsional berdasarkan data Daftar pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam secara tatap muka (face to face) oleh surveyor yang sudah terlatih.
Dari data tersebut, Pangi menganalisis kaitannya dengan pemeriksaan Cak Imin. Dia menduga penegakan hukum memang sengaja digunakan untuk menjegal lawan politik.
"Mengapa kasus lama yang sudah berusia 12 tahun, sudah mendekati 3 kali pemilu, hampir expired tiba-tiba dibuka kembali berbarengan dengan deklarasinya sebagai bakal calon wakil presiden Anies Baswedan?" papar Pangi.
Pangi mempertanyakan apakah ada alasan khusus yang mendesak untuk mengambil tindakan pemeriksaan itu sekarang. Sebab, selama setahun dekat dengan Bacapres Prabowo Subianto, kasus Cak Imin tidak mencuat ke permukaan.
"Apakah betul, dalam konteks yang sama, Cak Imin akan di minta keterangan sama KPK kalau berpasangan dengan Ganjar Pranowo atau Prabowo?" Kata Pangi.
"Dan jika memang ada alasan yang kuat untuk memprosesnya sekarang, mengapa tidak dilakukan lebih awal? Saya rasa wajar masyarakat mencium ada aroma amis dalam agenda penegakan hukum kita," sambungnya.
Namun, kata Pangi, hukum juga memiliki hati dan jiwa yang memperhatikan kondisi, situasi, setara dan memenuhi rasa keadilan.
"Bayangkan jika Anda sedang mengadakan hajatan atau acara penting dan tiba-tiba ditangkap di hadapan tamu undangan. Seharusnya tindakan ini bisa ditunda sampai acara selesai, kan?" ujarnya.
Menurut Pangi, pemanggilan Cak Imin oleh KPK sebagai saksi usai deklarasi maju pilpres bersama Anies akan dianggap oleh banyak pihak sebagai politisasi hukum maupun penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik.
Menurutnya, persepsi ini tidak dapat diabaikan karena dapat membahayakan integritas penegakan hukum dalam negara Pancasila."Saya enggak tahu ujung dari semua ini, apakah betul Cak Imin nantinya betul-betul akan diambil dan ditersangkakan oleh KPK, betul ada menjadikan perangkat hukum dalam upaya menjegal capres-cawapres," ucapnya.
"Atau target KPK hanya untuk agenda bagaimana Cak Imin bolak-balik ke KPK diminta keterangan sebagai saksi, desain arsitek untuk mendowngrade dan merobohkan integritasnya," tambahnya.