Kini Dianggap Tak Sehat, Minuman Ringan dan Cemilan Ini Awalnya Merupakan Obat
Dari Coca-Cola hingga marshmallow, beberapa minuman dan camilan populer awalnya diformulasikan sebagai obat, sebuah fakta mengejutkan yang jarang diketahui.

Siapa sangka, minuman ringan dan camilan yang kini dianggap kurang sehat ternyata memiliki sejarah yang cukup unik. Beberapa di antaranya bahkan awalnya diciptakan sebagai obat untuk mengatasi berbagai penyakit. Dari Coca-Cola hingga marshmallow, produk-produk ini telah mengalami transformasi dari obat-obatan menjadi hidangan sehari-hari yang disukai banyak orang. Berikut adalah beberapa minuman dan camilan yang awalnya digunakan sebagai obat, namun kini lebih dikenal sebagai hidangan yang nikmat.
Perjalanan panjang produk-produk ini dari ramuan penyembuh menjadi komoditas populer mencerminkan perubahan pola konsumsi dan perkembangan ilmu pengetahuan medis. Apa yang dulunya dianggap sebagai solusi penyembuhan, kini lebih sering dikonsumsi sebagai sumber kenikmatan. Namun, memahami sejarah ini penting untuk mengingatkan kita akan pentingnya konsumsi yang bijak dan seimbang.
Artikel ini akan mengulas beberapa contoh minuman dan camilan yang awalnya diformulasikan sebagai obat, menjelaskan sejarahnya, dan memberikan konteks penting mengenai konsumsi yang bertanggung jawab. Mari kita telusuri perjalanan unik produk-produk ini dari masa lalu hingga saat ini.
1. Coca-Cola: Dari Obat Sakit Kepala Hingga Minuman Ikonik
Coca-Cola, minuman bersoda yang kini menjadi ikon global, ternyata memiliki sejarah yang cukup mengejutkan. Pada akhir abad ke-19, Coca-Cola awalnya diciptakan sebagai obat untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, termasuk sakit kepala, kelelahan, dan bahkan kecanduan morfin. Minuman ini pertama kali dikembangkan oleh John Pemberton, seorang ahli farmasi asal Amerika Serikat, yang mencampurkan ekstrak daun koka dan kola nut untuk menciptakan 'tonik otak'.
Daun koka, yang merupakan bahan utama dalam Coca-Cola pada masa itu, mengandung kokain—zat yang saat itu legal dan dianggap memiliki efek stimulan serta anestesi lokal. "Coca wine (minuman anggur yang mengandung daun koka) populer di kalangan penyanyi opera karena efek stimulan dan anestesi lokalnya yang dapat menenangkan tenggorokan," ungkap Associate Professor Gavin Dawe dari National University of Singapore.
Namun, seiring berjalannya waktu, kandungan kokain dihilangkan dari Coca-Cola, dan minuman ini berubah menjadi minuman ringan yang kita kenal sekarang. Meskipun demikian, Coca-Cola masih mengandung kafein, yang diyakini dapat meningkatkan kewaspadaan.
2. 7Up: Minuman Penstabil Suasana Hati
7Up, minuman lemon-lime yang menyegarkan, ternyata juga memiliki akar sejarah sebagai obat. Pada tahun 1929, Charles Leiper Grigg menciptakan 7Up dengan menambahkan lithium citrate, senyawa yang dikenal dapat menstabilkan suasana hati dan digunakan untuk mengobati gangguan bipolar dan depresi.
Pada masa itu, lithium citrate dianggap sebagai bahan yang dapat memberikan efek menenangkan. Namun, menurut Associate Professor Gavin Dawe, jumlah lithium citrate dalam 7Up tidak cukup untuk memberikan efek terapeutik. "Tidak mungkin 7Up memiliki efek pada suasana hati," katanya. Selain itu, konsumsi lithium citrate secara berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti mual, muntah, dan bahkan gagal ginjal.
Pada tahun 1948, lithium citrate dihapus dari formula 7Up setelah dilarang oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS). Meskipun demikian, nama '7Up' tetap menjadi misteri. Beberapa teori menyebutkan bahwa angka '7' merujuk pada tujuh bahan utama dalam minuman tersebut, sementara 'Up' diartikan sebagai efek penyegar yang diberikan oleh minuman ini.
3. Root Beer: Dari Teh Herbal Hingga Minuman Bersoda
Root beer, minuman bersoda yang populer di Amerika Serikat, awalnya adalah teh herbal yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti demam, pilek, dan rematik. Minuman ini pertama kali dibuat oleh penduduk asli Amerika Utara dengan menggunakan akar tanaman seperti sassafras, wintergreen, dan sarsaparilla.
Sassafras, salah satu bahan utama root beer, mengandung senyawa safrole yang diyakini memiliki efek diuretik dan antimikroba. Namun, safrole juga diketahui beracun bagi hati dan dapat menyebabkan kanker pada hewan. "Safrole merusak sistem saraf dan menyebabkan mual, muntah, dan efek psikoaktif ringan," jelas Profesor William Chen dari Nanyang Technological University.
Karena alasan kesehatan, safrole tidak lagi digunakan dalam root beer modern. Sebagai gantinya, produsen menggunakan perasa sassafras buatan untuk mempertahankan rasa khas root beer tanpa risiko kesehatan.
4. Tonic Water: Dari Obat Malaria Hingga Campuran Koktail
Tonic water, yang sering kita temukan dalam koktail gin dan tonic, awalnya adalah obat untuk mengobati malaria. Bahan utamanya adalah quinine, senyawa yang diisolasi dari kulit pohon cinchona di Peru. Quinine dikenal efektif dalam membunuh parasit penyebab malaria.
"Quinine memiliki efek antimalaria dan antimikroba ringan," ungkap Profesor William Chen. Namun, quinine sangat pahit, sehingga sering dicampur dengan air berkarbonasi dan gula untuk membuatnya lebih enak diminum. Inilah yang menjadi cikal bakal tonic water modern.
Meskipun tonic water masih mengandung quinine, jumlahnya terlalu kecil untuk memberikan efek terapeutik. "Jumlah quinine dalam tonic water di bawah ambang batas yang diperlukan untuk memiliki dampak apa pun," kata Prof Chen. Selain itu, quinine dapat menyebabkan efek samping serius seperti hipoglikemia dan sakit kepala jika dikonsumsi dalam dosis tinggi.

5. Digestive Biscuits: Camilan yang Awalnya Dirancang untuk Pencernaan
Digestive biscuits, camilan khas Inggris yang sering disajikan dengan teh, awalnya diciptakan untuk membantu pencernaan. Pada tahun 1839, dua dokter Skotlandia menciptakan biskuit ini dengan menggunakan bahan-bahan sederhana seperti tepung gandum utuh, gula, mentega, dan sodium bicarbonate (baking soda).
Sodium bicarbonate, bahan utama dalam digestive biscuits, dikenal memiliki efek antasid yang dapat menetralkan asam lambung. "Dalam pengobatan, sodium bicarbonate digunakan untuk menetralkan asam lambung," jelas Profesor William Chen. Selain itu, sodium bicarbonate juga dapat meningkatkan tekstur dan rasa biskuit.
Meskipun demikian, digestive biscuits modern tidak lagi dianggap sebagai obat pencernaan. "Dosis yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lambung jauh lebih besar daripada jumlah yang ditemukan dalam digestive biscuits," kata Associate Professor Gavin Dawe.
6. Marshmallow: Dari Obat Tenggorokan Hingga Camilan Manis
Marshmallow, camilan manis dan lembut yang sering kita nikmati, awalnya adalah obat untuk mengatasi sakit tenggorokan dan batuk. Marshmallow terbuat dari akar tanaman Althaea officinalis, yang dikenal memiliki sifat menenangkan dan melindungi selaput lendir.
"Akar marshmallow mengandung banyak polisakarida, yang membuatnya sangat berlendir atau seperti gel. Sifat mucilaginous ini membuatnya menenangkan untuk selaput lendir di saluran pernapasan, pencernaan, dan saluran kemih," jelas Associate Professor Gavin Dawe.
Pada abad ke-19, marshmallow mulai diubah menjadi camilan manis dengan menambahkan gula dan putih telur. Namun, marshmallow modern biasanya tidak lagi mengandung ekstrak tanaman marshmallow. Sebagai gantinya, marshmallow dibuat dari gelatin, gula, dan tepung jagung.
Minuman ringan dan camilan yang kini kita nikmati ternyata memiliki sejarah yang cukup menarik. Dari obat-obatan hingga hidangan sehari-hari, produk-produk ini telah mengalami transformasi yang signifikan. Meskipun awalnya diciptakan untuk tujuan medis, kini mereka lebih dikenal sebagai hidangan yang nikmat dan menyegarkan. Namun, penting untuk diingat bahwa konsumsi berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Jadi, nikmatilah dengan bijak!