Kondisi Saraf Langka Ini Bisa Buat Seseorang Jadi Kecanduan Melawak
Kebiasaan melawak pada seseorang bisa terjadi akibat masalah kesehatan yang dialaminya.
Melawak sering dianggap sebagai cara untuk mencairkan suasana atau menciptakan tawa di tengah keramaian. Namun, bagaimana jika seseorang tidak bisa berhenti melawak, bahkan hingga pada titik yang mengganggu? Dalam dunia medis, ada kondisi neurologis langka yang membuat seseorang mengalami kecanduan humor, sering kali pada waktu yang tidak tepat. Kondisi ini dikenal dengan istilah Witzelsucht, atau dalam bahasa Jerman berarti "kecanduan lelucon."
Dilansir dari Science Alert, kasus yang mencuri perhatian terjadi pada seorang pria berusia 69 tahun yang mengalami stroke dan tiba-tiba mengembangkan kebutuhan obsesif untuk melucu. Obsesi ini begitu mendalam sehingga ia sering membangunkan istrinya di tengah malam hanya untuk menceritakan lelucon. Akhirnya, sang istri memintanya untuk menulis lelucon-lelucon itu daripada terus mengganggu waktu tidurnya.
-
Siapa yang bisa terpengaruh oleh candaan? Individu yang merasa tersinggung akibat candaan yang dilontarkan bisa mengalami perilaku menghindar dari orang lain.
-
Kenapa rasa lelah bisa menjadi hiburan? Membaca kata-kata lucu bisa menjadi hiburan saat lelah. Meski tampak sederhana, hal ini bisa membuat mood menjadi lebih baik.
-
Kenapa orang suka membuat pantun Jawa lucu ngakak? Biasanya, karya tersebut diungkapkan untuk mencairkan suasana dengan cara yang menarik.
-
Bagaimana orang mengatasi ketidakseimbangan humor? Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan ini adalah bloodletting atau pengeluaran darah dari tubuh. Pada masa itu, praktik ini dianggap dapat mengembalikan keseimbangan cairan tubuh.
-
Kenapa orang galau mencari kata-kata lucu bahasa jawa? Kata-kata galau lucu dalam Bahasa Jawa bisa menjadi pilihanmu dalam mengatasi rasa jenuh akibat masalah cinta maupun kehidupanmu.
-
Siapa yang bisa mengalami kelelahan mental? Tidak memiliki jaringan sosial yang kuat dapat meningkatkan risiko kelelahan mental. Keterisoliran sosial dapat membuat seseorang merasa terpinggirkan.
Ketika bertemu tim neurologis, pria tersebut membawa sekitar 50 halaman berisi lelucon, kebanyakan berupa permainan kata atau humor dengan isi seksual dan skatologis. Meski sering kali leluconnya dianggap tidak pantas, pria tersebut tetap merasa sangat terhibur dengan kecerdasannya sendiri, meski reaksi orang-orang di sekitarnya justru beragam.
Mengenal Witzelsucht
Istilah Witzelsucht pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890 oleh seorang neurolog Jerman bernama Hermann Oppenheim. Ia menemukan bahwa kerusakan pada lobus frontal kanan otak, baik akibat cedera maupun penyakit, dapat memicu perilaku humor yang berlebihan pada pasiennya.
Sebuah kejadian mencengangkan juga tercatat pada tahun 1929, ketika ahli bedah saraf Jerman, Otfrid Foerster, melakukan operasi otak pada pasien yang masih sadar. Ketika bagian tertentu dari otak pasien disentuh, pasien itu tiba-tiba mulai melontarkan permainan kata dalam bahasa Latin, Yunani, Ibrani, dan Jerman.
Temuan-temuan ini membantu para ilmuwan memetakan area otak yang terlibat dalam humor. Meski demikian, hingga kini Witzelsucht masih tergolong kondisi yang jarang dipahami sepenuhnya, dengan kasus-kasus yang dilaporkan sangat terbatas.
Kasus yang Mengungkap Rahasia Otak
Neurolog Mario Mendez dari UCLA telah mendalami sejumlah kasus Witzelsucht sejak tahun 2005. Salah satunya melibatkan pria berusia 63 tahun yang pernah tertembak di kepala, kehilangan sebagian besar lobus frontal kanannya dan sebagian kecil lobus orbitofrontal kiri.
Sebelum insiden tersebut, pria ini sering mengalami depresi berat dan bahkan keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, setelah pulih dari luka, ia justru menunjukkan perilaku penuh canda dan kebahagiaan.
Dokternya melaporkan, "Ia terlihat tidak peduli, sering bercanda, bermain kata-kata, atau mengolok-olok orang lain secara ringan, bahkan tidak pernah benar-benar menganggap serius situasinya." Salah satu hal yang kerap ia lakukan adalah mengembuskan napas ke mulut yang tertutup untuk menggembungkan cacat pada tengkoraknya, lalu menggunakan hal itu untuk mengejutkan dan menghibur orang di sekitarnya.
Hubungan Witzelsucht dengan Moria
Kondisi Witzelsucht sering kali beriringan dengan moria, yaitu perubahan perilaku patologis yang ditandai dengan kegembiraan berlebihan. Kedua kondisi ini berhubungan dengan kerusakan pada sirkuit orbitofrontal di otak, area yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian diri. Jika area ini terganggu, pasien dapat kehilangan kepekaan terhadap konteks sosial dan menjadi tidak taktis.
Sebuah pemindaian MRI yang menunjukkan kerusakan pada lobus orbitofrontal memberikan petunjuk mengapa perilaku seperti ini muncul. Namun, para ilmuwan masih berupaya memahami lebih jauh frekuensi kejadian dan metode pengobatan yang efektif untuk kondisi ini.
Dapatkah Kondisi Ini Diobati?
Hingga saat ini, belum ada pengobatan standar untuk Witzelsucht maupun moria. Beberapa dokter mencoba menggunakan serotonin reuptake inhibitors (SSRI), meskipun efektivitasnya terbatas. Jika obat ini tidak berhasil, opsi lain seperti obat anti-kejang atau antipsikotik atipikal kadang-kadang digunakan.
Namun, meski pengobatan tertentu dapat meredakan tawa berlebihan pada pasien, menghilangkan dorongan untuk terus bercanda jauh lebih sulit. Sebuah makalah pada tahun 2019 mencatat bahwa penelitian tentang Witzelsucht dan moria telah membantu para ilmuwan memahami aspek-aspek kompleks dari humor, kreativitas, dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia.
Meskipun kondisi ini terdengar menghibur, pasien Witzelsucht sering kali menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosial dan profesional. Mereka mungkin tidak menyadari dampak negatif dari lelucon yang mereka buat, yang sering kali dianggap tidak sopan atau tidak pantas.
Namun, kondisi ini juga menggarisbawahi betapa rumit dan menakjubkannya otak manusia. Dari sudut pandang ilmiah, Witzelsucht menunjukkan bagaimana humor, sebagai salah satu fenomena mental positif yang paling kompleks, terkait erat dengan fungsi neurologis tertentu.
Dalam dunia medis, kasus ini tidak hanya menjadi studi menarik, tetapi juga membantu membuka wawasan tentang cara otak kita memproses kebahagiaan, kreativitas, dan kegembiraan. Pada akhirnya, kondisi ini mengingatkan kita bahwa meski tawa itu menular dan baik untuk jiwa, segala sesuatu yang berlebihan bisa menjadi masalah.