Mengapa Kita Kerap Tersenyum pada saat Sedang Ketakutan?
Manusia memiliki cara aneh dalam merespons ketakutan yaitu dengan munculnya senyuman atau seringai.
Bayangkan Anda sedang duduk di dalam bioskop, menyaksikan film horor terbaru. Adegan-adegan mencekam membuat penonton menahan napas, melompat dari kursi, bahkan berteriak. Namun, anehnya, di sela-sela ketegangan itu terdengar tawa. Mengapa kita bisa tertawa di tengah rasa takut yang mencekam?
Secara umum, kita mengasosiasikan tawa dengan kebahagiaan atau hiburan. Kita tertawa saat mendengar lelucon atau menyaksikan sesuatu yang lucu. Tetapi dalam situasi menegangkan seperti menonton film horor, tawa justru sering muncul. Apakah itu normal?
-
Mengapa merinding bisa muncul saat takut? Ketika mamalia merasa terancam, bulu mereka berdiri untuk membuat mereka terlihat lebih besar dan lebih menakutkan bagi predator.
-
Mengapa senyuman bisa memperkuat mental? Senyum memiliki kekuatan untuk membangun ikatan emosional dan menciptakan perasaan diterima, terutama bagi individu yang sedang mengalami masa-masa sulit.
-
Bagaimana tubuh kita merespon ketakutan? Saat kita merasa terancam, otak memulai reaksi berantai. Amygdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas persepsi rasa takut, mengirim sinyal ke hipotalamus, yang kemudian mengatur kimia tubuh dan otak.
-
Kenapa tertawa baik untuk kesehatan? 'Ya, ini adalah kebiasaan yang baik. Riset menunjukkan tertawa bisa membantu menurunkan stres,' ungkap Lindsey Benoit O'Connell, seorang guru meditasi bersertifikat.
-
Kenapa kita tertawa lebih sering saat bersama orang lain? Dalam laman BBC Science Focus, Rabu (16/08), menjelaskan bahwa seseorang akan tiga puluh kali lipat lebih sering tertawa ketika bersama orang lain ketimbang sendirian.
-
Apa yang terjadi di otak saat kita tertawa? Dalam penelitiannya terdapat sejumlah data yang dihasilkan mengenai bagaimana jenis lelucon yang menginduksi otak manusia.
Tawa Ketakutan
Dilansir dari Mental Dloss, para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mengapa tawa muncul dalam konteks yang tampaknya tidak sesuai, seperti saat ketakutan. Namun, beberapa teori menarik telah diajukan. Salah satunya adalah bahwa tawa, terutama dalam situasi yang mengancam, adalah bentuk komunikasi sosial.
Primatolog Signe Preuschoft, yang mempelajari perilaku tawa pada kera dalam jurnal Ethology, menemukan bahwa tawa ketakutan sering kali merupakan ekspresi penyerahan diri. Dalam studinya, kera-kera yang merasa terancam oleh individu dominan sering kali tersenyum atau tertawa sambil menunjukkan gerakan tubuh yang menghindar. Menurut Preuschoft, tawa ini adalah cara mereka mengungkapkan ketakutan sekaligus menyampaikan keinginan untuk menghindari konflik.
Berdasarkan teori ini, tawa ketakutan pada manusia mungkin juga berfungsi sebagai isyarat sosial. Kita mungkin secara tidak sadar tertawa untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa kita tidak ingin menghadapi ancaman atau konflik.
Menyangkal Ketakutan dengan Tawa
Teori lain menyatakan bahwa tawa ketakutan adalah cara kita menyangkal rasa takut itu sendiri. Ketika kita merasa takut, tawa bisa menjadi mekanisme untuk meyakinkan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita bahwa semuanya baik-baik saja.
Dr. Alex Lickerman, seorang dokter yang menulis untuk Psychology Today, menjelaskan bahwa tawa semacam ini adalah mekanisme pertahanan “dewasa.” Ia menulis, “Kita memberi sinyal kepada diri sendiri bahwa apa pun hal mengerikan yang baru saja kita alami, tidak seburuk yang terlihat. Ini adalah sesuatu yang sering kali kita ingin percayai dengan putus asa.”
Menurut Lickerman, kemampuan untuk tertawa pada saat trauma atau segera setelahnya adalah cara kita menunjukkan kepada diri sendiri dan orang lain bahwa kita percaya pada kemampuan kita untuk mengatasi situasi tersebut.
Menyeimbangkan Emosi dengan Tawa
Para ahli juga mengelompokkan tawa ketakutan ke dalam kategori reaksi emosional yang tampaknya tidak sesuai, seperti menangis karena bahagia. Reaksi-reaksi ini, menurut mereka, berfungsi untuk membantu kita mengatur emosi.
Wray Herbert, seorang jurnalis sains, menulis untuk Association for Psychological Science bahwa ketika kita berada dalam risiko kewalahan oleh emosi—baik positif maupun negatif—mengekspresikan emosi yang berlawanan dapat meredam intensitasnya dan mengembalikan keseimbangan emosional. Dengan kata lain, tertawa saat ketakutan adalah cara alami tubuh kita untuk mengurangi rasa takut yang berlebihan.
Hubungan Horor dan Humor
Khusus dalam konteks film horor, beberapa teori menyebutkan bahwa horor dan humor sebenarnya memiliki akar yang sama, yaitu ketidaksesuaian (incongruity) dan pelanggaran (transgression). Kita tertawa ketika sesuatu tampak tidak sesuai dengan harapan atau melanggar norma sosial—misalnya, ketika seorang karakter bertingkah aneh atau mengatakan sesuatu yang tidak pantas.
Namun, dalam konteks yang berbeda, pelanggaran dan ketidaksesuaian yang sama dapat dianggap menakutkan. Contohnya adalah karakter Hannibal Lecter dalam film The Silence of the Lambs (1991). Ketika ia berkata, “I ate his liver with some fava beans and a nice chianti,” dialog tersebut bisa dianggap lucu karena ada ironi dalam sifatnya yang “berkelas” sebagai kanibal. Namun, pada saat yang sama, hal itu juga menakutkan karena menyoroti sifatnya sebagai pembunuh berantai.
Emosi yang Kompleks, Reaksi yang Beragam
Akhirnya, tidak ada satu penjelasan tunggal untuk fenomena tawa ketakutan. Jika kita tertawa selama menonton film horor, mungkin itu karena kita merespons ketidaksesuaian situasi tersebut, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa kita tidak takut, atau mencoba mengatur emosi kita.
Tawa adalah respons yang kompleks terhadap situasi emosional yang intens. Dalam ketakutan, ia menjadi cerminan dari cara manusia mengatasi ancaman, mencari keseimbangan, dan menemukan makna dalam pengalaman-pengalaman yang mendalam. Jadi, ketika kita tertawa dalam rasa takut, itu bukanlah sesuatu yang aneh—melainkan cerminan dari sifat manusiawi kita yang kaya akan emosi dan makna.