Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pakar Kesehatan Ungkap Virus Corona Tak Lebih Berbahaya Dibanding MERS dan SARS

Pakar Kesehatan Ungkap Virus Corona Tak Lebih Berbahaya Dibanding MERS dan SARS Virus Corona di Wuhan. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - Kendati berbahaya dan menyebabkan kegemparan, virus corona asal Wuhan dinilai tidak masuk kategori mematikan bila dibandingkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan severe acute respiratory syndrome (SARS). Hal tersebut diungkapkan dokter spesialis penyakit dalam sekaligus pakar penyakit infeksi dan tropis, Erni Juwita Nelwan.

"Tidak mematikan, apalagi ini (virus corona Wuhan) bukan human coronavirus sebenarnya. Kalau human corona (MERS, SARS), rata-rata lebih agresif sehingga korban yang terpapar lebih cepat meninggal. Kalau (virus corona) yang Wuhan enggak begitu," jelas Erni saat ditemui di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Center for Disease Control and Prevention (CDC), mengikuti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyebut virus corona jenis baru dengan 2019-nCoV. Temuan 2019-nCoV yang bermula di Wuhan pun dilaporkan semakin banyak di negara-negara lain, seperti Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Taiwan, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Prancis, dan Amerika Serikat.

Disebutkan juga virus corona Wuhan biasa ditemukan pada ular dan kelelawar. Pada kasus virus corona 2019-nCoV, beberapa ilmuwan menduga kemunculannya karena mutasi virus dan perilaku kelelawar dimakan ular, kemudian ular dimakan oleh manusia.

"Ya, tidak biasanya corona ini menginfeksi manusia karena masuk kategori zoonotik atau penyakit yang biasanya menular dari hewan ke hewan. Sehingga tidak terlalu berefek besar pada manusia. Lagi pula orang-orang yang dilaporkan mengalami gejala virus corona Wuhan, misal demam dan sesak malah boleh langsung pulang, setelah diberikan obat menangani gejalanya," Erni menjelaskan.

Penularan yang Sangat Cepat

Lantas mengapa banyak pemberitaan menulis bahwa virus corona Wuhan disebut mematikan? Erni menjawab, penyebutan kata 'mematikan' karena 2019-nCOV penularannya sangat cepat. Menular melalui udara, virus corona Wuhan memiliki masa inkubasi 2-14 hari pada manusia.

Data Systems Science and Engineering, Johns Hopkins Center, yang diakses Health Liputan6.com pada Minggu (26/1/2020) pukul 10.50 WIB mencatat, 1.438 kasus yang terkonfirmasi virus corona.

Dilihat dari fatalitas atau angka kematiannya, virus corona Wuhan belum masuk kategori yang mematikan. Misal, dari 830 orang yang terinfeksi, angka kematiannya 25 orang. Bisa dibilang mematikan jika angka perbandingannya dari 100 orang yang terjangkit, 77 orang diantaranya meninggal dunia.

Penjelasan yang kurang lebih senada juga sampaikan Erni. "Orang selalu menyalahkan virusnya. Disebut virus mematikan. Padahal, kalau dilihat tadi, ketakutan terjadi kalau yang meninggal banyak sekali. Mungkin bolehlah kalau yang seperti itu (disebut) mematikan," Erni menegaskan.

Orang-orang yang meninggal dunia akibat 2019-nCOV rata-rata karena mereka memiliki riwayat penyakit lain. Contohnya, diabetes, lupus, dan imunitas yang rendah.

"Betul, kalau virus yang masuk 2, sama virus yang masuk 10, tentu lebih berat kalau masuknya 10 virus. Tapi perjalanan sakit seseorang yang mengalami gejala virus corona baru bisa saja dari hari ke hari sembuh. Bahkan besok sembuh atau lusa sembuhnya, tergantung sistem imun orang yang bersangkutan," lanjut Erni, yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.

MERS

Coronavirus adalah virus yang umum ditemui pada banyak spesies hewan berbeda, termasuk unta dan kelelawar. Virus ini sangat jarang sekali menginfeksi manusia lalu menular di antara mereka. Mengutip laman CDC, MERS dan SARS termasuk jenis coronavirus yang menjangkiti manusia.

Laporan CDC, ketika MERS dan SARS menular ke manusia, diperkirakan terjadi melalui percikan cairan pernapasan yang dihasilkan oleh orang yang terinfeksi. Ini ditandai dari batuk atau bersin, mirip dengan penularan influenza dan patogen pernapasan lainnya yang menyebar.

Penyebaran MERS dan SARS antara manusia umumnya terjadi kontak dekat. Wabah MERS dan SARS di masa lalu sangat kompleks sehingga membutuhkan respons kesehatan masyarakat yang komprehensif. Baik MERS dan SARS telah diketahui menyebabkan penyakit parah pada manusia.

Kasus MERS dilaporkan pertama kali di Arab Saudi pada 2012 dan menyebar ke beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat. Kebanyakan orang yang terinfeksi MERS-CoV mengembangkan penyakit pernapasan yang parah, termasuk demam, batuk, dan sesak napas setelah 14 hari bepergian dari Arab Saudi atau negara-negara sekitarnya. Banyak dari mereka meninggal dunia.

SARS

SARS pertama kali dilaporkan di Asia pada Februari 2003. Penyakit ini menyebar ke lebih dari 20 negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia. Setelah tahun 2004, belum ada kasus SARS yang diketahui dilaporkan di negara mana pun di dunia, menurut data CDC.

Gejala SARS biasanya dimulai dengan demam, kadang-kadang dikaitkan dengan menggigil atau gejala lain (sakit kepala, perasaan tidak nyaman, nyeri pada tubuh). Awalnya, beberapa orang juga memiliki gejala pernapasan ringan. Sekitar 10-20 persen pasien mengalami diare.

Setelah 2-7 hari, pasien SARS mengalami batuk kering, tidak produktif atau merasa sesak nafas. Gejala-gejala mungkin disertai atau berkembang menjadi hipotermia, yang mana kadar oksigen dalam darah rendah (hipoksia). Sebagian besar pasien mengalami pneumonia.

Reporter: Fitri Haryanti HarsonoSumber: Liputan6.com

(mdk/RWP)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan

Mohammad Syahril, melanjutkan, varian Covid Eris termasuk ke dalam kelompok varian XBB, yang merupakan 'anakan' atau turunannya varian Omicron.

Baca Selengkapnya
Bakteri vs Virus, Lebih Mematikan yang Mana?
Bakteri vs Virus, Lebih Mematikan yang Mana?

Meskipun hampir sama, namun bakteri dan virus ternyata memiliki beberapa perbedaan.

Baca Selengkapnya
Didominasi Varian JN.1, Begini Situasi Covid-19 di Indonesia
Didominasi Varian JN.1, Begini Situasi Covid-19 di Indonesia

Kasus Covid-19 di Indonesia kembali meningkat. Kenaikan terjadi sejak dua pekan terakhir saat Singapura dihantam lagi badai Covid-19.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam

Covid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.

Baca Selengkapnya
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI

Saat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.

Baca Selengkapnya
Dokter Paru: Bakteri Mycoplasma Penyebab Pneumonia di China Sudah Lama Ada di Indonesia
Dokter Paru: Bakteri Mycoplasma Penyebab Pneumonia di China Sudah Lama Ada di Indonesia

Mycoplasma merupakan bakteri penyebab utama pneumonia misterius di China.

Baca Selengkapnya
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia

Masyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2, Begini Gejalanya
Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2, Begini Gejalanya

Varian tersebut memicu ada peningkatan kasus Covid-19 di Singapura.

Baca Selengkapnya
Dinkes DKI Temukan 2 Kasus Kematian Covid-19
Dinkes DKI Temukan 2 Kasus Kematian Covid-19

Dua kasus kematian baru dari pasien Covid-19 pada Desember 2023.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Sebut Penyebaran Pneumonia Misterius di China Tak Secepat Covid-19
Kemenkes Sebut Penyebaran Pneumonia Misterius di China Tak Secepat Covid-19

Kemenkes meminta masyarakat untuk tidak panik dengan adanya pneumonia misterius yang tengah merebak di China dan Eropa.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Kembali Meningkat, IDI Minta Masyarakat Pakai Masker Lagi
Kasus Covid-19 Kembali Meningkat, IDI Minta Masyarakat Pakai Masker Lagi

PB IDI mengimbau masyarakat untuk menerapkan lagi protokol kesehatan seperti memakai masker dan menghindari kerumunan.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 di Indonesia Kembali Meningkat
Kasus Covid-19 di Indonesia Kembali Meningkat

mengonfirmasi tren kasus mingguan Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.

Baca Selengkapnya