Pakar Ungkap Potensi Bahaya BPA Terhadap Reproduksi Pria, Wajib Diwaspadai!
Paparan BPA, terutama saat janin masih dalam kandungan, bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria.
Kekhawatiran mulai timbul dari praktik industri air minum dalam kemasan (AMDK) di tanah air. Kemasan galon yang didistribusikan kepada konsumen seringkali dibawa menggunakan transportasi tanpa penutup di atasnya. Hal ini tentu sangat memprihatikan, mengingat galon-galon tersebut bisa terpapar langsung pada suhu ekstrem, terutama saat panas matahari menerjang.
Perlu diketahui bahwa paparan panas matahari bisa memicu pelepasan senyawa BPA dari dinding kemasan galon ke dalam air yang diwadahinya. Risiko ini pun juga akan meningkat apanila galon melalui proses pencucian berulang.
-
Apa bahaya BPA bagi reproduksi? 'BPA ini masuk dalam konteks Endocrine Disrupting Chemicals (EDCs) atau bahan-bahan kimia yang mengganggu hormon.'Ia melanjutkan, 'Jika dikonsumsi secara terus-menerus, (bisa menimbulkan) gangguan estrogen, dan pada laki-laki berpotensi mengalami micropenis, berpotensi mengalami gangguan kesuburan. Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal,' ungkapnya.
-
Apa bahaya BPA di galon bagi kesehatan? Paparan BPA dalam jangka yang panjang nyatanya dapat memicu berbagai gangguan kesehatan yang serius, mulai dari gangguan hormonal hingga penyakit kanker.
-
Apa yang perlu diwaspadai dari BPA pada galon AMDK? Sebagai material yang sering digunakan menjadi bahan baku produksi plastik polikarbonat dan zat kimia resin epoksi, BPA bisa berpindah (bermigrasi) dari kemasan ke produk pangan dan terkonsumsi oleh masyarakat.
-
Bagaimana BPA bisa berbahaya? Riset di berbagai negara menunjukkan BPA pada plastik polikarbonat rawan luruh dan berisiko pada kesehatan, termasuk bisa memicu kemandulan dan kanker bila terminum melebihi ambang batas.
-
Kenapa BPA berbahaya? Banyak bahan kimia yang disebutkan dan berkaitan dengan risiko kesehatan, di antaranya adalah BPA.'Walhasil, hal ini menjadi masalah bukan hanya masalah nasional, tapi juga regional, bahkan jadi masalah global. BPA bisa masuk dalam chemical of concern itu banyak hal. Pertama, yang menjadi hal penting adalah kaitan dengan kesehatan. Kalau kaitan dengan kesehatan itu nomor satu,' kata Prof Chalid.
“Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan dikirim ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka,” kata dr. I Made Oka Negara dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, di sela Seminar BPA Free bertema ‘Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera’, di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta (5/9).
“Jadi, paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV) akan menyebabkan BPA-nya terlepas. Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya yang tergelontor lepas,” katanya menambahkan.
“Dalam konteks kandungan senyawa kimia BPA, beberapa penelitian sudah sangat masif menjelaskan bahwa BPA berbahaya secara akumulatif untuk kesehatan,” katanya lagi.
Bahaya BPA Terhadap Gangguan Reproduksi
Dalam momen bincangnya, Dr. Oka Negara yang juga dikenal sebagai ahli di bidang kesehatan dan reproduksi menegaskan bahwa paparan BPA, terutama saat janin masih dalam kandungan, bisa menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria. Salah satunya micropenis, yaitu kondisi di mana ukuran penis lebih kecil dari biasanya.
“Bila BPA Dikonsumsi terus menerus, maka bisa menimbulkan gangguan estrogen. Sementara untuk laki-laki bisa berpotensi mengalami micropenis dan gangguan kesuburan. Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal,” katanya melanjutkan.
Adapun bahaya kontaminasi BPA pada AMDK galon polikarbonat ini sudah dibuktikan oleh penelitian lapangan yang dilakukan BPOM. Dalam hasilnya, diungkapkan bahwa air kemasan dari galon berbahan polikarbonat di enam daerah Indonesia menunjukkan tingkat kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan. Kadar BPA dalam air kemasan pun terdeteksi melebihi batas aman, sehingga memicu revisi regulasi BPOM.
Tekankan Urgensi Regulasi Pelabelan AMDK
Adanya kekhawatiran ini kemudian mendorong berbagai pihak untuk kembali menekankan urgensi regulasi pelabelan pada kemasan bahan plastik. Salah satunya yakni Yeni Restiani, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan yang juga hadir di forum yang sama.
“Sejak 5 April 2024, semua AMDK yang beredar di Indonesia wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan BPOM No. 6 tahun 2024,” kata Yeni.
Yeni menjelaskan bahwa ada dua poin penting yang terdapat pada perubahan kedua peraturan BPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Salah satunya yaitu penambahan pasal 61A yang isinya mewajibkan pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat.
Menurutnya, proses migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan ke dalam pangan bisa terjadi karena beberapa hal. Penyebabnya antara lain, proses pencucian yang tidak tepat, penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 derajat celcius, terdapat residu detergen, dilakukannya pembersihan yang mengakibatkan goresan, penyimpanan tidak tepat, hingga paparan sinar matahari langsung atau karena lamanya terpapar sinar matahari.
Sahnya Regulasi Pelabelan pada AMDK
Regulasi pelabelan pada kemasan AMDK polikarbonat kini sudah sah diberlakukan dengan tenggat waktu empat tahun kepada produsen untuk berbenah. BPOM mendasari urgensi pelabelan ini berkat temuan lapangan yang menemukan adanya kandungan BPA pada air minum kemasan galon polikarbonat di enam daerah di Indonesia.
Dalam temuan tersebut, sejumlah AMDK memiliki kadar BPA yang melebihi ambang batas (0,9 ppm per liter) pada periode 2021-2022. Padahal ambang batas yang ditentukan adalah sebesar 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter. Keenam daerah yang AMDK galonnya diduga tercemar paparan BPA, di antaranya Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Setidaknya, ada 3,4 persen AMDK dengan tinggi BPA yang ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Sedangkan hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan (0,05-0,6 ppm per liter) ada sekitar 46,97 persen dan ditemukan di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen ditemukan di sarana produksi. Sementara itu, uji kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm, 5 persen ditemukan di sarana produksi serta 8,6 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredarannya.
Data ini membuktikan bahwa kontaminasi BPA berlebih terhadap AMDK galon terjadi akibat proses pasca produksi. Dari proses penyaluran hingga penyimpanan AMDK galon di berbagai suhu dan ruang diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Nah, sekarang kita lihat apakah semua bukti ini mau dianggap nggak apa-apa? Atau kita mau lihat generasi berikutnya adalah generasi yang benar-benar lebih sehat” kata dr. Oka Negara.
(*)