KKI Sebut Ada Upaya Pengaburan Fakta Terkait Risiko Bahaya BPA
Upaya pengaburan fakta ini dianggap dapat membingungkan konsumen, untuk mengetahui fakta sebenarnya terkait senyawa BPA apakah berbahaya atau tidak.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mewajibkan peringatan label bahaya BPA pada kemasan termasuk air minum yang terbuat dari plastik jenis polikarbonat. Merespons hal ini, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menyoroti adanya pihak yang berupaya pengaburan fakta bahaya BPA, baik itu melalui opini beberapa pakar.
Hal ini dianggap dapat membingungkan konsumen, untuk mengetahui fakta sebenarnya terkait senyawa Bisfenol A (BPA), apakah berbahaya atau tidak.
"Kami mencermati ada upaya pengaburan fakta yang sistematis di banyak media, baik melalui media masssa ataupun media sosial, terkait risiko bahaya BPA pada galon guna ulang dengan bahan polikarbonat. Misalnya, ada pakar yang bilang BPA itu aman. Nah, hal itu bisa membingungkan konsumen," kata Ketua KKI David Tobing di Jakarta, Jumat (15/11).
Selain pemerintah Indonesia sudah mewajibkan peringatan label bahaya BPA pada galon guna ulang dari plastik jenis polikarbonat, di beberapa negara pun melarang dan membatasi penggunaan BPA pada produk tertentu. Sebut saja Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan beberapa negara Asia seperti Malaysia, China dan Jepang.
Menurutnya, opini para pakar yang mengatakan BPA aman, seringkali dilontarkan tanpa dilatari riset ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tentunya, fakta ini berkebalikan dari banyak riset dan artikel berita tentang bahaya BPA yang sudah dipublikasikan baik di luar negeri maupun dalam negeri. Dampaknya justru menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat.
"Selaku organisasi yang bergerak dalam perlindungan konsumen, kami sepenuhnya mendukung regulasi BPOM demi kesehatan masyarakat, terutama bagi anak-anak dan keluarga, yang selama bertahun-tahun rutin mengkonsumsi air minum dari galon kemasan polikarbonat yang berpotensi mengandung cemaran senyawa berbahaya BPA," beber David.
Peluruhan senyawa berbahaya BPA dari galon guna ulang ke air minum biasanya terjadi karena proses pascaproduksi yang tidak tepat. Seringkali kemasan polikarbonat yang didistribusikan oleh produsen galon guna ulang bermerek kepada masyarakat terpapar oleh sinar matahari secara langsung, padahal, pada peraturan BPOM yang berlaku sudah jelas kalau galon tidak boleh terpapar sinar matahari langsung.
Alhasil, paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air.
Selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan. Misalnya, banyak galon polikarbonat bermerek masuk ke depot isi ulang, kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya, kemudian kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang.
Hal ini diperkuat dengan temuan BPOM pada periode 2021-2022 yang mengungkapkan hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia BPA pada galon polikarbonat di sejumlah kota di Indonesia.
Hasilnya, ditemukan galon guna ulang di enam daerah yang melebihi ambang batas aman kadar BPA. Keenam daerah tersebut adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah.
Adanya simpang siur informasi soal BPA mendorong KKI untuk melakukan riset. Hal ini guna untuk memberikan pencerahan bagi masyarakat tentang isu BPA yang sedang diperbincangkan oleh publik.
"Saat ini, kami sedang melakukan riset terkait hal ini. Nanti, kami akan publikasikan hasilnya," pungkas David.