Israel Bikin Marah Arkeolog, Penyebabnya Gara-gara Ini
Konflik antara Israel dan Hizbullah di Lebanon masih berlangsung tanpa adanya indikasi penyelesaian dalam waktu dekat.
Selama lebih dari dua ribu tahun, kuil-kuil Romawi di Baalbek yang terletak di Lebanon timur telah menjadi salah satu contoh paling menonjol dari arsitektur Romawi di dunia. Pada Rabu (6/11/2024), sebuah serangan udara Israel menghantam sebuah tempat parkir yang berjarak hanya beberapa meter dari situs Warisan Dunia UNESCO tersebut.
Serangan ini juga merusak sebuah bangunan Ottoman yang sudah berusia ratusan tahun, menyoroti risiko kerusakan yang mengancam situs bersejarah di Lebanon akibat konflik antara Israel dan Hizbullah.
"Baalbek adalah situs utama Romawi di Lebanon. Anda tidak dapat menggantinya jika seseorang mengebomnya," ungkap Graham Philip, profesor arkeologi di Universitas Durham, seperti yang dilansir oleh BBC, Senin (11/11).
"Itu akan menjadi kerugian besar. Itu akan menjadi kejahatan."
Sejak akhir September, Israel telah melancarkan serangan udara ke Lebanon sebagai bagian dari eskalasi kampanyenya melawan Hizbullah, kelompok yang didukung oleh Iran, yang telah terlibat dalam serangkaian serangan lintas batas selama hampir satu tahun.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) umumnya menargetkan Lebanon selatan, pinggiran kota Beirut, dan Lembah Bekaa di timur. Namun, dalam dua minggu terakhir, operasi mereka telah berpindah ke area yang lebih tua dan bersejarah.
IDF mengklaim kepada BBC bahwa mereka hanya menargetkan lokasi militer, namun lokasi tersebut sangat dekat dengan kuil Baalbek dan reruntuhan Romawi di Tyre, pelabuhan utama Kekaisaran Fenisia yang sudah ada sekitar 2.500 tahun lalu.
Menurut legenda, Tyre adalah tempat pertama kali pigmen ungu diproduksi, pewarna yang dihasilkan dari cangkang siput untuk menyulam jubah kerajaan.
Pada tanggal 23 Oktober, IDF mengeluarkan perintah evakuasi untuk kawasan yang berdekatan dengan reruntuhan Romawi di kota tersebut, termasuk sisa-sisa pekuburan dan hipodrom. Beberapa jam setelah itu, serangan dimulai, dan lebih banyak pengeboman dilaporkan terjadi di lokasi yang sama pekan lalu.
Video dari serangan tersebut memperlihatkan asap hitam tebal yang mengepul dari area tepi laut yang hanya beberapa ratus meter dari reruntuhan. Meskipun belum ada bukti bahwa situs Romawi di Tyre dan Baalbek telah mengalami kerusakan akibat serangan Israel, para arkeolog Lebanon khawatir melihat seberapa dekatnya pertempuran dengan reruntuhan kuno yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan yang sangat berharga bagi umat manusia.
"Bagi Baalbek, situasinya bahkan lebih buruk daripada Tyre karena kuil-kuil itu berada di dalam area yang menjadi sasaran dan (IDF) tidak memberikan pengecualian apa pun untuk kuil-kuil itu," jelas arkeolog lokal Joanne Farchakh Bajjaly.
Joanne menegaskan bahwa tidak ada fasilitas Hizbullah di situs Baalbek. "Tidak seorang pun tahu apa alasan atau pesan di balik serangan itu," tambahnya.
IDF membantah pernyataan tersebut. Dalam keterangan resminya, IDF menyatakan kepada BBC bahwa mereka menargetkan lokasi-lokasi militer sesuai dengan protokol yang ketat, dan mereka mengklaim mengetahui keberadaan situs-situs sensitif yang diperhitungkan dalam perencanaan serangan.
"Setiap serangan yang berpotensi mengancam bangunan sensitif dipertimbangkan dengan seksama dan melalui proses persetujuan yang ketat sebagaimana diharuskan," ungkap IDF.
Keberlangsungan warisan budaya di Jalur Gaza menjadi perhatian penting
Sejumlah warga di Lebanon dilaporkan berupaya melarikan diri dari serangan udara Israel dengan mencari perlindungan di reruntuhan Baalbek.
Mereka percaya bahwa situs bersejarah tersebut tidak akan menjadi target serangan Israel, sehingga merasa lebih aman jika berlindung di tempat itu.
Joanne menjelaskan bahwa bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan untuk melarikan diri, mendekati reruntuhan menjadi pilihan, karena mereka menganggap situs yang terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO itu lebih bernilai daripada keselamatan jiwa mereka. Akibat situasi ini, pemerintah setempat mengeluarkan peringatan mendesak agar masyarakat tidak mendekati reruntuhan tersebut.
"Mereka melihat situs itu sebagai tempat berlindung mereka," ungkap Farchakh.
Arkeolog Israel, Erez Ben-Yosef, mengakui bahwa konflik yang sedang berlangsung membuat Israel berada dalam posisi yang sulit. Dia menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi pada situs-situs arkeologi yang penting akan menjadi kehilangan besar bagi warisan budaya Lebanon dan dunia.
"Namun, saya tahu secara pribadi bahwa Israel berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kerusakan tersebut," kata Ben-Yosef. Dia juga menambahkan, "Banyak rekan arkeolog saya, baik yang sudah berpengalaman maupun mahasiswa, bertugas di militer dan terlibat dalam konflik ... mereka secara aktif berupaya untuk mencegah kerusakan, sesuai dengan pedoman militer yang ada."
Di sisi lain, Profesor Graham Philip dari Universitas Durham menyatakan ketidakpastiannya mengenai kemungkinan Israel secara sengaja menyerang Baalbek atau situs lainnya.
"Sulit untuk memahami keuntungan militer apa yang bisa didapatkan dari pengeboman kuil Romawi," jelas Philip.
Namun, dia memperingatkan tentang kemungkinan bom atau rudal meleset dari sasaran dan mengenai reruntuhan secara tidak sengaja. "Jika Anda menjatuhkan cukup banyak amunisi, tidak semuanya akan tepat sasaran dalam radius 25 meter," ujarnya.
Philip telah memantau dampak serangan Israel terhadap situs warisan di Jalur Gaza, di mana dia memimpin tim yang mendokumentasikan kerusakan arkeologis di kawasan tersebut. Dia menekankan bahwa masih terlalu awal untuk mengevaluasi seberapa besar kerusakan yang terjadi akibat konflik yang sedang berlangsung di Lebanon dan Jalur Gaza.
Namun, survei yang dilakukan oleh UNESCO dan diterbitkan pada bulan September menunjukkan bahwa 69 situs warisan budaya di Jalur Gaza telah mengalami kerusakan akibat perang. Salah satu yang terkena dampak adalah Masjid Agung Omari, masjid tertua di Jalur Gaza, yang dibangun di lokasi kuil kuno Filistin sebelum diubah menjadi gereja dan kemudian menjadi masjid.
Dilaporkan bahwa sebagian besar masjid ini hancur akibat serangan Israel pada bulan Desember 2023. Philip menekankan bahwa situs-situs kuno bukan hanya penghubung penting ke masa lalu, tetapi juga merupakan jiwa dari suatu komunitas.
"Bayangkan bagaimana perasaan masyarakat di Inggris jika Menara London atau Stonehenge dihancurkan. Itu adalah bagian dari identitas mereka," tuturnya.