Sejarah Kurug, Pakaian Jawa Kuno yang Sudah Ada di Abad ke-10
Dulu, busana ini memiliki makna yang digunakan hanya pada acara-acara formal. Namun, zaman telah berubah, kini telah melebur menjadi pakaian sahari-hari.
Dulu, busana ini memiliki makna simbolis dan digunakan hanya pada acara-acara formal atau seremonial. Namun, zaman telah berubah.
Sejarah Kurug, Pakaian Jawa Kuno yang Sudah Ada di Abad ke-10
Desain yang lebih modern dan inovatif menjadikan pakaian ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tren fashion kontemporer.
Pusat perhatian pada perut dan pusar tidak lagi terbatas pada upacara-upacara khusus, melainkan telah menjadi bagian yang diterima secara luas dalam pakaian sehari-hari.
Perkembangan yang serupa juga terjadi pada batik, motif tradisional Indonesia.
-
Siapa yang mengenakan baju khas Jawa? Thariq dan Aaliyah terlihat seperti raja dan ratu keraton dengan mengenakan baju khas Jawa.
-
Siapa yang mencatat sejarah baju kurung? Dalam buku 'Pakai Patut Melayu' karya Dato' Haji Muhammad Said Haji Sulaiman, baju kurung yang dikenal saat ini sudah ada sejak tahun 1800 di Teluk Belanga, Singapura, pada masa pemerintahan Sultan Abu Bakar.
-
Dimana baju kurung populer di abad 20? Pada abad ke-20, baju kurung menjadi pakaian yang populer di daerah Sumatera.
-
Kapan baju kurung cekak musang muncul? Jenis baju kurung ini muncul sekitar tahun 1930-an atau 1940-an dan merupakan inovasi dari Tuan Haji Busu, yang memodifikasi baju gamis laki-laki menjadi baju kurung dengan tambahan saku.
-
Kapan baju perang Zaman Perunggu digunakan? Pelindung tubuh dari Zaman Perunggu terbukti cukup tangguh untuk melindungi prajurit Mycenaean dalam pertempuran 3.500 tahun yang lalu, menurut penelitian terbaru.
-
Apa ciri khas baju kurung? Baju kurung memiliki ciri khas panjang hingga sejajar pangkal paha serta longgar.
1. Asal Pakaian Kurug
Motif kurug, awalnya merupakan pakaian para agamawan.
Pada contoh tertentu, seperti arca Durga Mahisasuramardhini, istri Dewa Siwa mengenakan kurug, sebuah atasan yang menutupi payudara sampai di atas pusar.
Secara khusus, kurug dianggap sebagai pakaian istimewa, dan hak mengenakannya tidak hanya terbatas pada kalangan agamawan, tetapi juga diberikan kepada rakyat biasa yang berjasa terhadap raja.
Penggunaan kurug dalam upacara penetapan Sima atau pembebasan tanah dari pajak, masyarakat umum dapat menggunakan kurug untuk menutup tubuh bagian atas.
Kurug, sebagai pakaian tradisional Jawa, tidak hanya terkait dengan arca Durga Mahisasuramardhini, tetapi juga muncul dalam representasi sosok lain, seperti Mahakala dan Nandiswara, yang merupakan perwujudan Siwa sebagai penjaga pintu candi.
2. Pemakaian Kurug
Sejarah penggunaan kurug tercatat dalam Prasasti Kakurugan yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga pada tahun 1022.
Prasasti tersebut memberikan penghargaan Sima dan hak istimewa lain kepada keluarga Dyah Kaki Ngadu Lengen.
Pada tahun 1294, prasasti Kudadu, peninggalan dari masa Majapahit, menyebutkan pemakaian kurug oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra.
3. Keistimewaan Kurug
Keistimewaan kurug tidak hanya terletak pada desain dan motifnya, melainkan juga pada tempat khusus yang diperuntukkan bagi mereka yang berhak mengenakannya. Dalam budaya Jawa, tempat khusus ini dikenal sebagai Kakurugan.
Menurut Kamus Jawa Kuna karya Zoetmulder, Kakurugan memiliki arti sebagai tempat tinggal bagi orang yang berhak menggunakan kurug.
4. Kurug Masa Kini
Meskipun kurug awalnya merupakan bagian dari perlengkapan upacara dan memiliki konotasi seremonial, kini peran dan maknanya telah berubah. Busana yang mirip dengan kurug dapat kita temui dengan lebih umum di kota-kota besar, dan bukan lagi terbatas pada upacara formal.
Transformasi ini mencerminkan dinamika perubahan budaya dan mode di masyarakat, di mana tradisi lama dapat beradaptasi dengan gaya hidup yang lebih modern dan santai.