260 Juta Orang di Dunia Alami Depresi, ini Profesi dengan Tingkat Stres Tinggi
Berdasarkan berbagai survei, profesi jurnalis termasuk salah satu yang paling tinggi tingkat stresnya.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 260 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi. Angka ini menunjukkan peningkatan lebih dari 18 persen setiap tahunnya.
Berdasarkan berbagai survei, jurnalis termasuk dalam profesi dengan tingkat stres yang tinggi.
-
Siapa yang paling sering terkena depresi? Penyakit ini menimpa 6,9% orang dewasa di AS setiap tahunnya atau sekitar 16 juta orang.
-
Siapa yang berisiko tinggi terkena depresi? Jauh dari pandangan umum bahwa depresi hanya terkait dengan ketidakseimbangan kimia, penelitian ini menyoroti hubungan kuat antara gaya hidup sehat dan kesejahteraan mental.
-
Siapa yang paling banyak mengalami masalah kesehatan mental? Sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia, atau sekitar 34,9 persen dari populasi mereka, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam periode 12 bulan terakhir.
-
Siapa yang berisiko tinggi mengalami depresi? Menurut National Cancer Institute, orang dengan kanker gastrointestinal, terutama perut atau pankreas, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi.
-
Siapa yang bisa terkena depresi? Depresi bisa dialami oleh siapa saja.
-
Siapa yang rentan mengalami depresi? Orang yang suka menyendiri cenderung rentan berpikiran negatif dan mengalami depresi.
"Kami meliput bencana, perang, kecelakaan, kriminalitas, dan mewawancarai korban. Itu semua membekas dan memengaruhi mental" ungkap Dandhy Laksono, jurnalis senior sekaligus pembuat film dokumenter.
Salah satu cara untuk menangani masalah kesehatan mental di kalangan jurnalis adalah melalui meditasi. Yayasan Cahaya Cinta Kasih telah menginisiasi program meditasi untuk jurnalis dan pekerja media yang berlangsung di Plaza Indonesia, Jakarta pada Jumat, 29 November 2024.
Sesi meditasi tersebut dipandu oleh guru meditasi dengan metode Soul Reflection, yaitu Arsaningsih.
"Kesejahteraan dan kesehatan mental jurnalis itu penting. Mereka adalah jembatan komunikasi kita, dan kami memberikan layanan meditasi sebagai salah satu metode healing," jelas Bunda Arsaningsih.
Dalam acara tersebut, Siswanto Agus Wilopo, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), juga memberikan pandangannya mengenai masalah kesehatan mental. Ia menekankan bahwa ketergantungan pada obat-obatan tidak boleh menjadi solusi utama.
"Jangan sedikit-sedikit obat. Ini faktor yang akan bikin ketergantungan," tegasnya, merujuk pada hasil survei kesehatan mental I-NAMHS tahun 2022.
Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
Sesi meditasi yang dimulai dengan diskusi ini juga dihadiri oleh Direktur Kesehatan Jiwa dari Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi. Dalam kesempatan tersebut, Imran menyampaikan informasi mengenai kondisi kesehatan jiwa di Indonesia, di mana dua persen dari populasi yang berusia 15 tahun ke atas mengalami masalah kesehatan mental.
"Tahun 2019, tingkat bunuh diri di Indonesia adalah 2,55 per 100 ribu penduduk," katanya.
Pernyataan ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap kesehatan jiwa di masyarakat, terutama mengingat angka yang cukup mengkhawatirkan tersebut. Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan kepada individu yang mengalami masalah kesehatan mental sangatlah diperlukan.
Meditasi Dapat Menjadi Salah Satu Pilihan
Menurut Arsaningsih, meditasi dapat menjadi solusi yang efektif karena masalah kesehatan mental sangat berkaitan dengan aspek spiritual seseorang.
"Lewat meditasi, kita bisa merilis energi negatif atau energi stres. Kalau berlibur, itu melupakan stres sementara, karena kita masih berpikir biayanya," ungkapnya.
Sejumlah jurnalis dari berbagai media turut serta dalam sesi meditasi yang berlangsung sekitar 30 menit ini. Meditasi dimulai dengan duduk dalam posisi yang tenang dan nyaman, membuka telapak tangan menghadap ke atas, menempelkan ujung lidah pada langit-langit mulut, dan mendengarkan instruksi yang diberikan oleh Arsaningsih.
Dalam sesi tersebut, ia mengajak para peserta untuk memaafkan dan meminta maaf kepada orangtua serta diri sendiri. Banyak peserta yang terlihat emosional dan tidak bisa menahan air mata saat melakukan proses tersebut.
Meditasi ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk melepaskan beban emosional yang mungkin selama ini terpendam. Dengan cara ini, diharapkan peserta dapat merasakan ketenangan dan kedamaian dalam diri mereka, serta mengurangi stres yang ada.
Rasa Lega yang Lebih Mendalam
Salah satu jurnalis yang berada di Jakarta, Nufus, mengungkapkan bahwa ia mengikuti sebuah talkshow dan meditasi dengan pikiran yang penuh. Ia banyak memikirkan berbagai hal, namun setelah menjalani meditasi, ia merasakan pengurangan beban.
"Saya mengikuti instruksi proses meditasi dan merasa plong," ucap Nufus setelah mengikuti sesi meditasi Soul Reflection.
Ia menambahkan bahwa jurnalis sangat membutuhkan meditasi karena pekerjaan mereka seringkali membuat stres. Pasca pandemi, banyak media mengalami disrupsi digital yang berdampak pada kondisi bisnis mereka.
Beban pekerjaan jurnalis juga semakin berat dengan banyaknya topik yang harus diliput.
"Berdampak mental health kepada jurnalis, dan suatu saat bisa jadi bom waktu," tuturnya.
Di sisi lain, Wakil Pemimpin Redaksi IDN Times, Umi Kalsum, berbagi pengalamannya saat pertama kali mengikuti meditasi. Ia merasa mengantuk pada awalnya, tetapi setelah mengikuti semua instruksi meditasi, ia merasakan ketenangan.
Menurutnya, wartawan perlu melakukan meditasi Soul Reflection untuk mengurangi beban mental yang mereka hadapi. Meskipun di kantornya terdapat konselor kesehatan mental, ia pribadi mengaku masih memerlukan meditasi.
"Butuh yang dari luar kantor biar lebih bebas," jelas Umi, menekankan pentingnya mendapatkan dukungan dari luar lingkungan kerja.