Gara-Gara Mobil Listrik 5,5 Juta Orang di Jepang Bakal Kehilangan Pekerjaan, Bagaimana dengan Indonesia?
Pertumbuhan pesat mobil listrik ternyata membawa beberapa konsekuensi negatif yang perlu diperhatikan.
Perkembangan pesat mobil listrik membawa dampak negatif yang signifikan. Diperkirakan, transisi ke kendaraan bertenaga baterai ini dapat menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan mereka.
Menurut laporan dari Carscoops, sekitar 186 ribu individu diprediksi akan terpengaruh, sementara 5,5 juta orang di Jepang juga akan menghadapi situasi serupa akibat kemajuan mobil listrik. Studi yang dilakukan oleh Prognos menunjukkan bahwa peralihan industri otomotif dari sistem konvensional menuju elektrifikasi akan mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja di sektor otomotif Jerman sebanyak 186.000 orang pada tahun 2035.
Pengurangan jumlah pekerja ini sebagian besar disebabkan oleh sistem penggerak mobil listrik yang memerlukan lebih sedikit komponen dibandingkan dengan mobil berbahan bakar konvensional. Pekerjaan yang berkaitan dengan pengelasan, pengolahan logam, serta manajemen bisnis dan administrasi diperkirakan akan berkurang seiring dengan meningkatnya penggunaan mobil listrik.
Dalam penelitian yang sama, Prognos juga menyebutkan bahwa meskipun industri mobil listrik akan menciptakan lapangan kerja baru, jumlah pekerjaan yang hilang akan jauh lebih besar. Sebagai tambahan, Chairman Toyota Motor Corporation (TMC), Akio Toyoda, juga menekankan bahwa banyak orang akan kehilangan pekerjaan akibat peralihan ke industri kendaraan listrik ini.
Toyota Lebih Berhati-hati Dalam Mengambil Keputusan
Cucu dari pendiri Toyota menyatakan bahwa pekerja yang berpotensi kehilangan pekerjaan adalah mereka yang memiliki keahlian dalam mesin, khususnya pada unit konvensional serta para pemasoknya.
"Jika kendaraan listrik menjadi satu-satunya opsi, termasuk bagi para pemasok kami, maka pekerjaan orang-orang tersebut akan hilang," ujarnya.
Berdasarkan alasan ini, Toyota selalu berhati-hati dalam merumuskan kebijakan mengenai kendaraan listrik. Meskipun Toyota memiliki rencana untuk memasuki segmen BEV, keputusan tersebut bisa dianggap tepat, mengingat pasar untuk model baterai murni saat ini mengalami penurunan secara global.
Di sisi lain, segmen hybrid yang selama ini terus dikembangkan oleh Toyota justru menunjukkan permintaan dan penjualan yang terus meningkat.