Hukum Tidak Shalat Jumat karena Menjaga Orang Sakit, Bolehkah?
Melaksanakan shalat Jumat adalah kewajiban bagi semua Muslim. Namun bolehkan kita meninggalkan shalat Jumat bila bila kita sedang menjaga orang sakit?
Melaksanakan shalat Jumat adalah kewajiban bagi semua Muslim. Namun bolehkan kita meninggalkan shalat Jumat bila kita sedang menjaga orang sakit? Simak hukumnya berikut ini.
Hukum Tidak Shalat Jumat karena Menjaga Orang Sakit, Bolehkah?
Shalat Jumat dalam Islam merupakan kewajiban bagi laki-laki Muslim yang telah baligh, berakal, tidak musafir, dan mampu melaksanakannya.
Namun sering kali kita menemui kondisi yang memungkinkan kita untuk sulit atau tidak bisa shalat Jumat sama sekali. Salah satunya bila sedang menjaga orang sakit.
Nah apakah kita boleh meninggalkan shalat Jumat bila sedang dalam kondisi tersebut? Melansir dari laman islam.nu.or.id, Jumat (17/11) berikut penjelasan selengkapnya.
-
Apa hukum sholat Jumat? Hukum sholat Jumat adalah fardhu 'ain, yaitu wajib atas setiap individu yang memenuhi syarat yang telah disebutkan.
-
Siapa yang tidak wajib sholat Jumat? 'Jumat adalah kewajiban bagi setiap Muslim kecuali empat orang. Hamba sahaya yang dimiliki, wanita, anak kecil, dan orang sakit,' (HR Abu Daud dengan sanad sesuai standar syarat Bukhari dan Muslim).
-
Kapan sholat Jumat boleh ditiadakan? Mengutip dari NU Online, berikut beberapa kondisi sholat Jumat boleh ditiadakan, antara lain: Jumlah Jamaah Tidak Memenuhi Kuota Minimal jumlah jamaah sholat Jumat yang mengesahkan ibadah ini menurut mazhab Syafi’i adalah 40 laki-laki Muslim. Jika kuota jamaah Jumat tidak mencapai jumlah tersebut, maka sholat Jumat boleh ditiadakan.
-
Kapan Sholat Jumat bisa ditiadakan? Mengutip dari NU Online, berikut beberapa kondisi sholat Jumat boleh ditiadakan, antara lain:
-
Kenapa shalat Jumat tidak perlu diqadha'? Jika shalat Jumat ditinggalkan tidak perlu diqadha’, yang harus dilakukan ialah melakukan shalat dhuhur, sebagai penggantinya.
-
Apa syarat wajib untuk sholat Jumat? Dalam buku Syarh al-Yaqut al-Nafis, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri menyebutkan bahwa terdapat tujuh syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan sholat Jumat.
Kewajiban Shalat Jumat
Shalat Jumat merupakan pengganti shalat Dzuhur pada hari Jumat. Hukum wajib shalat Jumat tertulis dari firman Allah dalam Al-Qur'an QS. Al-Jumu'ah [62] ayat 9:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya; "Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Mengutip pendapat dari Ibnu Rajab al Hanbali dalam kitab Rawa'i ' al-Tafsir al-Jami ' li-Tafsir al-Imam ibn Rajab al-Hanbali Jilid II [Saudi Arabia; Dar 'Ashimah, 2001], halaman 431 bahwa shalat Jumat merupakan fardhu ain bagi laki-laki.
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ) . صلاةُ الجمعةِ فريضةٌ من فرائِض الأعيانِ على الرجالِ دونَ النساءِ، بشرائطَ أُخَرَ، هذا قولُ جمهورِ العلماءِ،
Artinya; "Imam Bukhari berkata: Firman Allah: (apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah) (QS Al-Jumu'ah: 9).
Shalat Jumat merupakan fardhu ain bagi laki-laki dan bukan perempuan, dengan syarat-syarat lainnya. Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama."
Meski bersifat wajib, ada beberapa keringanan hukum (rukhshah) yang membolehkan seorang laki-laki untuk tidak shalat Jumat. Keringanan tersebut diberikan untuk laki-laki yang memiliki udzur syar'i.
Pengertian dari udzur syar'i adalah suatu kondisi yang dapat meringankan atau menggugurkan suatu kewajiban.
Seperti saat dalam kondisi mengkhawatirkan akan nyawa, harta, atau adanya pencuri di tengah jalan.
Penjelasan ini ada di kitab Raudlatut Thalibin, juz I, halaman 345.
ومنها أن يخاف على نفسه أو ماله أو على من يلزمه الذب عنه من سلطان أو غيره ممن يظلمه
Artinya; "Termasuk alasan diperbolehkannya tidak Jumat adalah jika seseorang takut akan keselamatan dirinya, hartanya, atau orang yang wajib dibelanya dari penguasa atau orang lain yang akan menzaliminya."
Di sisi lain, keringanan tidak melaksanakan shalat Jumat juga berlaku bagi seseorang yang sedang musafir. Sebagaimana dikatakan Ibnu Munzir dalam kitab al-Ausath, Jilid IV, halaman 19;
(قال كثيرٌ من أهل العِلم: ليس على المسافرِ جُمُعة، كذلك قال ابنُ عُمر، وعمرُ بن عبد العزيز، وعطاءٌ، وطاوسٌ، ورُوِّينا عن عليٍّ أنه قال: ليس على المسافرِ جُمعةٌ)
Artinya; "Banyak ulama berpendapat bahwa tidak ada kewajiban shalat Jumat bagi orang yang sedang bepergian. Pendapat ini juga dipegang oleh Ibnu Umar, Umar bin Abdul Aziz, Atha', dan Thawus.
Selain itu, dari Ali juga diriwayatkan bahwa beliau berkata; "Tidak ada kewajiban shalat Jumat bagi orang yang sedang bepergian,".
Hukum Meninggalkan Shalat Jumat Karena Merawat Orang Sakit
Terdapat beberapa kondisi yang memperbolehkan kita untuk tidak melaksanakan shalat Jumat, salah satunya adalah saat kita sedang menjaga orang sakit.
Bila sedang dalam kondisi tersebut maka dalam hukumnya boleh, bahkan wajib jika kondisi orang sakit tersebut sangat membutuhkan bantuan.
Hal ini berdasarkan keterangan dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al Kuwaitiyah, jilid XXXVI, halaman 359, bahwa orang yang merawat orang sakit, diperbolehkan tidak melaksanakan shalat Jumat.
وقال الشّافعيّة : يجوز التّخلف عن الجمعة والجماعة لممرّض مريضٍ قريبٍ بلا متعهّدٍ , أو له متعهّد , لكنّ المريض يأنس به لتضرر المريض بغيبته , فحفظه أو تأنيسه أفضل من حفظ الجماعة
Artinya; "Menurut madzhab Syafi'i, diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah untuk merawat orang sakit yang dekat, baik yang tidak memiliki orang yang merawatnya, maupun yang memiliki orang yang merawatnya, tetapi orang sakit merasa nyaman dengannya sehingga akan merasa sakit jika ditinggal."
Menjaga orang sakit atau membuatnya merasa nyaman dianggap lebih baik daripada menjaga shalat berjamaah.
Menurut madzhab Syafi'i, seseorang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah untuk merawat orang sakit yang dekat, baik yang tidak memiliki orang yang merawatnya, maupun yang memiliki orang yang merawatnya.
Namun kondisi tersebut adalah saat orang sakit merasa nyaman bila ditunggu dan akan merasa sakit jika ditinggal.
Contohnya, seorang suami yang harus meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah untuk merawat istrinya yang sedang sakit.
Istrinya tidak memiliki orang lain yang merawatnya, dan dia merasa nyaman jika ditemani oleh suaminya.
Suami tersebut diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat karena menjaga istrinya lebih penting, sebab termasuk dalam perkara menjaga nyawa dan kesehatan istri.
Imam Nawawi dalam kitab al Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid IV, halaman 356 juga menerangkan hal serupa yaitu orang yang merawat atau menjaga orang sakit, maka diperkenankan hukum untuk tidak melaksanakan shalat Jumat.
Pasalnya, kebutuhan untuk merawat orang sakit yang sedang dalam keadaan darurat lebih mendesak daripada kebutuhan untuk menghadiri shalat Jumat.
أما التمريض فقال: إن كان للمريض متعهد يقوم بمصالحه وحاجته نظر إن كان ذا قرابة زوجة أو مملوكا أو صهرا أو صديقا ونحوهم - فإن كان مشرفا على الموت أو غير مشرف لكن يستأنس بهذا الشخص - حضره وسقطت عنه الجمعة بلا خلاف , وإن لم يكن مشرفا ولا يستأنس به لم تسقط عنه على المذهب
Artinya; "Adapun penjelasan merawat orang sakit; ia berkata, "Jika orang sakit memiliki orang yang ditugaskan untuk mengurusi urusan dan kebutuhannya, maka harus dilihat apakah orang tersebut adalah kerabat, istri, budak, ipar, teman, atau yang lainnya.
Apabila orang tersebut adalah orang yang akan segera meninggal, atau bukan orang yang akan segera meninggal tetapi orang sakit merasa nyaman dengan orang tersebut, maka orang sakit dapat menghadirinya dan Jumat gugur darinya tanpa ada perbedaan pendapat.
Namun, bila orang tersebut bukan orang yang akan segera meninggal dan orang sakit tidak merasa nyaman dengannya, maka Jumat tidak gugur darinya menurut madzhab.”
Nah, dari penjelasan ulama Syafi’iyah, diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat karena merawat orang sakit.
Namun Muslim tersebut harus memenuhi dua syarat di atas sehingga boleh meninggalkan shalat Jumat. Meski begitu, dia wajib melaksanakan shalat Dzuhur sebagaimana shalat Dzuhur pada hari-hari biasa.