Pensiunan Jenderal Polisi Beri Nasihat Menohok ke Kapolres Usai Anak Buah Tembak Siswa SMK Semarang hingga Tewas
Berikut nasihat menohok pensiunan Jenderal Polisi ke Kapolres usai anak buahnya tembak siswa SMK Semarang hingga tewas.
Kasus penembakan siswa SMK oleh seorang anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang belakangan ramai menjadi perbincangan panas masyarakat. Terlebih adanya perbedaan kronologi kejadian yang menewaskan siswa SMK di Semarang tersebut.
Bukan hanya masyarakat luas, pensiunan Jenderal Polisi juga turut memberikan atensi terhadap kasus itu. Bahkan, Ia juga memberikan nasihat menohok kepada Kapolres usai anak buahnya melakukan tindakan tersebut.
Lantas bagaimana nasihat menohok pensiunan Jenderal Polisi ke Kapolres usai anak buahnya menembak siswa SMK Semarang hingga tewas ini? Melansir dari berbagai sumber, Rabu (4/12), simak ulasan informasinya berikut ini.
Nasihat Menohok Pensiunan Jenderal Polisi ke Kapolres
Irjen Polisi (Purn) Rikwanto menilai aksi penembakan yang dilakukan oleh Aipda RZ kepada siswa SMK berinisial GRO adalah tindakan eksesif dan tidak tepat. Ia pun menekankan untuk pelaku harus siap menanggung hukuman. Apalagi tindakan yang dilakukan menyebabkan korban meninggal dunia.
"Kalian itu harus tahu kalau kalian sudah ke lapangan, ingat ya, satu kaki kalian itu di kuburan, satu kaki di penjara. Kenapa? terlambat bertindak kalian bisa jadi korban, terlalu cepat bertindak kalian bisa salah dan masuk penjara, itu risiko," ujar Rikwanto saat rapat dengan Kapolrestabes Semarang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa seperti dikutip dari Antara News.
Anggota Komisi III DPR RI ini juga mengingatkan kepada setiap anggota kepolisian untuk mengukur diri sebelum menindak sebuah kejahatan. Agar penindakan yang dilakukan bisa sesuai dengan prosedur. Selain itu juga untuk menghindari pelanggaran seperti yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Harus Bisa Ukur Diri
Mengukur diri yang dimaksudkan yaitu menentukan tindakan yang diperlukan saat menghadapi adanya suatu tindak pindana. Hal ini berlaku untuk seluruh anggota Polri dengan pangkat apapun.
"Mengukur diri itu saya sedang apa, pakaian saya apa, preman, sipil, atau pakaian dinas. Atau saya sendiri berdua atau bersama kelompok. Yang saya hadapi ini kelasnya ringan, berat, atau penuh ancaman," paparnya.
Rikwanto juga mengatakan bahwa polisi harus bisa menentukan ukuran terhadap tindakan kejahatan yang terjadi di depan matanya. Baik itu tindakan di tempat berdasarkan kekuatan yang ada, melaporkan untuk memohon bantuan maupun melaporkan untuk memohon petunjuk.
"Kalau enggak, bisa jadi slogan pertama tadi, satu kaki di kuburan, dan satu kaki di penjara, karena tidak tepat mengambil tindakan terhadap situasi kondisi yang terjadi di depan matanya," lanjutnya.
Terlalu Lambat Respons Berita
Pensiunan Jenderal Polisi ini juga meminta agar kepolisian bisa sesegera mungkin memberikan informasi yang sebenar-benarnya. Baik itu secara faktual dan aktual apabila terjadi peristiwa serupa.
Sebab menurutnya, keterlambatan informasi resmi dari kepolisian justru akan menyebabkan masyarakat luas berandai-andai atas suatu kasus.
Seperti contohnya kasus yang ada di Semarang ini, telah membuat masyarakat luas bereaksi usai mendapatkan berita dan informasi dari media sosial.
"Dan saya pribadi melihat terlalu lambat dari kepolisian untuk merespon berita itu, ada kegamangan, ada waktu yang cukup luang untuk banyak orang berspekulasi," paparnya.