Potret Miris Warga Gaza Menyaring Air Lumpur Demi buat Minum, Bukti Israel Lakukan Genosida
Israel melakukan genosida karena tidak memberikan akses air bersih kepada penduduk Palestina di Gaza.
Warga Gaza terus menghadapi kesulitan yang mendalam akibat serangan berulang dari Israel. Dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @ibrahimkarsh pada Rabu, 8 Januari 2025, terlihat bagaimana ia berusaha mengambil air yang tercemar untuk dijadikan sumber air bersih.
Proses yang dilakukannya melibatkan penggunaan kain, kapas, dan tisu untuk menyaring air hingga menjadi jernih. Menurut Says, yang dikutip pada Sabtu, 11 Januari 2025, ia berharap video tersebut dapat meningkatkan kesadaran tentang penderitaan yang dialami oleh masyarakat di Gaza.
"Mengekstraksi air dari lumpur. Saya harap semua orang melihat video ini sehingga kita dapat mengetahui seberapa besar penderitaan di Gaza," katanya dalam keterangan unggahannya.
Pada akhir tahun lalu, Human Rights Watch mengeluarkan tuduhan serius terhadap Israel, menyebut tindakan mereka sebagai "genosida" karena tidak menyediakan akses air bersih untuk warga Palestina di Gaza. Mereka mendesak komunitas internasional agar memberikan sanksi yang tepat.
Dalam laporan sepanjang 184 halaman yang dirilis pada Kamis, 19 Desember 2024, lembaga pemantau yang berpusat di New York ini mengungkapkan bahwa sejak Oktober 2023, otoritas Israel secara sengaja telah menghalangi akses warga Palestina ke air yang cukup untuk bertahan hidup di Jalur Gaza, seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.
"Yang kami temukan, pemerintah Israel sengaja membunuh warga Palestina di Gaza dengan tidak memberi mereka air yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup," kata Direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah, Lama Fakih, dalam konferensi pers.
Bill Van Esveld, Penjabat Direktur Israel dan Palestina di Human Rights Watch, juga memberikan komentar kepada Al Jazeera mengenai penyelidikan yang telah dilakukan. Ia menjelaskan bahwa organisasi tersebut telah mewawancarai lebih dari 115 orang dan menggunakan citra satelit sebagai bagian dari proses investigasi mereka.
Hal ini menunjukkan komitmen mereka untuk menggali kebenaran di balik situasi yang sangat kritis ini.
Ketersediaan Air di Gaza Sangat Terbatas
"Kami melakukan pekerjaan yang sangat teliti dan menemukan empat hal utama yang telah dilakukan Israel untuk secara sengaja memblokir (akses air) di Gaza," kata Van Esveld.
Pertama, akses jaringan pipa yang mengalirkan air minum dari Israel menuju Gaza telah terputus. Selanjutnya, Israel juga memutuskan pasokan listrik yang diperlukan untuk mengoperasikan pompa air yang menyuplai cadangan air di dalam Gaza, yang menyebabkan penghentian operasional pabrik desalinasi, sumur air, dan pabrik pengolahan limbah.
Beberapa dari fasilitas tersebut dilengkapi dengan panel surya sebagai sumber daya cadangan ketika listrik padam.
"Militer Israel kemudian masuk dan menghancurkan setiap fasilitas di empat dari enam lokasi pengolahan air limbah Gaza, tanpa memberikan kesempatan apapun," ungkap Van Esveld.
"Akhirnya, mereka mencegah segala upaya perbaikan," dengan membunuh staf teknis dan menghalangi lembaga bantuan kemanusiaan dalam membawa suplai yang berkaitan dengan air.
"Ini adalah kebijakan komprehensif yang mencegah orang mendapatkan air," simpul Van Esveld, dan "temuan yang sangat jelas tentang pemusnahan."
"Artinya, Anda dengan sengaja menciptakan kondisi yang akan membunuh sejumlah besar orang tersebut," tegasnya.
Pemutusan Akses Air
Dalam laporan terbaru, organisasi tersebut mengungkapkan bahwa warga Palestina di Gaza hanya dapat mengakses antara dua hingga sembilan liter air per hari di berbagai daerah. Jumlah ini jauh di bawah batas minimum 15 liter yang diperlukan untuk bertahan hidup, sehingga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan meningkatnya angka kematian.
Laporan tersebut menegaskan bahwa kebijakan yang diterapkan dianggap sebagai "tindakan genosida" berdasarkan definisi yang terdapat dalam Konvensi Genosida tahun 1948.
"Penguasa Israel dengan sengaja memaksakan kondisi kehidupan yang dapat mengakibatkan kehancuran fisik penduduk Palestina di Gaza secara keseluruhan atau sebagian," ungkap laporan tersebut.
Sementara itu, pihak Israel secara konsisten membantah tuduhan genosida tersebut. Mereka berargumen bahwa mereka memiliki hak untuk membela diri setelah serangan yang dilancarkan oleh Hamas dari Gaza pada 7 Oktober 2023.
Bulan lalu, pemerintah Israel juga menolak laporan dari Human Rights Watch (HRW), menyebut temuan tersebut sebagai "kebohongan yang mengerikan." Konvensi Genosida, yang diadopsi setelah tragedi Holocaust yang menewaskan jutaan orang Yahudi, mendefinisikan genosida sebagai "tindakan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau agama."
Pembantaian di Palestina
Laporan yang dirilis mengutip pernyataan dari sejumlah pejabat senior Israel yang menunjukkan bahwa mereka "berkeinginan untuk menghancurkan warga Palestina," yang berarti bahwa perampasan sumber daya air "dapat dianggap sebagai kejahatan genosida."
Selain itu, laporan tersebut menyatakan bahwa Israel telah melanggar tindakan sementara yang dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dalam kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan, yang menuduh Israel melanggar Konvensi Genosida.
Pengadilan tersebut menetapkan bahwa Israel harus memberikan akses kepada penyedia layanan dasar dan bantuan kemanusiaan sebagai bukti bahwa mereka tidak memiliki niat genosida terhadap Palestina.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, Human Rights Watch (HRW) mendesak masyarakat internasional untuk menerapkan "sanksi yang ditargetkan, penangguhan transfer senjata dan bantuan militer, serta peninjauan ulang perjanjian perdagangan dan politik bilateral" guna menekan Israel agar mematuhi langkah-langkah sementara yang ditetapkan oleh ICJ.
Laporan ini muncul setelah studi lain yang dilakukan oleh Amnesty International pada awal Desember 2024, yang juga menyimpulkan bahwa tindakan Israel di Gaza dapat dikategorikan sebagai genosida. Sebagai akibat dari serangan militer Israel, sekitar 46 ribu warga Palestina telah kehilangan nyawa mereka.