201 Pertashop Merugi Gara-Gara Harga Pertamax Lebih Mahal dari Pertalite
Sebanyak 201 dari total 448 Pertashop yang mengalami kerugian usai harga jual Pertamax dan Pertaliter terpaut cukup jauh.
201 Pertashop Merugi Gara-Gara Harga Pertamax Lebih Mahal dari Pertalite
Ketua Paguyuban Pertashop Jateng-DIY DPC Kota Surakarta, Gunadi Broto Sudarmo mencatat, ada 201 dari total 448 Pertashop yang mengalami kerugian usai harga jual Pertamax dan Pertaliter terpaut cukup jauh.
Hal ini terjadi sejak beberapa waktu lalu ketika harga jual Pertamax mengalami kenaikan hingga pernah berada di Rp13.300 dan saat ini dijual Rp12.400-13.100 di sejumlah titik di Indonesia.
Sementara, harga jual Pertalite di tahun lalu naik dari Rp 6.750 menjadi Rp 10.000 per liter. Artinya, ada selisih harga yang cukup besar.
Gunadi mengatakan, kenaikan harga Pertamax pada April 2022 lalu menjadi Rp 12.500 menganggu pemasukan para pengusaha Pertashop.
"Dengan adanya disparitas harga, omzet kami menurun drastis hingga 90 persen, usaha pertashop tidak memperoleh keuntungan, justru merugi," ujar dia dalam Audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Senin (10/7/2023). "Dari 448 Pertashop itu ada 201 yang rugi, Pertashop yang tutup merasa terancam untuk disita asetnya karena tidak sanggup untuk angsuran bulanannya ke bank yang bersangkutan," sambung Gunadi.
Dia mengungkap kalau sebagian besar pengusaha Pertashop memanfaatkan dana dari pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari perbankan.
Dengan keuntungan yang menurun dan tanggungan beban usaha yang tetap, Gunadi menyebut itu jadi satu kerugian bagi pengusaha.
Dia mencatat, per Desember 2022, ada 47 persen Pertashop yang hanya mampu menjual di kisaran 0-200 liter per hari. Menurutnya, dengan tingkat penjualan ini, pengusaha Pertashop mengalami kerugian. "Dengan omzet 200 liter perhari, berapa sih keuntungannya? Kami tampilkan, omzet 200 liter perhari, dikali 30 hari, 6.000 liter. Margin kita Rp 850 (per liter), laba kotor Rp 5.100.000 perbulan sedangkan dalam operasional ada gaji operator mininal 2 orang, Rp 4 juta masing-masing Rp 2 juta, ada iuran BPJS ada losses dan lain sebagainya," paparnya. "Jadi 47 persen teman-teman Pertashop yang punya omzet segitu bisa dibilang merugi, ini belum untuk (membayar) kewajiban ke bank," imbuhnya.
Gunadi menguraikan kalau penurunan penjualan terjadi sejak April 2022. Salah satu alasannya, adanya pengaruh harga minyak dunia yang turut merubah harga jual BBM Non Subsidi Pertamax CS.
Pada Januari-Maret 2022, terlihat ada rata-rata omzet penjualan sebanyak 30 ribu sampai 38 ribu liter per bulannya untuk Pertashop. Ini berlaku ketika harga jual Pertamax masih Rp 9.000 per liter.
"Namun setelah terjadinya disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite, mulai April itu omset langsung turun drastris. Di harga (Pertamax) Rp 12.500, itu omzet 16.000 (liter) per bulan berlanjut ada fluktuasi harga sampai Rp 14.500 ada yang Rp 13.900 dan lain sebagainya, sampai sekarang di harga Rp 12.500, itupun omzet Pertashop belum bisa kembali disaat harga Pertamax Rp 9.000 dan Pertalite Rp 6.750 (perliter)," bebernya.
Reporter: Arief Rahman H. Sumber: Liputan6.com