Atasi Populasi Terus Menurun, Kampus di China Ajarkan soal Percintaan
Namun, populasi yang menua dengan cepat menimbulkan ancaman terhadap keberlanjutan ekonomi.
Pemerintah China kembali mendorong perguruan tinggi dan universitas untuk menerapkan pendidikan cinta ke dalam kurikulum mereka. Program ini dirancang untuk menanamkan pandangan positif tentang pernikahan, cinta, kesuburan, dan keluarga guna menghadapi tantangan demografi berupa penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut.
Melansir Reuters, langkah ini merupakan upaya untuk meningkatkan daya tarik memiliki anak bagi pasangan muda. Pasalnya, China telah mencatat penurunan populasi untuk tahun kedua berturut-turut pada 2023, meskipun tetap menjadi negara dengan populasi terbesar kedua di dunia dengan 1,4 miliar jiwa.
Namun, populasi yang menua dengan cepat menimbulkan ancaman terhadap keberlanjutan ekonomi dan meningkatkan kebutuhan pengeluaran pemerintah.
Menurut laporan China Population News, mahasiswa perguruan tinggi dianggap sebagai kunci utama dalam mengatasi krisis demografi ini. Namun, pandangan mereka terhadap pernikahan dan cinta telah berubah secara signifikan, dengan banyak yang memilih untuk tidak menjalin hubungan romantis.
"Perguruan tinggi dan universitas harus mengambil tanggung jawab untuk memberikan pendidikan pernikahan dan cinta kepada mahasiswa," demikian pernyataan dari China Population News, dikutip dari Reuters, Rabu (4/12).
Tujuannya adalah menciptakan atmosfer budaya pernikahan dan melahirkan anak yang sehat dan positif.
Strategi Pendidikan Cinta
Dalam publikasi tersebut, disebutkan bahwa sekitar 57 persen mahasiswa yang disurvei mengaku tidak ingin menjalin hubungan cinta. Salah satu alasan utama adalah kesulitan mengelola waktu antara studi dan hubungan asmara.
Kurangnya pendidikan tentang pernikahan dan cinta juga disebut sebagai faktor yang membuat pemahaman mahasiswa tentang hubungan emosional menjadi kabur.
Sebagai solusi, universitas diharapkan dapat mengajarkan mahasiswa baru tentang populasi, kondisi nasional, dan konsep baru mengenai pernikahan serta melahirkan anak. Mahasiswa tingkat akhir dan pascasarjana dapat diberikan pembelajaran yang lebih mendalam melalui metode seperti analisis kasus, diskusi kelompok, dan pelatihan komunikasi antar gender.
Hal tersebut dapat membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami pernikahan dan cinta secara benar, serta mengelola hubungan asmara.
Upaya yang Belum Tentu Efektif
Pada bulan November lalu, pemerintah daerah diminta untuk mengarahkan sumber daya untuk mengatasi penurunan populasi dan mempromosikan pernikahan serta melahirkan anak pada usia yang tepat. Sayangnya, para ahli demografi skeptis bahwa langkah ini akan efektif, mengingat generasi muda di China cenderung menolak konvensi pernikahan tradisional.
Meski demikian, pemerintah China tetap optimis bahwa pendidikan cinta di kampus dapat menjadi salah satu solusi untuk membangun generasi muda yang lebih siap menjalin hubungan, berkeluarga, dan berkontribusi pada stabilitas demografi negara.
Reporter Magang: Thalita Dewanty