Anak Muda di China Enggan Menikah, Ternyata Ini Penyebabnya
Isu penurunan jumlah penduduk (atau depopulasi) masih jadi momok bagi beberapa negara, salah satunya China. Enggan menikah jadi salah satu penyebabnya.
Populasi penduduk Negara Tirai Bambu tersebut terus menyusut.
Anak Muda di China Enggan Menikah, Ternyata Ini Penyebabnya
Minat generasi muda China untuk melangsungkan pernikahan terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Buku tahunan sensus China terbaru melaporkan, usia rata-rata pernikahan pertama di negara itu pada tahun 2020 adalah 28,6 tahun. Angka ini hampir empat tahun lebih tua dibanding 10 tahun sebelumnya.
Bagi Jingyi Hou (29), seorang guru sekolah di provinsi Shanxi di utara Cina, menilai pernikahan bukanlah prioritas. Terlepas dari kegigihan orang tuanya dalam mengatur sekitar 20 kencan untuknya selama tiga tahun terakhir, Jingyi tetap melajang dan tidak merasakan urgensi untuk menemukan pasangan hidup. "Pernikahan adalah tentang kebebasan. Tidak semua orang perlu menikah secepat mungkin," katanya kepada DW dikutip Minggu (13/8).Ternyata rendahnya minat generasi muda untuk menikah diakibatkan oleh stres kerja.
Krisis ekonomi China baru-baru ini juga berkontribusi pada kurangnya minat menikah di kalangan muda.
Pada tahun 2023, pengangguran kaum muda China, antara 16 dan 24 tahun, mencapai rekor tertinggi 20,8 persen.
Shan Shan, salah satu generasi muda China mengaku sulit mencari nafkah di pasar kerja saat ini. Sehingga, stres mencari pekerjaan membuatnya tidak punya energi untuk memikirkan pernikahan
Kondisi serupa juga dialami Xiao Gang, seorang insinyur perangkat lunak yang tidak mau dikenal dengan nama aslinya. Dia menyebut bahwa gelombang PHK yang meluas di industri teknologi menambah tekanan tersendiri. Sebab, dia harus mampu bekerja lembur secara teratur karena takut dipecat.
"Ketika teman-teman mengundang saya untuk jalan-jalan dengan gadis-gadis, saya tidak punya energi untuk keluar," jelasnya.
Merdeka.com
Dosen Senior di Lau China Institute di King's College London, Ye Liu menambahkan, ketidaksetaraan gender masih tertanam kuat di China.
Termasuk kuota gender yang diskriminatif dan penilaian bahwa calon pekerja perempuan kemungkinan hamil dan perlu cuti melahirkan.
Alhasil, banyak pekerja perempuan muda China yang harus memilih antara karier mereka atau memulai sebuah keluarga. Padahal, mereka juga harus menempuh jenjang pendidikan yang tinggi untuk mendapatkan jabatan yang tinggi. "Ketika perempuan menghabiskan waktu lebih lama dalam pendidikan, secara alami mereka menunda usia memasuki pernikahan dan menjadi orang tua," kata Ye Liu.