Bank Dunia: Pemilu 2024 Bisa Perlambat Momentum Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh rata-rata 4,9 persen selama 2024-2026.
Ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh rata-rata 4,9 persen selama 2024-2026.
Bank Dunia: Pemilu 2024 Bisa Perlambat Momentum Pertumbuhan Ekonomi
Bank Dunia (World Bank) merilis laporan terkait Prospek Ekonomi Indonesia. Dalam laporan tersebut, menunjukan bahwa per tahun, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 4,9 persen. Kondisi ini terjadi hingga 2026.
"Perekonomian diproyeksi akan tumbuh rata-rata 4,9 persen per tahun selama 2024-2026, mencerminkan terms of trade yang melemah dan normalisasi tren pertumbuhan ekonomi," ujar Ekonom Senior pada perwakilan Bank Dunia Jakarta, Wael Mansour, Rabu (13/12).
Merdeka.com
Dia memaparkan, inflasi di Indonesia akan turun menjadi rata-rata 3,1 persen dan masih akan berada dalam rentang target inflasi Bank Indonesia.Di satu sisi, tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa depan adalah defisit transaksi berjalan secara bertahap yang akan naik menjadi 1,4 persen dari PDB pada tahun 2026. Penyebabnya adalah ekspor yang terhambat akibat harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang melemah.
Prospek ekonomi nasional juga menghadapi beberapa risiko penurunan (downside risks), di antaranya tingginya suku bunga dalam jangka panjang yang dapat membebani biaya pinjaman dan memperketat akses ke pembiayaan eksternal.
Selain itu, guncangan-guncangan terkait ketidakpastian geopolitik dan perubahan iklim dapat menganggu rantai pasokan global, dan dampaknya kinerja perdagangan bisa turun lebih tajam, sehingga mungkin mengurangi penerimaan negara dan memperketat posisi fiskal Indonesia.
Tantangan yang patut diperhatikan menurut Wael adalah kondisi pasca pemilu 2024. Dalam laporan Bank Dunia tertuang bahwa pemilu 2024 dapat memperlambat reformasi pertumbuhan ekonomi.
"Di dalam negeri, Pemilu 2024 bisa memperlambat momentum reformasi yang mendukung pertumbuhan," ucapnya.
Merdeka.com
Merujuk laporan Bank Dunia, Wael juga memaparkan, angka partisipasi tenaga kerja meningkat sebesar 0.9 poin persentase antara tahun 2022-2023 menjadi 69.8 persen, dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 4,6 juta orang yang bekerja sejak tahun 2022.Kemudian, angka pengangguran terus menurun menjadi 5,3 persen, mendekati level pra pandemi yaitu 5.2 persen pada tahun 2018.
"Tetapi, prevalensi pekerjaan kelas menengah mengalami penurunan dari 14 menjadi 9 persen dari total lapangan kerja antara tahun 2019-2022," ucapnya.
Wael mengatakan, GIG ekonomi cukup berdampak terciptanya lapangan kerja baru di Indonesia. Sayangnya, pekerjaan yang muncul belum berada di level kelas menengah.
Seperti kurir makanan, pengendara ojek online dan sebagainya masih lebih dominan dibandingkan munculnya pekerjaan di kelas menengah, atau yang bergaji tinggi.
"Jumlah pekerja mandiri maupun pekerja informal dari lapangan kerja yang ada, mengalami peningkatan, sedangkan jumlah pekerja upahan mengalami penurunan," kata dia.
Dia meyakini ada satu masalah dalam hal permintaan dan kebutuhan, sehingga membuat pekerja informal bergaji minim justru lebih banyak dibandingkan pekerjaan dengan kelas menengah."Saya belum menganalisa hal itu tetapi ini juga bisa jadi kombinasi keduanya (demand and supply) tapi yang harus ditekankan, masalahnya ekonomi ke depan itu sangat kompetitif dalam skala global," ungkapnya.