Ekonomi Indonesia Tangguh, Tapi Kualitas Pekerjaan Malah Turun
Prevalensi pekerjaan kelas menengah mengalami penurunan dari 14 menjadi 9 persen.
Prevalensi pekerjaan kelas menengah mengalami penurunan dari 14 menjadi 9 persen.
Ekonomi Indonesia Tangguh, Tapi Kualitas Pekerjaan Malah Turun
Bank Dunia merilis laporan yang menunjukan bahwa Indonesia telah berhasil mengatasi keterpurukan ekonomi makro dari guncangan global.
Hal ini ditandai dengan pertumbuhan PDB Indonesia tetap kuat meskipun masih belum pulih sepenuhnya sebagaimana kondisi pra pandemi.
Dalam laporan Bank Dunia, Indonesia telah mempertahankan tingkat pertumbuhan di atas 5 persen year on year (YoY) selama 7 triwulan berturut-turut yang sedikit melambat menjadi 4,9 persen pada triwulan ketiga tahun 2023.
Di satu sisi, membaiknya perekonomian Indonesia menjadi tantangan tersendiri di sektor pekerjaan kelas menengah. Ekonomi senior pada Bank Dunia Jakarta, Wael Mansour mengatakan tren pasar tenaga kerja mengalami pemulihan.
"Akan tetap terjadi kemungkinan penurunan kualitas kerja," kata Wael, Rabu (13/12).
Dia memasarkan, angka partisipasi tenaga kerja meningkat sebesar 0.9 poin persentase antara tahun 2022-2023 menjadi 69.8 persen, dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 4,6 juta orang yang bekerja sejak tahun 2022.
Kemudian, angka pengangguran terus menurun menjadi 5,3 persen, mendekati level pra pandemi yaitu 5.2 persen pada tahun 2018.
"Tetapi, prevalensi pekerjaan kelas menengah mengalami penurunan dari 14 menjadi 9 persen dari total lapangan kerja antara tahun 2019-2022," ucapnya.
Wael mengatakan, GIG ekonomi cukup berdampak terciptanya lapangan kerja baru di Indonesia.
Sayangnya, pekerjaan yang muncul belum berada di level kelas menengah.
Seperti kurir makanan, pengendara ojek online dan sebagainya masih lebih dominan dibandingkan munculnya pekerjaan di kelas menengah, atau yang bergaji tinggi.
"Jumlah pekerja mandiri maupun pekerja informal dari lapangan kerja yang ada, mengalami peningkatan, sedangkan jumlah pekerja upahan mengalami penurunan," kata dia.
Dia meyakini ada satu masalah dalam hal permintaan dan kebutuhan, sehingga membuat pekerja informal bergaji minim justru lebih banyak dibandingkan pekerjaan dengan kelas menengah.
"Saya belum menganalisa hal itu tetapi ini juga bisa jadi kombinasi keduanya (demand and supply) tapi yang harus ditekankan, masalahnya ekonomi ke depan itu sangat kompetitif dalam skala global," ungkapnya.
Merdeka.com