Dosen ITB: 66 Persen Driver Ojol Ingin Beralih ke Pekerjaan Formal
Pekerjaan di sektor gig, rentan terhadap ketidakstabilan pendapatan dan kurangnya jaminan sosial.
Dosen School of Business & Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Yorga Permana mengungkapkan sekitar 66 persen pekerja gig atau pekerja yang biasanya bekerja dalam jangka waktu relatif pendek termasuk driver ojek online (Ojol), sebenarnya ingin beralih ke pekerjaan formal.
Meskipun demikian, Yorga menyebut mereka terpaksa bertahan di sektor gig karena keterbatasan opsi pekerjaan lain yang tersedia.
"Jadi ini studi saya, saya sempat merilis opini di blog LSE tentang terjebak di Gig Ekonomi, jadi fokus studi saya tentang para driver ojol, dan akhirnya kesimpulan saya para driver ojol ini sebenarnya pemgen kerja di sektoe formal tapi mereka gak bisa," kata Yorga dalam diskusi Indef 'Kelas Menengah Turun Kelas', Senin (9/9).
Yorga menjelaskan penurunan kelas menengah dan krisis kerja layak telah menjadi masalah sejak sebelum pandemi COVID-19.
Ia mencatat sejak tahun 2014, telah terjadi penurunan kelas menengah yang signifikan dan peningkatan jumlah pekerjaan di sektor gig sebagai respons terhadap kekurangan pekerjaan formal.
Pandemi Covid-19 perburuk situasi
Ketika Pandemi COVID-19 melanda, hal itu mulai memperburuk situasi, namun masalah mendasar telah ada jauh sebelum itu.
"Ini menjadi ancaman karena tentu saja pekerja di gig ini rentan. Tidak ada gaji bukanan, tidak ada stabilitas pendapatan dan sehingga mereka bahkan masuk ke kelompok rentan," terang dia.
Yorga menyoroti dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan pekerjaan baru di DKI Jakarta sebagian besar didorong oleh sektor transportasi berbasis aplikasi, sementara pekerjaan di sektor formal stagnan.
Lebih lanjut, Yorga menekankan pekerjaan di sektor gig, seperti menjadi driver ojol, rentan terhadap ketidakstabilan pendapatan dan kurangnya jaminan sosial.
Ini menciptakan kelompok pekerja yang terjebak dalam kondisi yang kurang menguntungkan, dan menggarisbawahi perlunya reformasi untuk menciptakan pekerjaan yang lebih layak dan stabil di Indonesia.
"Dan salah satu kesimpulannya adalah bisa kita melihat skema kemitaraan yang tidak adil, ekplotasi platform besar-besaran, ekenomi gig, tanpa kita melihat yang jauh bahwa di indonesia krisis kerja layak, sehingga banyak orang yang lari menjadi driver ojol karena tidak adanya pekerjaan," pungkas dia.