Komisi II DPR Terima 495 Aduan Selama 2024, Terbanyak Soal Pemilu-Mafia Tanah
Setahun ini, ada 495 aduan yang diterima Komisi II DPR yang terbagi dalam beberapa kluster.
Komisi II DPR RI menyampaikan hasil kerjanya selama tahun 2024. Setahun ini, ada 495 aduan yang diterima Komisi II DPR yang terbagi dalam beberapa kluster.
"Selama tahun 2024 ini terdapat 495 pengaduan yang masuk ke Komisi II DPR RI yang terdiri dari beberapa klaster," kata Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda dalam konferensi pers di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/12).
Rifqi merinci, 201 aduan masyarakat di antaranya terkait bidang kepemiluan, dari pemilihan legislatif, presiden dan terbanyak terkait pilkada.
Isu yang dilaporkan pun beragam mulai dari netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), netralitas penjabat daerah, politik uang, maupun isu hoaks dan SARA.
"Dan seterusnya, termasuk misalnya bagaimana mobilisasi bantuan sosial yang dilakukan di beberapa tempat," tuturnya.
Klaster Aduan
Berikutnya, klaster yang paling banyak diadukan soal bidang tanah dan tata ruang. Dalam ini, terkait mafia tanah hinga penyerobotan tanah tanpa hak.
"Klaster yang kedua yang paling banyak diadukan ke Komisi II DPR RI, sebanyak 120 aduan masyarakat adalah di bidang pertanahan dan tata ruang," ujarnya.
Aduan terbanyak selanjutnya terkait dengan guru honorer.
"114 aduan terkait dengan bidang ASN yang didominasi terkait dengan honorer," ucapnya.
Rifqi menyebut, Komisi II DPR akan berfokus kepada sejumlah hal, salah satunya adalah terkait persoalan pegawai honorer. Selain itu, Komisi II DPR juga akan berupaya melakukan revisi Undang-Undang ASN.
"Saya kira sudah pada tempatnya bukan hanya pelarangan terhadap pengangkatan honorer yang kita lakukan, tapi pemberian sanksi kepada pejabat yang selama ini kerap kali dengan mudahnya mengangkat honorer tanpa adanya sanksi," ucapnya.
Lebih lanjut, hal yang bakal diupayakan oleh Komisi II DPR di 2025 terkait penataan hukum pertanahan dan tata ruang di Indonesia. Pihaknya tak ingin lagi ada penggunaan tanah tanpa hak di Indonesia.
"Saya pernah sampaikan bahwa penyerobotan dan penggunaan tanah tanpa hak di republik ini sudah melewati batas. Rakyat hanya menjadi penonton, negara dirugikan setiap hari," ungkapnya.
Sementara itu, klaster terakhir sebanyak 60 aduan di bidang otonomi daerah terkait pengajuan dan keinginan menghadirkan daerah otonomi baru, kabupaten, kota, dan provinsi di Indonesia.