DKPP Dibanjiri Aduan Pelanggaran Penyelenggara Pemilu, Ada Terlibat Asusila hingga Terjerat Pinjol
Pelanggaran penyelenggara Pemilu itu terjadi saat non tahanan masa Pemilu dan Pilkada.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengerjakan pengaduan nontahapan di luar masa pemilu dan pilkada. Pengaduan diterima DKPP selama masa pemilu maupun pilkada atau di luar masa pemilu/pilkada.
"Non tahapan ini kebanyakan perilaku penyelenggara pemilu. Macam-macam pengaduannya, ada yang dilaporkan persoalan-persoalan asusila, internal rumah tangga, main judi online, prostitusi online, punya utang enggak dibayar-bayar, terjebak pinjaman online, jarang ngantor, hingga bekerja di tempat lain," kata Anggota DKPP RI Muhammad Tio Aliansyah saat dikonfirmasi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/9).
Tio menyebutkan pada tahun 2020 jumlah pengaduan 196, kemudian pada saat penyelenggaraan Pilkada 2021 sebanyak 172 pengaduan, lalu pada tahun 2022 sejumlah 49 pengaduan.
Pada tahun 2022, lanjut dia, meskipun bukan masa pemilu/pilkada, perekrutan badan ad hoc menjadi salah satu topik yang paling banyak diadukan. Perekrutan badan ad hoc juga ramai diadukan pada tahun 2023.
"Pada waktu itu Bawaslu merekrut pengawas pemilu di tingkat kecamatan dan desa itu pada tahun 2022, kemudian pada tahun 2023 sebanyak 145 pengaduan, termasuk perekrutan badan ad hoc di Bawaslu maupun KPU," kata Tio.
Sementara itu, jumlah perkara kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) yang diterima DKPP pada tahun ini hingga 25 September 2024 pukul 20.15 WIB berjumlah 514 perkara.
Jumlah perkara yang memenuhi syarat verifikasi administrasi sejumlah 278 dan sebanyak 207 perkara memenuhi syarat verifikasi materiel.
Ketika verifikasi materiel sudah dilakukan, dilimpahkan ke bagian persidangan untuk dilakukan sidang pemeriksaan yang sudah dikeluarkan nomor perkara.
"Kalau sudah ada nomor perkara, siap dilakukan sidang pemeriksaan," kata Tio, demikian dikutip Antara.