BUMN: Utang Bertambah Untuk Investasi, Pasti Mampu Dibayar
Merdeka.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menekankan kemampuan untuk membayar utang BUMN masih terjaga di rentang yang aman. Namun tak dipungkiri, utang BUMN dari 2015-2018 tercatat terus mengalami kenaikan.
Sekretaris Menteri BUMN, Imam Apriyanto Putro, menjelaskan salah satu yang membuat utang bertambah adalah untuk kegiatan investasi. Dalam melakukan proyek, perusahaan pasti membutuhkan dana dari ekuitas dan utang.
"Kemampuan bayar utang, aman. Kan kemampuan bayarnya dari pendapatan. Namanya proyek, pasti ada porsi ekuitas dan utang," jelas dia saat ditemui usai Rapat Koordinasi BUMN 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (28/2).
-
Apa tugas Kementerian BUMN? Kementerian BUMN Bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara
-
Bagaimana Kementerian BUMN mengelola BUMN? Fungsi Kementerian BUMN Perumusan dan penetapan kebijakan sekaligus koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, di bidang pengembangan usaha, inisiatif bisnis strategis, penguatan daya saing dan sinergi, penguatan kinerja, penciptaan pertumbuhan berkelanjutan, restrukturisasi, pengelolaan hukum dan peraturan perundang-undangan, manajemen sumber daya manusia, teknologi dan informasi, keuangan dan manajemen risiko BUMN.
-
Mengapa BNI tingkatkan kredit BUMN? Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan memasuki semester kedua 2023, perseroan mulai melihat banyak BUMN yang berbenah dan siap untuk melakukan ekspansi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih kuat.
-
BUMN dan BUMS punya tujuan apa? BUMS sendiri didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
-
Kenapa Kementerian BUMN dibentuk? Pada masa Kabinet Pembangunan VI, namanya menjadi Kantor Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN.
-
Siapa yang mengawasi kinerja BUMN setelah PMN? 'Komisi XI DPR RI akan meminta BPK RI melakukan Audit Kinerja LPEI dan bisnis model yang baru guna memastikan keberlanjutan kinerja LPEI,' ujarnya.
Dia menjabarkan, pada 2015, utang BUMN sebesar Rp 1.299 triliun, kemudian Rp 1.413 triliun untuk 2016, dan Rp 1.623 triliun 2017 serta Rp 2.394 triliun pada 2018. Dia memastikan BUMN mampu membayar utang. "Orang perusahaan tumbuh, berkembang besar," ujarnya.
Seperti diketahui, sejauh ini ada 10 BUMN pemilik utang terbesar. Sepuluh BUMN tersebut adalah BRI, Mandiri, BNI, PLN, Pertamina, BTN, Taspen, Waskita Karya, Telekomunikasi dan Pupuk Indonesia.
Reporter: Bawono Yadika Tulus
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Baca SelengkapnyaPeningkatan tersebut terutama disalurkan kepada BUMN yang menjalankan fungsi strategis bagi negara seperti PLN, Pertamina, dan BULOG.
Baca SelengkapnyaPerkembangan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada SBN.
Baca SelengkapnyaRasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Baca Selengkapnya"Utang itu tidak berarti kita kemudian ugal-ugalan, oleh karena itu kita harus hati-hati sekali," kata Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaUtang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDari segi pendapatan, kata Erick, meningkat dari Rp1.930 triliun pada 2020 ke Rp2.933 triliun pada 2023.
Baca SelengkapnyaBesaran penjaminan akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan PT PII.
Baca SelengkapnyaMayoritas utang pemerintah per Juni 2024 didominasi oleh SBN sebesar 87,85 persen, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 12,15 persen.
Baca SelengkapnyaBUMN juga harus memperhatikan peran pembagunan ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaKepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.
Baca SelengkapnyaRealisasi tersebut setara dengan 33,1 persen dari target APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun.
Baca Selengkapnya