Dirut Garuda Indonesia Angkat Suara Terkait Wacana Merger dengan Pelita Air
Rencana merger tersebut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja Garuda Indonesia.
Rencana merger Garuda Indonesia Group bersama Pelita Air masih dalam tahap awal.
Dirut Garuda Indonesia Angkat Suara Terkait Wacana Merger dengan Pelita Air
Dirut Garuda Indonesia Angkat Suara Terkait Wacana Merger dengan Pelita Air
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra buka suara terkait rencana merger bisnis Garuda Indonesia Group bersama dengan Pelita Air. Dia menyambut baik wacana merger tersebut karena akan memperkuat bisnis Garuda Indonesia pasca restrukturisasi. "Dapat kami sampaikan bahwa hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," kata Irfan di Jakarta, Selasa (22/8).
Irfan menekankan, rencana merger Garuda Indonesia Group bersama Pelita Air masih dalam tahap awal. Di mana pihaknya tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis untuk mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.
Irfan menambahkan, rencana merger tersebut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja Garuda Indonesia. Khususnya pasca-restrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia.
"(Merger) tersebut menjadi sinyal positif bagi penguatan fundamental kinerja perusahaan khususnya pasca restrukturisasi," ujar Irfan.
Mengenai proyeksi dari proses merger ini, pihaknya berjanji akan terus menginformasikan secara berkelanjutan kepada publik. Terutama terkait tindak lanjut penjajakan yang lebih spesifik atas realisasi rencana strategis tersebut.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan melakukan penggabungan usaha (merger) terhadap tiga maskapai pelat merah. Yakni, Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air. Erick Thohir mengatakan, rencana merger tersebut bagian dari proses efisiensi untuk menekan biaya logistik. Menurutnya, efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara yang ia pimpin.
"Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," kata Erick dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (22/8).
Erick mengungkapkan, saat ini, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat yang menjadi penyebab mahalnya biaya logistik. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Di Amerika Serikat, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai USD 40 ribu."Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.