Impor BBM Bikin APBN Terkuras Rp250 Triliun Per Tahun, Pemerintah Minta Masyarakat Beralih ke Kendaraan Listrik
Hanya 11 persen dinikmati kelompok masyarakat di desil 1-5, sementara sisa pengguna BBM dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastuktur Dasar Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK), Rachmat Kaimuddin melaporkan sebanyak 60 persen bahan bakar minyak (BBM) berasal dari impor.
Adapun, realisasi anggaran hingga Rp250 triliun per tahun untuk impor bahan bakar minyak (BBM).
"Kita hari ini mengimpor 60 persen dari oil kita, diimport. Kita hitung rata-ratanya selama lima tahun, kira-kira kita spend (pengeluaran) Rp250 triliun setiap tahunnya," ujarnya dalam acara Strategic Forum Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik Nasional di Menara Danareksa, Jakarta, Rabu (12/2).
Diakuinya anggaran untuk impor BBM tersebut cukup membebani neraca dagang Indonesia. Ironisnya anggaran jumbo tersebut masih belum tepat sasaran.
Laporan Bank Dunia (World Bank) menyebutkan, program subsidi BBM hanya 11 persen dinikmati kelompok masyarakat di desil 1-5. Sementara sisa pengguna BBM dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.
"Jadi memang ada mismatched (ketidaksesuaian) dari subsidi dan tingkat ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Tak cuma itu, dampak lain dari penggunaan BBM berbasis fosil adalah membawa dampak buruk bagi polusi udara. Khususnya di saat musim kemarau.
"Yang juga tidak kalah menariknya, terutama buat kita-kita yang di Jakarta, kalau di musim kemarau, polusi udara yang buruk, itu kita juga sudah lihat data-datanya sekitar 40 sampai 60 persen polusi udara itu bersumber dari emisi exhaust, asap knalpot," beber dia.
Rachmat menyebut penggunaan mobil listrik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi keterangannya impor BBM. Selain itu, kendaraan listrik juga lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan bahan bakar fosil.
"Nah, oleh karena itu kita merasa mendorong ekosistem generalisasi ini cocok untuk Indonesia. Tapi kita juga perlu memastikan bahwa kita tidak hanya berpikir penggunaannya. Bahwa orang-orang Indonesia banyak yang berpindah ke EV (kendaraan listrik)," ucapnya.
Pemerintah sendiri telah memberikan sejumlah insentif untuk mendorong pembelian kendaraan listrik. Namun, insentif ini hanya berlaku bagi produsen kendaraan listrik yang telah memenuhi ketentuan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Untuk beberapa tahun ini, kita berikan demand side insentif. Mobil, kita berikan insentif PPN di tanggung pemerintah 10 persem. Tapi syaratnya hanya yang punya TKDN atau ada nilai tambah di Indonesia sesuai peraturan Kemenperin, yaitu 40 persen," tandasnya.