MPSI: Batas Produksi SKT Golongan 2 Naik, Pabrikan Rokok Kecil Terancam
Merdeka.com - Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), Djoko Wahyudi meminta pemerintah untuk tidak menaikkan batasan produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 2. Naiknya batasan produksi dari 2 miliar batang rokok menjadi 3 miliar batang per tahunnya akan mematikan pabrikan rokok kecil.
Djoko mengatakan, hal ini akan membuat pabrikan kecil berhadapan langsung dengan pabrikan besar yang memiliki kekuatan modal tinggi.
"Saya rasa Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, sangat bijak dalam mengambil keputusan. Pabrikan rokok kecil akan bertambah habis karena tidak mampu bersaing dengan pabrikan besar. Ini golongan bawah yang harus dilindungi," kata Djoko seperti dikutip dari Antara, Selasa (13/11).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana dampak kemasan rokok polos tanpa merek pada perekonomian nasional? Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
Batasan produksi untuk segmen SKT saat ini, kata Djoko sudah tepat. Pabrikan yang produksi rokok hingga 500 juta batang akan masuk ke golongan 3, dan pabrikan yang produksi antara 500 juta hingga dua miliar batang masuk ke golongan 2. Sementara itu, pabrikan yang produksi di atas dua miliar batang masuk ke golongan 1. Atas dasar itu, Djoko berharap pemerintah melindungi pabrikan rokok kecil dengan tidak menaikkan batas produksi, khususnya untuk SKT golongan 2.
"Ini keuntungan bagi mereka yang punya kekuatan modal. Pabrikan yang produksi lebih dari 2 miliar batang harusnya naik ke golongan I. Pemerintah saya harap bijaksana," tegas Djoko.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Indah Kurnia juga mengingatkan pemerintah agar memperhatikan kelangsungan usaha pabrikan rokok kecil. Karena itu, pemerintah harus terus menjalankan kebijakan simplifikasi tarif cukai. Ditambah lagi masih banyaknya ditemukan kecurangan yang dilakukan pabrikan rokok asing dalam membayar tarif cukai.
"Kebijakan ini menutup celah penghindaran pajak dari pabrikan besar asing dunia yang saat ini masih membayar cukai rendah dalam sistem cukai rokok yang berlaku saat ini. Salah satu isi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 adalah mempertahankan batas produksi untuk sigaret kretek tangan (SKT) yang ditetapkan sebesar 2 miliar batang/tahun untuk golongan II dan juga penggabungan batas produksi untuk segmen sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM)," kata Indah.
Menurut Indah, kebijakan yang dibuat pemerintah dalam PMK 146/2017 sudah tepat. Atas dasar itu, dia meminta pemerintah untuk tidak mengubahnya. Perubahan kebijakan hanya akan menimbulkan polemik baru. "Jangan sampai kebijakan yang sudah pro pabrikan kecil diubah. Pastinya akan menimbulkan pertanyaan," tegas Indah.
Dukungan konsistensi agar pemerintah terus menjalankan kebijakan ini datang dari Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo. Selain itu, dia juga berharap pemerintah juga melanjutkan kebijakan penyederhanaan tarif cukai rokok. Menurut Prijo, penyederhanaan tarif akan meningkatkan pendapatan negara yang dapat dipakai menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Dengan penyederhanaan tingkat tarif cukai rokok, Indonesia sangat mungkin terselamatkan dari beban biaya kesehatan sekaligus tingginya prevalensi perokok yang merupakan calon peserta yang akan melakukan klaim kesehatan dari penyakit berat," ujarnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBanyak masyarakat di Indonesia beralih mengkonsumsi rokok murah.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok.
Baca SelengkapnyaDengan adanya pelarangan menjual rokok secara eceran maka pengeluaran masyarakat akan semakin besar untuk membeli rokok.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melarang penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang dikhawatirkan yakni kenaikan cukai 2025
Baca SelengkapnyaKontribusi penting IHT tidak hanya pada pemasukan negara, tetapi juga penyerapan lapangan kerja.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca Selengkapnya