Omnibus Law Perpajakan, Negara Berpotensi Kehilangan Pendapatan Rp80 Triliun
Merdeka.com - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo menyebut bahwa kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atau PPh dalam Omnibus Law Perpajakan berpotensi menghilangkan penerimaan pajak sebesar Rp80 triliun.
"Esensinya tarif turun tapi bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi. Sekitar Rp80 triliun untuk estimasi turunnya karena tarif turun," kata Suryo di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (11/2).
Menurut Suryo, potensi hilangnya penerimaan pajak tersebut hanya untuk penurunan PPh sedangkan substansi lain yang juga ada pada RUU Omnibus Law Perpajakan belum dihitung.
-
Apa yang akan dihapus oleh pemerintah? Pemerintah akan menghapus kredit macet segmen Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) di bank.
-
Bagaimana caranya mendapatkan potongan pajak? Kendaraan yang terdaftar di wilayah hukum Polda Jabar akan mendapatkan diskon 10 persen untuk pembayaran pajak tahunan mereka, dengan syarat-syarat tertentu yang berlaku, sepert e-KTP untuk nama pribadi, STNK dan SKKP asli (tidak digambar), dan pembayaran melalui Qris, virtual account, atau EDC Direct Debit (GPN).
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Apa manfaat pajak untuk ekonomi Sumut? Pajak dapat digunakan untuk mengatur aktivitas ekonomi dengan memberikan insentif melalui berbagai pajak seperti pajak penjualan, pajak pertambahan nilai, dan lain sebagainya. Hal ini dapat membantu mengendalikan inflasi dan mengurangi dampak ketimpangan sosial.
-
Apa yang diklaim dihapus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
"Fasilitas yang coba diberikan bagaimana uang pajak yang diberikan kepada negara dikembalikan pada bisnis untuk menggerakkan atau ekspansi bisnisnya," katanya.
Melalui penurunan PPh, diharapkan dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru yang memunculkan pajak di dalamnya sehingga mampu lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut terjadi karena penurunan tarif PPh dinilai dapat memberikan insentif baru bagi kegiatan investasi melalui adanya peningkatan terhadap konsumsi maupun jumlah karyawan. "Jumlah konsumsi meningkat, karyawan bertambah. Harapan eksternalitas dari policy ini untuk meningkatkan perekonomian dan penerimaan pajak," katanya.
Siapkan Langkah Mitigasi
Suryo menuturkan pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk memitigasi adanya penurunan penerimaan negara tersebut seperti dengan memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi.
"Pada 2020 kami mencoba mengubah pola kerja kita untuk melakukan ekstensifikasi pengawasan berbasis kewilayahan terutama di KPP Pratama untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi," katanya.
Ekstensifikasi berbasis kewilayahan merupakan upaya yang dilaksanakan untuk menjaring WP baru berkualitas dengan cara survei lapangan geotagging (SLGT) serta menggunakan basis data kependudukan dan data ILAP.
"Upaya kita bagaimana tax ratio naik melalui perluasan basis perpajakan itu termasuk siapa yang belum masuk kelas jadi kita bawa nanti WP ke dalam sistem. Kita proporsional dan berkeadilan," ujarnya.
Di sisi lain, dia menyebutkan meskipun draf Omnibus Law Perpajakan telah diserahkan kepada DPR sejak akhir Januari 2020 namun baru akan mulai berlaku dan diimplementasikan jika telah disahkan.
"RUU sudah disampaikan ke dewan akhir Januari. Berlakunya ini ketika diketok dan berlaku jadi kita masih menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan," ujarnya.
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak DJP Nufransa Wira Sakti mengatakan untuk proses selanjutnya mengenai Omnibus Law Perpajakan juga masih menunggu keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pembahasan melalui Badan Legislasi Panja atau Pansus
"Proses pembahasan Omnibus sudah diserahkan 31 januari nanti kita tunggu Bamus DPR untuk membahas apakah RUU akan dibahas di Baleg Panja atau Pansus jadi kita tunggu paripurna dari musyawarah," katanya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat penurunan nilai penerimaan pajak hingga April 2024.
Baca SelengkapnyaPajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41 persen dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73 persen dari target.
Baca SelengkapnyaPer Maret 2024, realisasi PPh Migas mencapai Rp14,53 triliun atau 19,02 persen dari target.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani merinci, penerimaan pajak terbesar disumbang Pajak penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp593,76 triliun.
Baca SelengkapnyaAngka ini sudah 88,69 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Baca SelengkapnyaPenerimaan pajak sejak Januari-Agustus 2024 telah mencapai Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari target APBN.
Baca SelengkapnyaHingga akhir April 2024, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp624,19 triliun.
Baca SelengkapnyaPemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.
Baca SelengkapnyaAdapun total penerimaan pajak berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas Rp810,76 triliun atau 76,24 persen dari target.
Baca SelengkapnyaTotal pendapatan negara pada tahun 2025 terdiri dari penerimaan perpajakan yaitu dari pajak dan cukai sebesar Rp2.490,9 triliun.
Baca SelengkapnyaHingga September 2023, penerimaan pajak capai Rp1.387,78 Triliun.
Baca SelengkapnyaAngka ini mencapai 70 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan di dalam APBN.
Baca Selengkapnya