Ketua LPS: Indonesia Tak Butuh Kenaikan PPN 12 Persen, Sisa Anggaran Tahun Lalu Masih Ada
Pemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.
Purbaya mengaku sependapat jika lonjakan pengenaan pajak tersebut diperlukan untuk mengungkit pendapatan negara.
Ketua LPS: Indonesia Tak Butuh Kenaikan PPN 12 Persen, Sisa Anggaran Tahun Lalu Masih Ada
Ketua LPS: Indonesia Tak Butuh Kenaikan PPN 12 Persen, Sisa Anggaran Tahun Lalu Masih Ada
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal kebijakan pemerintah yang akan menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.
Purbaya mengaku sependapat jika lonjakan pengenaan pajak tersebut diperlukan untuk mengungkit pendapatan negara.
Namun, di sisi lain, dia menganggap sebenarnya pemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.
"Tapi saya kritisi lebih bagus diperbaiki sistem yang ada, sehingga dari yang ada misal 10 persen kan, tapi masuk semua. Itu lebih baik dampaknya ke keuangan negara," kata Purbaya dalam sesi temu media di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (21/3).
"Kalau saya lihat juga dari kelebihan dari uang pemerintah setiap tahun yang tidak terpakai, tidak butuh juga kenaikan PPN sebesar itu," tegas dia.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa mengakali kebutuhan uang negara dengan cara memperbaiki efisiensi pengaturan pajak, ketimbang menaikan PPN di tengah situasi ekonomi yang tak menentu.
"Jadi ketika ekonomi susah, harusnya kita memberi stimulus perekonomian memang pendapatan pajak perlu ditingkatkan, tapi bukan dengan berburu di kebun binatang," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan kenaikan tarif PPN yang dinaikkan menjadi 12 persen di 2025 akan dilaksanakan pada pemerintahan selanjutnya.
Di mana, mayoritas masyarakat Indonesia telah menjatuhkan pilihannya kepada keberlanjutan. Dengan demikian, kebijakan masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan terus dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya.
"Pertama tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan. Tentu kalau keberlanjutan, program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN," kata Airlangga saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.
Sebagaimana ketetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.
Untuk diketahui, tarif PPN sendiri telah ditetapkan pemerintah Indonesia menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12 persen di tahun 2025.
Hal ini disebut dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN.
Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif PPN ini mengalami kenaikan sebesar 1 persen dimana sebelum perubahan ditetapkan sebesar 10 persen.