Pengangguran di Indonesia Masih Banyak, Ternyata Ini Biang Keroknya
Menaker Ida mengatakan, ada beberapa penyebab masih banyak pengangguran di Indonesia.
Menaker Ida mengatakan, ada beberapa penyebab masih banyak pengangguran di Indonesia.
Pengangguran di Indonesia Masih Banyak, Ternyata Ini Biang Keroknya
Menteri Ketenagakerjaa (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, salah satu tantangan ketenagakerjaan Indonesia adalah masih adanya kesenjangan antara sisi supply dan demand di pasar kerja.
Tercatat sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK dan MA setiap tahun tidak tertampung di perguruan tinggi, sehingga terpaksa harus masuk ke pasar kerja.
"Ini yang menjadi salah satu tantangan ketenagakerjaan Indonesia adalah adanya kesenjangan antar sisi supply dan demand pasar tenaga kerja," kata Menaker dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (14/11/2023).
Merdeka.com
Di samping itu, dengan adanya kesenjangan di sisi supply dan demand, kemudian muncul tantangan lain yakni kemampuan (skill) para lulusan SMA/SMK dan MA di bidang teknologi digital masih rendah.
"Digital skill menjadi tantangan dalam memenuhi kebutuhan industri di masa mendatang," ujarnya.
Selain kemampuan teknologi digital, sisi softskill mengenai kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreativitas, dan komunikasi juga sangat diperlukan di pasar tenaga kerja saat ini dan masa depan.
Namun demikian, keterampilan digital yang dimiliki tenaga Kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum.
Hal itu bisa dilihat dari tingkat pengangguran terbuka masih di atas 5 persen yakni 5,32 persen.
Kendati begitu, tingkat pengangguran terbuka tersebut sudah mulai mendekati angka sebelum pandemi yakni 5,23 persen pada Agustus 2019. Sementara, jika dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, Agustus 2021 sebesar 6,49 persen, dan Agustus 2022 5,86 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka Agustus 2023 terbilang mengalami penurunan.
"Ini bisa dilihat dari tingkat pengangguran terbuka (TPT), ini mulai dari TPT tahun 2019 sekarang Agustus 2023 TPT kita. Alhamdulillah sudah mendekati sebelum pandemi 5,32 persen," pungkasnya.
Merdeka.com