Permigan, Perusahaan Saingan Berat Pertamina di Era Soekarno
Permigan dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 199 yang berlaku dan diundangkan pada 5 Juni 1961.
PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas andalan Indonesia.
Permigan, Perusahaan Saingan Berat Pertamina di Era Soekarno
Namun, dalam catatan sejarah, Pertamina pernah memiliki "saingan" berat sebagai perusahaan energi di Indonesia.
Dia adalah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Dan gas Nasional (Permigan).
Dalam sejumlah referensi, Permigan dipimpin oleh Nirwono Judo, seorang tokoh Serikat Buruh Minyak (SBM).
Perusahaan ini juga di bawah "perlindungan" Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan yang saat itu dijabat oleh Chairul Saleh.
Tujuan didirikan Permigan yaitu untuk menandingi tentara dan sebagai konsesi untuk Partai Komunis Indonesia (PKI).
Chairul Saleh tidak setuju jika Pertamina, dahulu bernama Permina, dipimpin oleh Ibnu Sutowo yang notabene berpangkat Letnan Jenderal TNI yang sangat kontra dengan PKI. Sementara dahulu, Permina merupakan perusahaan milik tentara.
Selain Permigan dan Permina, ada juga perusahaan migas yang didirikan oleh pemerintah bernama Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia (Pertamin). Secara tak langsung, ada pembagian pengelolaan minyak bumi yakni tentara menguasai minyak di luar Jawa melalui Permina dan Pertamin, sedangkan Permigan menguasai minyak dengan sumber amat kecil di Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Permigan mendapatkan konsesi di Cepu yang mempunyai kantor pusat dan kilang minyak, Kawengan, serta Ledok yang membawahi kilang-kilang Nglobo, Semanggi, dan Wonocolo. Dalam operasionalnya, Permigan hanya mengelola tambang minyak tua berumur 30-40 tahun dengan peralatan seadanya. Produksinya pun sangat kecil, rata-rata 800 barel per hari. Kondisi ini sangat kontras dengan Permina yang saat itu memproduksi 15.600 barel per hari dan Pertamin 30.000 barel per hari.
Persaingan semakin ketat ketika Permigan membeli fasilitas-fasilitas pemurnian dan produksi Shell di Jawa Tengah pada 1962.
Pembelian termasuk kantor-kantor, rumah tempat tinggal, pipa minyak antara Cepu sampai Surabaya seharga 1,5 juta poundsterling dengan jalan diangsur dalam jangka waktu lima tahun.
Proyek lain Permigan dimulai pada pertengahan 1963 di bawah arahan Soemantri, seorang insinyur yang pernah bekerja di Permina.
Proyek ini adalah rekonstruksi pabrik lilin di Cepu yang telah menganggur sejak sebelum perang.
Saat itu, Permigan ingin menggunakan pabrik lilin untuk memproses residu dari kilang Cepu menjadi lilin. Namun, sampai pabrik lilin selesai pada 1964, Permigan hanya membakar residu. Permigan juga menjalankan misi dagang dengan Rumania. Kerja sama yang disepakati meliputi pengiriman 300 gerbong kereta tangki yang akan dirakit di Indonesia pada 1964 dan pengiriman minyak pelumas dari Rumania pada Februari 1965.Akan tetapi, minyak pelumas itu mengalami sedimentasi dalam perjalanan dan tiba dalam kondisi tidak memuaskan pada September 1965. Selain dengan Rumania, pada awal 1965 misi dagang Rusia menawarkan pembangunan kilang-kilang di Jawa Barat, termasuk peralatan pengeboran dan suku cadang. Kontrak kredit ditandatangani pada 5 Juli 1965 antara perusahaan minyak Rusia V.O. Machinoexport dan Permigan senilai sekitar USD1.15 juta selama delapan tahun dengan bunga 4 persen.
Namun kesamaan ideologi itu tak menjamin hubungan kerja sama berjalan baik terlihat dari keduanya yang saling mengeluh. Rusia mengeluhkan kelambatan pengadaan letter of credit LoC, sedangkan Permigan mengeluh karena lima orang yang dikirim ke Moskow dan Kharkov malah mendapat pelatihan taksi. Pada 4 Januari 1966, Permigan dibubarkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1966, semua kekayaan Permigan menjadi milik negara melalui Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi,
Fasilitas pemasaran diserahkan kepada Pertamin dan fasilitas produksi kepada Permina.
Pada 20 Agustus 1968, Pertamin dan Permina kemudian dilebur menjadi Pertamina.