Rumusan Cukai Hasil Tembakau 2025 Disarankan untuk Ditinjau Ulang, Ini Sederet Alasannya
Jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai.
Jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai.
Kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok yang berlebihan dinilai akan sangat memberatkan pelaku industri hasil tembakau (IHT).
Namun, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan rencana kenaikan cukai, sejumlah pihak merekomendasikan agar kenaikannya moderat, tidak lebih dari dua digit dan sesuai dengan tingkat inflasi saat ini.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho berpendapat bahwa jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai.
Rumusan yang baku, transparan, dan jelas sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan juga keberlangsungan dari IHT itu sendiri
"Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dijadikan saat ini bagi para Pemerintah dalam menentukan besaran cukai CHT. Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5 persen, lalu inflasi di angka 3 persen dan faktor kesahatan tidak lebih dari 1 persen, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9 persen. Sehingga pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang dua digit tersebut produksi dari industri hasil tembakau itu menurun dan penerimaan negara dalam bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun,” ungkap Andry.
Pengendalian konsumsi rokok tidak hanya terletak pada tarif cukai saja, tetapi juga pada insentif dan fiskal. Apalagi kenaikan cukai yang eksesif bagi IHT akan berdampak ke sektor lain yang terkait seperti pertanian, padat karya, tenaga kerja, dan juga ritel.
"Sampai saat ini belum ada arah yang jelas kesana dan masih bersifat memaksa. karena kalau kita hanya fokus pada kenaikan tarif cukai pasti akan berimplikasi pada meningkatnya rokok ilegal," jelasnya.
Sebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat. Sementara itu pabrikan tidak bisa begitu aja mengalihkan beban kenaikan tarif cukai secara langsung dan serentak kepada konsumen.
Hasilnya konsumen 'terpaksa' berpindah ke rokok yang lebih terjangkau dan malah membuka peluang pasar yang lebih luas bagi peredaran rokok ilegal.
"Kami menilai estimasi rokok ilegal yang disurvei oleh Bea Cukai masih tergolong rendah. Karena etika rokok ilegal terus meningkat tentu cerminan yang buruk terhadap Bea Cukai. Padahal kalau kita berbicara rokok ilegal tidak hanya tupoksi Bea Cukai tapi sudah masuk kejahatan internasional atau kejahatan cross border,” tegas dia.
Menurut Andry hal tersebut yang membuat kenapa survei rokok ilegal itu selalu rendah sehingga diperlukan data pembanding untuk melihat apakah betul survei yang dilakukan oleh Kemenkeu telah mencakup peradaran rokok ilegal secara menyeluruh.
“Baik dari segi asosiasi dan kami sendiri menilai peredaran rokok ilegal semakin besar seiring dengan meningkatnya tarif cukai yang cenderung esksesif,” pungkas dia.
Per 1 Januari 2024, tarif cukai hasil tembakau naik 10 persen.
Baca Selengkapnya"Kami juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali terkait kenaikan tahunan cukai hasil tembakau."
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaIpah menyebut, kenaikan harga telur ayam telah berlangsung selama satu pekan terakhir.
Baca SelengkapnyaTebak-tebakan bukan hanya sebuah hiburan, tapi juga cara yang seru untuk mengasah otak.
Baca SelengkapnyaAksi yang dilakukan ini harapannya bisa membuat Pemilu 2024 berjalan damai.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaPemicu masih mahalnya harga beras disebabkan oleh pola konsumsi beras dan masa tanam hingga panen.
Baca Selengkapnya