Strategi Vidio Jadi Platform OTT Nomor Satu di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+
Konsumsi konten masyarakat Indonesia tidak hanya di platform televisi, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka berpindah ke platform digital.
Kebiasaan lama yang sering dilakukan kini sudah tergantikan dengan cara baru yang lebih praktis, misalnya menonton film di televisi (TV).
Strategi Vidio Jadi Platform OTT Nomor Satu di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+
Strategi Vidio Jadi Platform OTT Nomor Satu di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+
Pesatnya perkembangan digitalisasi membuat masyarakat lebih cepat melek teknologi. Misalnya, pengggunaan smartphone yang dapat menyajikan berbagai informasi dan membantu pengguna untuk menyelesaikan aktivitas, seperti bekerja, belajar hingga mendapatkan hiburan melalui jaringan internet yang terpasang.
Sehingga tanpa disadari, kebiasaan lama yang sering dilakukan kini sudah tergantikan dengan cara baru yang lebih praktis, misalnya menonton film di televisi (TV).
Masyarakat saat ini lebih memilih menonton melalui platform video streaming, seperti YouTube, Instagram, TikTok hingga over the top (OTT) berbayar mulai dari Viu, Netflix, Disney+, sampai We TV.
Melihat kebiasaan yang sudah beralih itupun, PT Surya Citra Media (SCM) berinsiatif untuk mendirikan OTT, bernama Vidio pada 2014 lalu.
Managing Director Emtek, CEO SCM & Vidio, Sutanto Hartono menyadari, konsumsi konten masyarakat Indonesia tidak hanya di platform televisi, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka berpindah ke platform digital.
Sehingga perusahaan perlu mengubah mode bisnis, dengan masuk ke industri digital maupun sosial media.
"Kami di SCM, kita pun sama-sama mengalami challenge (tantangan) bahwa kita kuatnya di free to air TV (FTA TV). Tapi seperti yang kita ketahui bersama bahwa kue iklan ke TV makin tahun makin mengecil. Salah satunya karena faktor kebiasaan masyarakat mengonsumsi konten tidak hanya di TV, tapi sudah berlalu juga ke digital. Sehingga kita pun perlu juga mengubah bisnis model kita," Kata Sutanto dalam acara media gathering Vidio, Jakarta, Selasa (5/3).
Hal senada pun disampaikan Executive Director dan Co-Founder of Media Partners Asia, Vivek Couto. Dia menyampaikan, perubahan signifikan dalam preferensi audiens dari televisi ke video online mengalami pertumbuhan yang cepat.
Saat ini, sektor video online Indonesia memiliki nilai sebesar USD1,3miliar atau Rp20,1 triliun (kurs Rp15.494).
Sedangkan segmen Video on Demand (VOD) premium mencapai USD500 juta atau Rp7,7 triliun.
Selain itu, statistik menunjukan peningkatan jumlah penduduk kelas menengah diprediksi akan terus bertumbuh setidaknya hingga tahun 2028. Generasi Z mulai rentang usia 18 sampai 39 di tahun 2023 mencapai 52 persen dari total populasi Indonesia.
Ditambah lagi dengan penetrasi pengguna smartphone yang luas, menjadi dasar mendukung pertumbuhan OTT di Indonesia.
"Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai pasar video online terbesar di Asia Tenggara, hingga para pemain lokal pun harus menghadapi para pemain global yang tidak sedikit," papar Viviek.
Managing Director Emtek, CEO SCM & Vidio, Sutanto Hartono kemudian menceritakan bahwa pada saat mendirikan Vidio, banyak sekali tantangan yang dihadapi perusahaan. Pertama, bersaing dengan pemain global.
Dia menyebut Vidio tidak hanya bersaing sesama perusahaan lokal, tetapi juga bersaing dengan perusahaan global, seperti Netflix hingga Disney+.
"Kita tidak hanya bersaing sesama perusahaan lokal tapi yang lebih berat lagi adalah bersaing dengan Netflix, bersaing dengan Disney+, bahkan on the free site kita bersaing dengan YouTube dengan TikTok dan sebagainya jadi ini adalah tantangan," kata Sutanto.
Tantangan kedua yakni rendahnya kebiasaan berlangganan.
"Kalau kita mau meminta orang Indonesia berlangganan, susah, ya maunya gratis," imbuhnya.
Ketiga adalah tingginya pembajakan. Memang tidak diragukan lagi, kecanggihan teknologi digital memberikan kemudahan untuk mendapatkan link-link bajakan.
"Musuh kita bersama adalah piracy yang luar biasa. Nah ini diperparah dengan teknologi digital di mana kita jauh lebih mudah untuk mendapatkan link bajakan itu," ucap Susanto.
Keempat, Average Revenue Per Unit (APRU) atau jumlah rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh setiap pengguna yang rendah. Sehingga Vidio menawarkan harga langganan yang tidak terlalu mahal.
"Kalau kita berhasil untuk subscription, harga jualnya harus murah meriah karena APRU-nya jadi rendah sekali, jadi inilah tantangan luar biasa bagaimana kita bisa untuk menerobos dan bisa mendapatkan bisnis OTT yang cukup sehat," papar Susanto.
Keberhasilan dalam menghadapi tantangan tersebut, menurut laporan Media Partners Asia (MPA) kuartal-VI 2023, Vidio berhasil menempati urutan pertama sebagai platform OTT di Indonesia.
Bukan hanya dari segi jumlah langganan-nya, tetapi Vidio juga unggul dari jumlah mengunduh atau download, belanja konsumen (consumer spending) dan pengguna aktif bulanan (monthly active user) .
Menariknya Vidio mampu mengalahkan platform OTT global dan regional termasuk Netflix, Viu hingga Disney+ dan menjadi satu-satunya OTT yang menembus 4 juta pelanggan berbayar.
Selain itu, untuk mencapai keberhasilan tersebut, perusahaan melakukan investasi besar untuk konten internasional yakni mendapatkan hak siar dalam berbagi pertandingan olah raga bergengsi.
Managing Director itu mengatakan, konten olah raga baik lokal maupun internasional masih menjadi konten andalan menjaga posisi Vidio sebagai OTT nomor 1 di Indonesia.
Dia pun mempercayai bahwa pertumbuhan percepatan konten lokal Indonesia merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri streaming video semakin meningkat.
Bahkan selama periode 2022 dan 2023 Vidio telah memproduksi sebanyak 51 judul yang menunjukkan bahwa Vidio agresif menghadirkan secara lokal yang paling dicari masyarakat.
"Yang uniknya dari pada Vidio daripada OTT lain terutama global adalah karena kita bagian daripada Media Group Emtek sehingga ada support-support yang didirikan oleh Media Group Emtek yang lebih memungkinkan untuk Vidio bisa bersaing dengan yang lain," tutur Managing Director itu.
Tak hanya itu, produksi konten lokal pun juga digarap melalui kemitraan dengan production house (PH) terkemuka membuat Vidio terus berupaya untuk menghasilkan konten berkualitas tinggi. Sehingga pada tahun 2019 Vidio memulai produksi Vidio Original Series dan kini telah memproduksi sebanyak 77 judul.
"Vidio sebagai perusahaan merah putih kita ini benar-benar komit untuk membantu ekosistem konten Indonesia dengan cara kita investasi, sehingga PH maupun tadi dari artis, penulis dan sutradara akan mempunyai job lebih banyak. Nah nanti akhirnya bergulir juga sebagai industrinya yang makin besar," katanya.
Didukung oleh ekosistem multi platform Emtek, Vidio memiliki kemudahan akses terhadap konten-konten eksklusif.
Bahkan menjadi sebuah keunggulan memiliki konten hub dengan sejumlah PH terkemuka seperti Sinemart dan Screenplay yang memungkinkan video memiliki hak eksklusif dalam produksi konten.
"Hebatnya, platform ini terintegrasi dengan lebih dari 300 perangkat dan mampu mengatasi lonjakan konsumsi data yang tinggi, terutama saat ada peningkatan antusiasme pengguna dalam menonton pertandingan olahraga secara bersamaan," pungkas Susanto.