Kunci Keberhasilan Vidio Berhasil Kuasai Pangsa Pasar VOD
Vidio disebut menguasai 21 persen pangsa pasar penonton VOD di Indonesia selama 2023.
Kunci Keberhasilan Vidio Berhasil Kuasai Pangsa Pasar VOD
Konsultan dan lembaga riset di bidang hiburan, Media Partners Asia (MPA) merilis laporan Vidio diklaim menjadi platform video-ondemand (VOD) lokal satu-satunya yang berhasil bersaing dengan penyedia layanan global lainnya, seperti Netflix, Viu, Prime Video, Disney+ Hotstar, hingga WeTV.
Vidio disebut menguasai 21 persen pangsa pasar penonton VOD di Indonesia selama 2023.
MPA juga mencatat Indonesia sebagai pasar dengan pertumbuhan pendapatan platform VOD tertinggi di antara lima negara lain dalam survei.
"Saat ini sektor video online di Indonesia memiliki nilai USD1,3 miliar (sekitar
Rp15,7 triliun), sedangkan segmen VOD premium (berlangganan) mencapai
USD500 juta (sekitar Rp7,85 triliun)," kata Executive Director MPA, Vivek Couto. Dikutip dari Tech in Asia.
Salah satu kunci keberhasilan menguasai pangsa pasar VOD di Indonesia adalah produksi konten lokal.
Menurut survei yang dilakukan MPA dalam laporan yang sama, sebanyak 59 persen pengguna VOD tanah air diklaim lebih menggandrungi konten lokal ketimbang konten asal luar negeri seperti drama Korea Selatan, Amerika Serikat, Jepang dan Cina.
Sejak platform Vidio dirintis pada 2018, Sutanto Hartono selaku CEO sekaligus Managing Director Emtek mengatakan pihaknya terus mengamati pola konsumsi konten di tengah masyarakat Indonesia demi bisa menyesuaikan selera pasar.
Saat ini, kata Tanto, Vidio hanya mengkurasi konten-konten yang bersifat eksklusif dan original.
"Ada evolusi yang terus terjadi di Vidio. Kami selalu mendefinisikan ulang, mana konten yang cocok dan mana yang tidak, sesuai perubahan-perubahan (preferensi di masyarakat)," ujarnya.
Sejak 2020, Vidio melaporkan tengah giat melakukan investasi pada produksi konten original berupa serial sinetron dalam platformnya.
"Kami berharap volume produksinya bisa meningkat dan industri ini bisa semakin besar," imbuh Tanto dalam pemaparannya.
Tidak diungkap lebih detail besaran investasi yang digelontorkan untuk inisiatif tersebut. Hingga akhir 2023, Vidio telah memproduksi sedikitnya 51 judul konten original berupa serial lewat kerja sama dengan rumah produksi (production house atau PH) ternama di Indonesia. Total library untuk episodenya diperkirakan telah mencapai 408 unit konten.
Tanto menyinggung kebijakan analog switch-off (ASO) dari siaran televisi analog menjadi digital merupakan momentum yang tak akan dilewatkan Vidio untuk menarik lebih banyak pelanggan baru.
"Digitalisasi media belum selesai, kami melihat penetrasi smart TV akan terus meningkat pesat," ucapnya.
Ia memetakan empat poin tantangan yang akan dihadapi Vidio untuk bisa merajai pangsa pasar VOD dalam negeri, antara lain:
1. Kompetisi dengan pemain global yang sengit. Tidak ada lagi batasan regional seperti televisi yang memiliki izin frekuensi. Platform new media seperti YouTube dan TikTok juga akan diperhitungkan dalam gelanggang kompetisi di sektor ini.
2. Komitmen langganan berbayar (subscription) yang rendah dari masyarakat Indonesia. Karena itu, Vidio menyiasatinya dengan konten-kontren berkesinambungan seperti serial dan pertandingan
olahraga musiman.
3. Angka pembajakan konten yang tinggi, yang dinilai akan sangat berdampak pada ekosistem dan memukul angka konversi berlangganan.
4. Persaingan harga antar-pemain sehingga rerata pendapatan per pengguna (average revenue per users atau ARPU) relatif rendah untuk bisa mencapai margin positif.
Pada November 2021, Vidio mengumumkan telah menghimpun pendanaan melalui skema ekuitas privat dari Affinity Equity Partners. Nilai investasi yang diberikan Affinity saat itu mencapai US$150 juta (sekitar Rp2,14 triliun).
Kemudian pada Juni 2022, afiliasi Sinar Mas Group, Grab, dan anak usaha Bali United kembali mengguyur Vidio dengan dana segar mencapai USD45 juta (sekitar Rp662,8 miliar).
Tanto mengungkapkan nilai valuasi post money Vidio usai penggalangan dana terakhir tersebut telah menembus USD945 juta (sekitar Rp14,8 triliun).
"Sejak pendanaan itu, kami belum pernah fundraising lagi sehingga belum ada perubahan (nilai valuasi). Perubahan akan terjadi jika ada ronde selanjutnya, apakah kami berhasil meningkatkan atau justru turun itu tergantung ronde berikutnya," ujar Tanto saat ditanyai soal kemungkinan
status unicorn Vidio.
Ekosistem Investor dan Afiliasi Vidio Hingga Q3/2023, Vidio berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan sekitar 40 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp762,9 miliar.
Namun angka kerugian untuk periode berjalan (2023) turut membengkak sekitar 53 persen yoy, dari Rp438,9 miliar menjadi Rp671,6 miliar pada periode yang sama.
"Kami melihat ada anomali-anomali (perilaku konsumsi konten di pasar dan pencatatan keuangan)," jelas Tanto.
"Contoh pertama, periode yang satu ada konten World Cup sedangkan satunya tidak. Kedua, yang sifatnya costly (memakan banyak biaya), seperti Liga Eropa yang mungkin mulainya baru setengah musim jadi belum sepenuhnya (tercatat)," sambungnya.
Tanto optimistis Vidio telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai profitabilitas. "Kalau kita eliminasi anomali-anomali itu, kami yakin secara grup angkanya itu bagus," pungkasnya.