Tom Lembong Sebut Pabrikan Kendaraan Listrik Beralih ke Lithium Ferro Phosphate, Begini Fakta Diungkap BKPM
Indonesia sebenarnya punya potensi untuk mengembangkan nikel dan LFP di industri hilir.
Nikel mendapat tantangan dari lithium ferro phosphate (LFP) yang dipakai pabrikan besar dunia sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Tom Lembong Sebut Pabrikan Kendaraan Listrik Beralih ke Lithium Ferro Phosphate, Begini Fakta Diungkap BKPM
Tom Lembong Sebut Pabrikan Kendaraan Listrik Beralih ke Lithium Ferro Phosphate, Begini Fakta Diungkap BKPM
Indonesia digadang-gadang bisa ikut terlibat dalam rantai industri kendaraan listrik dunia. Sebab, Indonesia memiliki kekayaan berupa nikel.
Namun, nikel mendapat tantangan dari lithium ferro phosphate (LFP) yang dipakai pabrikan besar dunia sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan menilai, Indonesia sebenarnya punya potensi untuk mengembangkan nikel dan LFP di industri hilir.
Hanya saja, dia melihat pasar baterai kendaraan listrik di Tanah Air belum sebesar negara lain. Sebab, Nurul mengatakan pemakaian EV di Indonesia terhitung masih sangat rendah.
"Sebenarnya dua-duanya tetap berlaku. Kita punya potensi. Bagi kami sebenarnya potensi untuk mengembangkan itu untuk downstreamnya masih terbuka," ujar Nurul di Pullman Jakarta Indonesia Thamrin CBD, Selasa (23/1).
"Potensi pengembangan industri kendaraan listrik yang menggunakan LFP dan NMC (Nickel Manganese Cobalt Oxide) masih punya kemungkinan. Saya lihat 2040 atau 2035 masih bisa tumbuh dua-duanya," sambungnya.
Nurul pun tidak mempermasalahkan klaim bahwa pabrikan kendaraan listrik sekarang banyak beralih ke LFP, seperti diutarakan Co Captain Timnas AMIN, Thomas Lembong. Namun, itu belum tentu akan terus berlaku ke depan.
"Kalau disampaikan para ahli seperti pak Tom Lembong, dan ahli lain itu ada benarnya. Tapi belum tentu 100 persen benar karena ada sesuatu yang belum terjadi ke depan. Karena at the end of the day demand akan memengaruhi itu semua," imbuhnya.
Terkait potensi Indonesia mengembangkan LFP, Nurul mengakui negara tidak punya modal bahan baku yang cukup memadai.
"Kita litihum tidak punya, kemudian untuk Fe besinya kita punya, tapi kita juga tahu tidak ada yang terkonsentrasi dalam jumlah besar dalam satu tempat. Biasanya kecil-kecil, bukan berarti kita tidak punya," tegasnya.
Meskipun begitu, Indonesia bisa menarik investasi untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik. Sehingga pemerintah pemerintah membuka pasar sehingga bisa menjadi daya tarik bagi investor.
"Kalau bicara investasi tidak harus kita punya itu. Tetapi kalau ekosistem EV itu sudah ada, itu sudah jadi daya tarik sendiri. Maka yang jadi tujuan kita sekarang membangun ekosistem itu dulu, market kita buka. Sehingga ini menjadi daya tarik mereka," urainya.
"Entah mereka kalau bikin baterai LFP prosesnya boleh saja dibikin di Indonesia karena berdekatan dengan industrinya. Kalau ekosistem baterai sudah ada di Indonesia, EV-nya juga akan muncul di Indonesia," pungkas Nurul.