UMP Jawa Tengah 2025: Daftar Lengkap dan Dampaknya bagi Pekerja
Pemerintah Jawa Tengah telah memutuskan untuk menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5%, sehingga menjadi Rp2.169.349.
Pada Rabu, 11 Desember 2024, Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2025. UMP yang ditetapkan sebesar Rp2.169.349 mengalami kenaikan sebesar 6,5% atau setara dengan Rp132.402 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Keputusan ini menarik perhatian banyak pihak, terutama karena harapan tinggi dari pekerja untuk peningkatan kesejahteraan mereka. Kenaikan ini didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024, yang bertujuan untuk melindungi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari satu tahun agar upah mereka tidak di bawah standar minimum.
Namun, pertanyaan muncul mengenai apakah kenaikan ini cukup untuk menutupi inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi. Sejumlah ekonom dan pekerja memberikan kritik terhadap keputusan ini, menilai bahwa kenaikan yang diberikan masih belum memadai.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi CELIOS, menyatakan bahwa peningkatan sebesar 6,5% masih jauh dari angka yang ideal. Dalam hal ini, penting untuk menganalisis bagaimana keputusan ini akan memengaruhi pekerja, perusahaan, dan perekonomian secara keseluruhan.
Dasar Hukum Penetapan UMP 2025
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah untuk tahun 2025 didasari oleh beberapa landasan hukum yang signifikan. Menurut Nana Sudjana, keputusan ini mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang disahkan pada 30 Oktober 2024. Putusan tersebut menjadi dasar hukum yang penting untuk memastikan bahwa penetapan UMP dilaksanakan dengan prinsip keadilan yang tepat.
Selain itu, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 juga dijadikan acuan dalam menentukan besaran kenaikan UMP. Peraturan ini menekankan pentingnya penyesuaian upah yang harus mempertimbangkan tingkat inflasi serta dinamika ekonomi yang terjadi di tingkat nasional.
Proses penetapan UMP ini juga melibatkan Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung pada tanggal 6 dan 9 Desember 2024. "Penetapan UMP ini bertujuan melindungi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun, agar tidak dibayar di bawah upah yang telah ditetapkan," ujar Nana Sudjana, dikutip dari Liputan6.com.
Rincian dan pelaksanaan UMP 2025
Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp2.169.349, yang menunjukkan peningkatan sebesar 6,5% dibandingkan dengan UMP tahun sebelumnya yang berjumlah Rp2.036.947. Kenaikan ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025 dan dirancang untuk memberikan perlindungan kepada pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari satu tahun. Keputusan mengenai hal ini tercantum dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/38 Tahun 2024.
Menurut Nana Sudjana, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jawa Tengah diharapkan untuk menyesuaikan struktur dan skala upah mereka sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Untuk pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun, upah yang diterima akan mengikuti struktur dan skala upah yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan.
Setelah UMP ditetapkan, langkah selanjutnya adalah penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), di mana pemerintah kabupaten/kota diberikan waktu hingga 18 Desember 2024 untuk mengajukan besaran UMK di daerah masing-masing.
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) menuai kritik dan tantangan dari berbagai pihak
Meskipun kenaikan upah dianggap sebagai langkah yang positif, beberapa pihak menganggap bahwa angka 6,5% masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat. Nailul Huda berpendapat bahwa seharusnya kenaikan ini berada pada kisaran 8-10% agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.
Ia juga menambahkan bahwa prediksi inflasi tahun depan yang mencapai 3,5% hanya memberikan kenaikan upah riil sekitar 3%. Hal ini dianggap kurang signifikan, terutama bagi pekerja kelas menengah ke bawah yang sebagian besar pengeluarannya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Dampak bagi Dunia Usaha dan Ekonomi
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) memberikan konsekuensi signifikan bagi sektor bisnis. Banyak pengusaha merasa khawatir akan kemampuan perusahaan mereka dalam memenuhi standar upah yang baru ditetapkan.
Kekhawatiran ini terutama dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang terpengaruh oleh penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, Nailul Huda mengingatkan akan kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) jika perusahaan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.
"Dunia usaha bisa lesu karena permintaan yang terbatas," ujarnya, menekankan betapa pentingnya perusahaan untuk beradaptasi agar tetap bisa bertahan dalam kondisi yang sulit ini.
Solusi dan Harapan ke Depan
Untuk menghadapi tantangan ini, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah-langkah strategis yang tepat. Salah satu usulan yang diajukan adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Huda, jika tarif PPN tidak dinaikkan, konsumsi rumah tangga dapat meningkat, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat pengawasan terhadap penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP) agar semua perusahaan mematuhi ketentuan yang ada.
Apa yang dimaksud dengan UMP dan siapa saja yang berhak menerimanya?
Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan patokan upah terendah yang ditetapkan di tingkat provinsi. UMP ini diterapkan untuk pekerja yang memiliki masa kerja di bawah satu tahun.
Bagaimana cara penentuan UMP?
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, keputusan yang diambil oleh Dewan Pengupahan Provinsi juga berperan penting dalam menentukan besaran UMP yang berlaku.
Apa yang membedakan UMP dan UMK?
Upah Minimum Provinsi (UMP) ditetapkan untuk tingkat provinsi, sedangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berlaku di tingkat kabupaten atau kota dengan memperhatikan kondisi ekonomi di daerah tersebut.