Warga Asing Betah Kerja di Korea dan Tak Mau Pulang, Kenapa?
Korea menjadi negara impian untuk bisa ditinggali oleh warga negara asing.
Lebih dari sembilan dari 10 warga negara asing di Korea mengaku ingin memperpanjang masa tinggal mereka, menurut laporan yang dirilis Selasa. Para warga negara asing melihat negara ini menjadi lebih beragam dan kualitas hidup meningkat.
Sebagaimana dilansir dari The Korea Times, laporan yang disusun bersama oleh Statistik Korea dan Layanan Imigrasi Korea ini menganalisis kualitas hidup 1,56 juta penduduk asing tahun ini.
Mereka termasuk pekerja sementara, profesional berketerampilan tinggi, mahasiswa, warga etnis Korea, dan pasangan warga negara Korea.
Dari responden, 90,4 persen menyatakan keinginan untuk tetap tinggal di Korea setelah masa tinggal mereka saat ini berakhir, naik dari 89,6 persen pada tahun 2023. Penduduk tetap dan warga negara Korea yang dinaturalisasi tidak disertakan dalam survei tersebut.
Sebanyak 61,6 persen responden yang disebutkan di atas tahun ini mengatakan bahwa mereka berpikir untuk memperpanjang visa mereka. Sebanyak 16,9 persen lainnya ingin mendapatkan status penduduk tetap dan 10,3 persen lainnya ingin memperoleh kewarganegaraan Korea.
Pertumbuhan Pesat Imigran di Korea
Temuan ini muncul saat Korea berada di ambang menjadi masyarakat multikultural, yang menurut OECD, didefinisikan sebagai warga negara asing yang jumlahnya melebihi 5 persen dari total populasi. Populasi warga negara asing mencapai 4,89 persen pada tahun 2023.
Pada tahun 2023, Korea mengalami tingkat pertumbuhan imigran tercepat kedua secara global, sebesar 50,9 persen, hanya tertinggal dari Inggris yang mengalami peningkatan sebesar 52,9 persen, menurut OECD.
Berdasarkan situasi tersebut, 84,3 persen warga negara asing yang disurvei mengatakan bahwa mereka puas dengan kehidupan di Korea tahun ini. Angka tersebut naik dari 80,4 persen pada tahun 2022.
Selama periode 2022-24, rasio mereka yang puas dengan pekerjaan mereka meningkat dari 68,6 persen menjadi 72,6 persen.
Rasio mereka yang puas dengan pendapatannya juga naik dari 53,3 persen menjadi 58,2 persen.
Mengenai kondisi perumahan, rasio mereka yang merasa puas meningkat dari 79,2 persen menjadi 84 persen.
Laporan tahun 2024 menunjukkan bahwa pekerja asing berjumlah 1,01 juta, yang menunjukkan peningkatan 87.000 orang, atau 0,2 poin persentase, dari tahun sebelumnya.
Ini adalah pertama kalinya jumlahnya melampaui angka 1 juta, karena Korea sedang bergulat dengan penurunan populasi dan semakin bergantung pada pekerja imigran untuk melakukan berbagai pekerjaan.
Dari 1,01 juta orang tersebut, 956.000 di antaranya merupakan pekerja upahan yang sebagian besarnya bekerja di perusahaan skala kecil dan menengah.
Sebanyak 51,2 persen dari pekerja upahan ini memperoleh penghasilan bulanan antara 2 juta won (Rp22.378.040) dan 3 juta won (Rp33 juta). Rasio tersebut naik dari 50,6 persen pada tahun 2023.
Pada periode 2022-23, mereka yang berpenghasilan 3 juta won atau lebih per bulan juga meningkat dari 35,8 persen menjadi 37,1 persen.
Merasa Tak Ada Diskriminasi
Ketika ditanya tentang kesulitan hidup di Korea, 34,7 persen warga negara asing yang disurvei tahun ini menjawab "Tidak ada." Namun, 29,8 persen mengidentifikasi bahasa sebagai hambatan, sementara 13 persen menyebutkan kesepian.
Mengenai diskriminasi, 17,4 persen responden mengatakan bahwa mereka pernah mengalaminya.
Sekitar 54,5 persen dari mereka yang merasa didiskriminasi mengatakan hal itu terjadi karena negara asal mereka, sementara 31,2 persen mengaitkannya dengan kendala bahasa.
Korban diskriminasi menanggapi secara pasif, dengan hanya 15,3 persen yang membahas masalah tersebut secara terbuka.
Di antara warga negara asing dengan anak-anak berusia di bawah 18 tahun, 35,7 persen melaporkan menghadapi tantangan dalam pendidikan anak-anak mereka, dengan lebih dari setengahnya menyebutkan kesulitan membantu mengerjakan pekerjaan rumah.
Hampir setengah dari penduduk asing menyatakan bahwa biaya pendidikan anak-anak mereka memberatkan.
Ketika diminta untuk mengidentifikasi hambatan untuk menjadi anggota masyarakat Korea, 44,7 persen menyebut bahasa sebagai penghalang, sementara 11,8 persen menganggap agama sebagai masalah.