CEK FAKTA: Hoaks Pabrik Nissan Ditutup Karena Ada UU Omnibus Law
Informasi penutupan pabrik Nissan di Indonesia karena ada UU Omnibus Law adalah hoaks. Pabrik mobil Nissan di Indonesia ditutup tidak ada kaitannya dengan UU Omnibus Law
Informasi pabrik Nissan di Indonesia ditutup imbas terbitnya UU Omnibus Law beredar di media sosial. Informasi itu juga menyebutkan bahwa pabrik mobil Nissan ditutup dan kabur ke Thailand.
-
Apa yang menjadi ciri khas Nissan Livina generasi pertama? Mobil MPV 5 kursi ini langsung mencuri perhatian dengan desain sporty dan ruang interior yang luas.
-
Kapan Nissan Livina pertama kali hadir di Indonesia? Kisah Livina dimulai pada tahun 2007 ketika Nissan Motor Indonesia (NMI) meluncurkan generasi pertama Nissan Livina.
-
Mengapa Nissan X-Trail diperkenalkan di Indonesia? Kehadirannya langsung menggemparkan pasar SUV Indonesia, menyediakan alternatif yang segar dan petualangan dibandingkan sedan yang mendominasi pasar pada saat itu.
-
Apa yang menjadi ciri khas Nissan X-Trail ketika pertama kali diperkenalkan di Jepang? Mobil ini segera menonjol dengan desain yang kokoh dan kemampuan off-road yang andal.
-
Mobil sport apa yang diproduksi oleh Nissan sejak lama? GT-R merupakan salah satu mobil andalan dari Nissan yang telah diproduksi sejak lama.
-
Apa yang dimaksud dengan kalimat fakta? Kalimat fakta adalah jenis kalimat yang menyajikan informasi yang benar, dapat diverifikasi, dan tidak terbantahkan.
turnbackhoax
"Pabrik Mobil Nissan umumkan tutup usahanya bulan Maret 2021.
Lho...
Sudah dibuatkan Undang Undang Omnibus Law kok malah TUTUP alias KABUR ke Thailand...?
Emang UU itu tidak ampuh, tho...?
Oala biyung...biyung...
Komen dilarang kalap..."
Penelusuran
Menurut penelusuran merdeka.com, informasi itu tidak benar. Dalam artikel merdeka.com berjudul "Confirm, Nissan Tutup Pabrik Indonesia demi Profit Lebih Besar" pada 29 Mei 2020, dijelaskan bahwa penutupan pabrik Nissan tidak ada kaitannya dengan UU Omnibus Law.
Makoto Uchida, CEO Nissan Motor Company, mengonfirmasi rencana perusahaan menutup pabrik di Spanyol dan Indonesia. Rencana ini ingin mendorong utilisasi pabrik di atas 80 persen dan membuat operasional perusahaan lebih profit, seperti dalam keterangan pers Nissan di Tokyo, dikutip dari Asia.Nikkei.com, kemarin (28/5).
Namun, Uchida menolak berkomentar lebih jauh tentang pemangkasan sebanyak 12.500 pekerja yang telah diumumkan pada Juli tahun lalu.
Dia mengatakan perusahaan akan bernegosiasi dengan serikat pekerja terkait dan pemerintah setempat.
Menurut Uchida, pihaknya sudah memulai program empat tahun untuk memangkas kapasitas produksi sebesar 20 persen menjadi 5,4 juta unit per tahun. Hal ini menyebabkan lini produk lebih sedikit, dari 69 model jadi 55 model dan memotong fixed cost sekitar 300 miliar yen.
Nissan juga memangkas kapasitas secara global sebagai bagian dari rencana yang disusun bersama Renault dan Mitsubishi Motors, anggota Aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi.
Uchida juga memaparkan rencana Nissan untuk fokus di pasar inti dan produk, penarikan dari Korea Selatan, serta menghentikan bisnis Datsun di Rusia.
Nissan juga menetapkan gol untuk menjual lebih dari satu juta unit mobil listrik di akhir tahun fiskal 2023. Mobil listrik ini menjadi kunci pendorong Nissan di masa depan.
Berdasarkan kinerja tahun fiskal 2019 yang berakhir 31 Maret 2020, Nissan Motor melaporkan rugi bersih sebesar 671 miliar yen (USD 6,2 miliar) atau setara Rp 84 triliun. Periode ini berbarengan dengan pandemi Covid-19.
Pada tahun fiskal terakhir ini, Nissan menjual 4,79 juta unit kendaraan secara global, turun 13 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pendapatannya mencapai 9,87 triliun yen, turun 14,6 persen dari tahun fiskal sebelumnya.
Nissan Motor dimiliki sebesar 43,4 persen saham oleh Renault, sementara Nissan sendiri memiliki saham 15 persen di mitranya asal Perancis itu.
Kesimpulan
Informasi penutupan pabrik Nissan di Indonesia karena ada UU Omnibus Law adalah hoaks. Pabrik mobil Nissan di Indonesia ditutup setelah melaporkan rugi bersih sebesar Rp671 miliar yen (USD 6,2 miliar) atau setara Rp 84 triliun. Periode ini berbarengan dengan pandemi Covid-19, atau sejak Maret 2020.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan, pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
(mdk/noe)