Sejarah Polisi Cepek yang Sekarang Makin Menjamur di Indonesia
Dalam getaran megapolitan, keyakinan tersebar bahwa uang bukan barang langka, begitulah bukti adanya para polisi cepek di Ibu Kota. Simak selengkapnya disini!
Di tengah hiruk-pikuk kesibukan Ibu Kota, Jakarta terdapat satu jargon yang melekat erat dalam keseharian warganya yakni ‘Di Jakarta itu apa saja jadi duit dan bisa diduitin.’ Simak Selengkapnya!
Sejarah Polisi Cepek yang Sekarang Makin Menjamur di Indonesia
Awal mula adanya Polisi Cepek
Ditelusuri hingga era 1980-an dan 1990-an di Indonesia. Istilah ‘cepek’ sendiri merujuk pada pecahan uang senilai Rp100.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Apa yang dilakukan penerus para jenderal polisi? Penerus Sang Jenderal Putra para Jenderal Polisi ini mengikuti jejak sang ayah.
-
Siapa saja penerus para Jenderal Polisi? Ipda Muhammad Yudisthira Rycko anak Komjen Rycko Amelza Dahniel. Yudisthira lulusan Akpol 51 Adnyana Yuddhaga. Ipda Jevo Batara anak Irjen Napoleon Bonaparte. Jevo polisi muda berparas tampan. Iptu Ryan Rasyid anak Irjen Hendro Pandowo. Ryan baru lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ipda Adira Rizky Nugroho anak Irjen (Purn) Yazid Fanani. Adira peraih Adhi Makayasa Dia lulusan Akpol Angkatan ke-53 tahun 2022. Iptu Danny Trisespianto Arief Anak mantan Kapolri Sutarman.
-
Dimana polisi itu mencuri keju? "Dia mengemudikan minibus polisi mendekati truk yang rusak, membuka pintu samping bus polisi dan meminta karyawan perusahaan penyelamat yang bekerja di sana untuk menyerahkan beberapa bungkus keju yang tidak rusak dari wadah berpendingin," jelas dokumen pengadilan.
-
Kenapa polisi itu disekap? Kejadian itu berawal dari rasa sakit hati pelaku AI terhadap istri korban. Karena telah memberitahukan tempat tinggal dan alamat bekerja tersangka terhadap orang yang mencarinya," ujar Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Rabu (8/11).
-
Di mana polisi tersebut disekap? Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Kompol Rio Mikael Tobing, menjelaskan percobaan pembunuhan terhadap korban anggota Polri terjadi di Jalan Tol Tanah Tinggi, Batu Ceper, Kota Tangerang, terjadi pada Rabu (18/10) silam.
Fenomena ini menjadi lebih menonjol melalui popularitas Pak Ogah, seorang tokoh fiktif dalam serial televisi Si Unyil yang tayang pada periode tersebut. Pak Ogah menjadi ikon yang mengatur lalu lintas dan meminta bayaran sejumlah cepek dari pengendara.
Meski hanya fiksi, karakter ini memberikan gambaran humoris namun cukup mencerminkan realitas lalu lintas di Jakarta, di mana para petugas informal, yang kemudian dikenal sebagai polisi cepek, mulai muncul di perempatan dan jalan-jalan sibuk.
Mereka menjalankan peran serupa dengan meminta imbalan finansial dari pengendara sebagai bentuk pengaturan lalu lintas alternatif.
Munculnya polisi cepek sejalan dengan perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia, terutama di Jakarta, yang kini dikenal sebagai salah satu kota metropolitan dengan tingkat kemacetan tertinggi dan durasi kemacetan terlama di Indonesia.
Seiring waktu, ‘profesi’ unik ini menjadi bagian dari urban Jakarta
Membuktikan bahwa tantangan perkotaan yang kompleks memunculkan solusi-solusi kreatif yang mungkin tidak dapat dicapai oleh institusi resmi.
Polisi Cepek ini dapat ditemui baik dalam bentuk individu maupun kelompok, dan tidak hanya laki-laki yang terlibat tetapi juga perempuan.
- Polisi di Garut Dianiaya Sopir Angkot, Begini Kronologinya
- Begini Sejarah Lengkap Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, Digagas Era Soekarno dan Soeharto
- Sejarah Copet di Bandung, Jumlah Pelaku Pernah Capai 300 hingga Ada Musyawarah Copet
- 10 Kota Tertua di Indonesia Menurut Sejarah, Ada yang Usianya Ribuan Tahun
Mereka tersebar di berbagai titik strategis, terutama di titik rawan kemacetan seperti putaran jalan, pertigaan, dan perempatan.
‘Pekerjaan’ ini terbukti cukup menguntungkan, setiap Pak Ogah atau Polisi Cepek dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan ribu rupiah dalam beberapa jam beroperasi.
Tidak mengherankan di beberapa lokasi, menerapkan sistem shift dari pagi hingga malam hari.
Cara Kerja Para Polisi Cepek
Meskipun tidak memaksa, banyak dari mereka yang terlihat cemberut jika pengguna jalan enggan memberikan uang. Pertanyaan apakah mereka benar-benar membantu mengatur lalu lintas?
Keistimewaan bagi mereka yang memiliki uang terasa seperti potret nyata dari dinamika sosial di negeri ini. Tidak jarang, para pengatur lalu lintas ini bahkan membuka arus di lokasi-lokasi yang sebenarnya terlarang untuk memutar.
Di beberapa tempat kehadiran mereka malah dapat memperparah kemacetan, menciptakan keadaan lalu lintas yang semakin rumit.
Situasi ini membuat mereka merasa semakin diperlukan, dan sebagai upaya untuk mendapatkan prioritas saat lalu lintas macet.
Kabar terbaru mencatat bahwa Polda Metro Jaya sedang melakukan pendataan terhadap jumlah dan lokasi sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas)
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Halim Pagarra mengklarifikasi bahwa para sukarelawan pengatur lalu lintas, yang dikenal sebagai supeltas, bukanlah Pak Ogah.
Perubahan Menjadi Supeltas
Dengan perkiraan ribuan orang akan dilatih secara khusus oleh pihak kepolisian dalam cara mengatur lalu lintas, para supeltas akan mengenakan rompi dan beroperasi dengan sistem giliran.
Mengenai honor dan pendanaan, akan diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, donatur tetap, dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Keputusan untuk melibatkan supeltas sebagai bagian dari solusi mengatasi kemacetan di Jakarta menunjukkan upaya nyata pihak berwenang untuk memperbaiki dan meningkatkan regulasi lalu lintas di kota tersebut.