15 Orang Ini Bereksperimen Tinggal di Gua Selama 40 Hari Tanpa Matahari dan Dunia Luar, Hasilnya Mengejutkan
15 Orang Ini Bereksperimen Tinggal di Gua Selama 40 Hari Tanpa Matahari dan Dunia Luar, Begini Hasilnya
Mereka mengisolasi diri untuk mengetahui seperti apa dampaknya terhadap tubuh dan kejiwaan mereka.
-
Kenapa penyelam melakukan eksperimen dengan gurita? Hal ini membawa dia pada gagasan eksperimen yang lebih lanjut untuk memahami interaksi antara manusia dan gurita di alam liar.
-
Mengapa biawak tanpa telinga punya kelopak mata yang tembus cahaya? Kelopak mata bagian bawah mereka, yang dapat mereka tutup saat berada di bawah air, memungkinkan penetrasi cahaya, memberikan keunggulan saat beraktivitas di dalam air.
-
Kapan nenek moyang biawak tanpa telinga muncul? Menggali lebih jauh ke dalam sejarah evolusinya, nenek moyang terbaru dari biawak tanpa telinga diyakini telah muncul antara 145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu.
-
Di mana biawak tanpa telinga biasa ditemukan? Habitat, persebaran dan perilaku Biawak tak bertelinga dapat ditemukan di daerah dekat dengan sungai, Biawak tak bertelinga adalah hewan yang aktif pada malam hari atau disebut dengan nocturnal.
-
Kenapa mencuci muka langsung setelah terkena sinar matahari tidak disarankan? Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Saskia Retno Ayu Hapsari, Sp.DV.E, seperti dikutip dari Antara, menyarankan agar tidak langsung mencuci muka setelah beraktivitas di luar ruangan atau terpapar sinar matahari. Saskia menjelaskan bahwa suhu kulit yang masih panas sebaiknya tidak langsung dicuci muka. "Kita diturunkan dulu suhu kulitnya sekitar 10 menit atau 15 menit habis itu boleh cuci muka," katanya.
-
Kenapa mata perih tanpa kemerahan bisa terjadi? Faktor-faktor seperti terlalu lama menatap layar elektronik, paparan lingkungan kering, atau alergi terhadap bahan tertentu dapat menyebabkan ketidaknyamanan ini, tanpa meninggalkan jejak merah pada mata.
15 Orang Ini Bereksperimen Tinggal di Gua Selama 40 Hari Tanpa Matahari dan Dunia Luar, Hasilnya Mengejutkan
Istilah "isolasi diri" biasanya dikaitkan dengan tinggal mendekam di suatu tempat tanpa berhubungan dengan dunia luar.
Sekelompok relawan berjumlah 15 orang mencoba mengisolasi diri untuk mengetahui bagaimana dampak percobaan itu terhadap tubuh dan psikologis mereka.
Mereka bereksperimen dengan menghabiskan 40 hari di gua Lombrines, Prancis pada 14 Maret sebagai bagian dari proyek penelitian Deep Time, yang bertujuan untuk memeriksa efek isolasi ekstrem pada fisiologi dan psikologi manusia.
Keluar dari gua dengan mengenakan kacamata hitam untuk membantu mata mereka menyesuaikan kembali dengan cahaya matahari, kelompok ini tampak dalam semangat tinggi.
Namun, tidak mengherankan jika mereka menunjukkan tanda-tanda kehilangan rasa waktu.
Pemimpin eksperimen Christian Clot menjelaskan, sebagian besar peserta percaya mereka hanya berada di bawah tanah selama sebulan.
- Ilmuwan Takjub, Salah Satu Suku Terakhir di Bumi Punya Otak yang Umurnya Lebih Panjang dari Manusia Modern
- Cara Menikung Sepeda Motor dengan Benar dan Aman saat Menghadapi Belokan
- Ternyata Motor Listrik Kalah Pamor dari Sepeda Listrik, Mengapa?
- Mengenal Orang Talak Mamak, Penghuni Asli Pedalaman Riau yang Bersahabat dengan Hutan
"Dan inilah kami! Kami baru saja keluar setelah 40 hari. Bagi kami itu benar-benar kejutan," ujar Clot kepada Associated Press
yang menunggu kemunculan kelompok tersebut dari gua.
"Dalam pikiran kami, kami telah masuk ke dalam gua 30 hari yang lalu."
Dilansir IFL Science, selama di dalam gua, kelompok ini tidur di tenda dan menggunakan sepeda pedal untuk menghasilkan listrik guna menyalakan senter mereka.
Mereka tidak memiliki telepon atau jam, dan harus mengambil air dari sumur yang berada 45 meter (146 kaki) di bawah tanah.
Sepenuhnya terputus dari Matahari dan tanpa cara untuk mengetahui waktu, kelompok ini harus mengandalkan ritme sirkadian mereka – atau jam tubuh – untuk memutuskan kapan harus makan dan tidur.
Sementara itu, para peneliti menggunakan berbagai sensor untuk memantau suhu tubuh tim, pola tidur, interaksi sosial, serta respons perilaku dan kognitif terhadap lingkungan baru mereka.
Aktivitas otak relawan juga direkam sebelum dan setelah masuk ke dalam gua.
Menurut situs web Deep Time, proyek ini bertujuan untuk memberikan informasi penting tentang kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan kondisi hidup yang baru dan ekstrem.
Clot menyatakan "masa depan kita sebagai manusia di planet ini akan berkembang. Kita harus belajar untuk lebih memahami bagaimana otak kita mampu menemukan solusi baru, apa pun situasinya."
Sementara penyelenggara proyek mengklaim mereka adalah yang pertama mempelajari efek isolasi ekstrem secara ilmiah, 15 relawan ini jauh dari orang pertama yang tinggal di gua untuk ilmu pengetahuan.
Pada 1962, seorang Prancis bernama Michel Siffre menjadi yang pertama mengusulkan adanya jam biologis setelah mencatat siklus tidurnya selama tinggal selama 63 hari di gua Pegunungan Alpen.
Penemuan Siffre memicu munculnya kronobiologi sebagai bidang investigasi ilmiah, meskipun penelitian selanjutnya membawanya ke tempat-tempat gelap – secara harfiah dan emosional.
Pada tahun 1972, misalnya, ia menghabiskan enam bulan hidup sendirian di sebuah gua di Texas, di mana siklus tidurnya menjadi sangat tidak stabil dan ia mengalami depresi berat.
Ia bahkan sempat menyetrum otaknya setelah badai petir di atas tanah mengacaukan elektroda yang dipasang di kepalanya untuk memantau aktivitas sarafnya.
Untungnya, para relawan Deep Time berhasil melewati eksperimen 40 hari mereka tanpa cedera, dengan dua pertiga peserta mengatakan mereka ingin menghabiskan sedikit lebih lama di dalam gua.