Cerita mereka yang takut kembali, pengungsi Rohingya terhalang aturan kewarganegaraan
Cerita mereka yang takut kembali, pengungsi Rohingya terhalang aturan kewarganegaraan. Badan PBB urusan pengungsi UNHCR belum lama ini mengatakan para pengungsi Rohingya mau kembali ke Myanmar asal keamanan mereka dijamin dan hak-hak mereka dipenuhi, termasuk status kewarganegaraan.
Hamid Hussein, 71 tahun, petani muslim Rohingya mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh pada 1992. Setahun kemudian dia kembali ke rumahnya berkat perjanjian kesepakatan antara kedua negara. September lalu Hamid kembali mengungsi ke Bangladesh karena kekerasan di Negara Bagian Rakhine kembali memuncak.
"Pemerintah Bangladesh mengatakan Myanmar akan mengembalikan hak-hak kami supaya kami bisa hidup damai," ujar Hussein yang kini tinggal di kamp penampungan sementara di sebelah tenggara Bangladesh.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Rohingya di Pekanbaru? Mereka tiba tadi malam dan mengaku tidak tahu siapa yang membawa. Polisi mengamankan sebanyak 13 orang etnis Rohingya yang masuk wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Mereka terlantar di jalan protokol yakni di pinggir Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.
-
Dimana sebagian besar Rohingya tinggal di Myanmar? Etnis Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang mayoritas tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar.
-
Bagaimana situasi Rohingya di Bangladesh? Pemerintah Bangladesh telah berupaya untuk menangani masalah keamanan ini dengan meningkatkan patroli dan keamanan di sekitar kamp-kamp pengungsian.
-
Kenapa Rohingya melarikan diri dari Myanmar? Mereka telah menghadapi diskriminasi, kekerasan, dan penganiayaan dari pemerintah dan mayoritas Buddhisme Rakhine.
-
Apa yang dilakukan warga terhadap pengungsi Rohingya? Ratusan pengungsi Rohingya yang berlabuh di Dusun Blang Ulam, Gampong Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar, diangkut warga menggunakan mobil ke kantor Gubernur Aceh.
"Kami kembali tapi tak ada perubahan. Saya akan kembali pulang kalau hak-hak kami dijamin--selamanya."
Dilansir dari laman The Atlantic, perseteruan antara warga muslim berbahasa Bengali dengan penduduk Buddha di Negara Bagian Rakhine sudah berlangsung puluhan tahun, sebagian bahkan mengatakan sudah ratusan tahun, tapi kekerasan paling menonjol terjadi pada 1982 ketika junta militer Birma mengesahkan undang-undang yang menyebut ada delapan etnis yang bisa mendapat status pengakuan sebagai warga negara. Rohingya tidak termasuk di antara etnis itu meski sejak Birma merdeka dari Inggris pada 1948, warga Rohingya mendapat hak setara.
Sejak itu Rohingya kerap mengalami persekusi dan kehilangan hak mereka. Kekerasan memuncak pada 2012 setelah insiden seorang perempuan Buddha diduga diperkosa oleh pria muslim. Akibat kejadian itu kekerasan bernuansa agama meledak, memaksa 140 ribu warga Rohingya mengungsi ke penampungan.
Tekanan internasional membuat pemerintahan militer Myanmar sepakat memberi warga rohingya status kewarganegaraan terbatas jika mereka mendaftarkan diri sebagai Bengali--bukan Rohingya.
Pengungsi Rohingya ©2018 Merdeka.com/Ramadhian Fadillah
Badan PBB urusan pengungsi UNHCR belum lama ini mengatakan para pengungsi Rohingya mau kembali ke Myanmar asal keamanan mereka dijamin dan hak-hak mereka dipenuhi, termasuk status kewarganegaraan.
Sejak akhir Agustus lalu sedikitnya 655 ribu warga Rohingya, sekitar 58 persennya anak-anak, mengungsi ke Bangladesh ketika kekerasan kembali terjadi.
Pemerintah Myanmar mengatakan para pengungsi bisa mengajukan permohonan kewarganegaraan jika mereka bisa membuktikan leluhur mereka pernah tinggal di Myanmar. Tapi aturan itu, seperti yang terjadi pada 1992, tidak menjamin mereka mendapat status warga negara dan hingga kini belum jelas bakal seperti apa nasib mereka jika kembali.
"Saya tidak mau kembali. Tidak ada yang mau pulang," kata Hafizulla, 37 tahun, warga Rohingya di pengungsian Bangladesh.
"Kami takut pulang tanpa bantuan PBB. Mereka akan menangkap kami nanti. Mereka bisa menuduh kami membantu militan."
PBB menyebut tindakan militer Myanmar terhadap warga Rohingya adalah pembersihan etnis. Myanmar membantah dengan mengatakan tentara tidak menyasar warga sipil.
"Kalian boleh punya segudang kesepakatan dan medirikan tempat penampungan dan seterusnya tapi itu tidak ada gunanya selama kondisi di Myanmar tidak membuat warga merasa aman dan bisa hidup damai serta hak mereka diperlakukan setara," kata seorang diplomat di Dhaka.
Bagi pemerintah Myanmar, kata Duta Besar Amerika Serikat untuk Myanmar 2012-2016, Derek Mitchell, kata 'Rohingya' itu sensitif. Ini karena jika pemerintah mengakui warga muslim di Rakhine sebagai bagian dari etnis Rohingya, maka mereka akan dibolehkan punya wilayah otonomi di Myanmar. Sedangkan menurut undang-undang 1982, mereka tidak termasuk delapan etnis yang bisa mendapat status warga negara.
Pemerintah Myanmar khawatir jika Rohingya diberi wilayah otonomi di sepanjang perbatasan Bangladesh maka itu bisa memperluas wilayah Rakhine dan militer memandang kondisi ini bisa dimanfaatkan kelompok militan Rohingya, ARSA.
"Ketakutan ini dirasakan cukup dalam dan tidak dipahami oleh negara Barat. Ketakutan ini berasal dari sejarah Birma (Myanmar)," ujar Mitchell.
Selepas Perang Dunia Kedua leluhur Rohingya meminta Pakistan, yang ketika itu wilayahnya mencakup Bangladesh, mengambil alih wilayah mereka. Pakistan tidak melakukan itu. Akibatnya banyak warga muslim angkat senjata dan menjadi pemberontak separatis hingga 1960-an dan berlanjut hingga 1990-an.
"Jadi warga di Rakhine dan di lokasi lain di Myanmar jika menyebut nama Rohingya, maka itu merupakan pengakuan etnis dan mencakup aktivitas militan serta mengundang campur tangan komunitas internasional. Itu dipandang sebagai agenda separatis. Di tengah konflik ini adalah ratusan hingga ribuan warga Rohingya tak berdosa," kata Mitchell.
Baca juga:
Myanmar bangun penampungan sementara buat 30 ribu warga Rohingya
Milisi Rohingya sebut 10 jasad di kuburan massal bukan anggotanya
Dokter Lamongan di tengah pengungsi Rohingya
Bunuh 10 orang Rohingya, pasukan Myanmar mengaku melanggar HAM
Bangladesh larang warganya menikah dengan orang Rohingya