Eksperimen Jadi Manusia Purba, Arkeolog Bikin Replika Kapak Batu dan Memakainya, Ternyata Begini Hasilnya
Percobaan Jadi Manusia Purba, Arkeolog Bikin Replika Kapak Batu dan Memakainya, Ternyata Begini Hasilnya

Peneliti mempelajari masa lalu dengan menciptakannya kembali di masa kini.

Eksperimen Jadi Manusia Purba, Arkeolog Bikin Replika Kapak Batu dan Memakainya, Ternyata Begini Hasilnya
Arkeolog Jepang membuat replika perkakas batu dan menggunakannya dalam berbagai jenis kegiatan mulai dari menebang pohon hingga mengikis tulang untuk membantu menganalisis artefak.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science ini merupakan contoh arkeologi praktis, di mana para peneliti mempelajari masa lalu dengan menciptakannya kembali di masa kini.
Pertama, para peneliti membuat 75 kapak batu genggam dan kapak menggunakan palu batu dan landasan serta batu asah.
Sesuai dengan artefak asli, reproduksi batu dibuat dengan panjang rata-rata 9,7 cm, lebar 5,7 cm, dan ketebalan 2 cm.


Alat-alat tersebut dibuat dari mineral yang disebut semi-nephrite (dikumpulkan dari Sungai Matsukawa dan Oumigawa di Jepang), hornfels (dari Sungai Abo di Pulau Yakushima), dan tufa (dari Sungai Fujikawa).
Replika tersebut kemudian diikatkan pada 3 jenis gagang kayu yang berbeda. Kapak dan pahat - dengan menggunakan potongan kayu tipis yang diikat dengan rumput berserat.
Selanjutnya, para peneliti menggunakan alat tersebut dalam 15 aktivitas berbeda untuk mengamati dan mengkategorikan patahan makro dan patahan mikro.
Seluruh 53 replika tersebut digunakan untuk 10 aktivitas 'penggunaan', termasuk penebangan pohon, pengamplasan kayu, pengikisan kayu, pengikisan tanduk, mengamplas tanduk, pengikisan tulang, mengikis tulang, mengikis kulit, dan memisahkan bangkai.
Dari jumlah tersebut, 26 alat digunakan hingga patah atau tumpul, dan 27 alat lainnya dihentikan dan diamati pada 500, 1000, 3000, dan 5000 pukulan.
Mereka juga menyelidiki daya tahan dari 5 aktivitas yang tidak diperkirakan, seperti patah yang tidak disengaja yang terjadi selama produksi atau penajaman ulang dan kerusakan akibat terinjak-injak atau diangkut dalam tas dengan alat lain.
Akhirnya, 4 kapak batu yang tidak digunakan disimpan sebagai sampel kontrol.
Dari eksperimen tersebut, para peneliti kemudian mengklasifikasikan 9 jenis retakan makroskopis dari penggunaan alat yang berbeda. Sementara fitur mikroskopis yang berbeda dikaitkan dengan bahan yang digunakan secara spesifik.
Kombinasi jejak makroskopis dan mikroskopis dapat membantu dalam menganalisis artefak yang sesungguhnya.
Sebagai contoh, kombinasi patahan akibat pukulan dan mikro polesan kayu dapat berfungsi sebagai jejak diagnostik untuk mengidentifikasi alat batu tepi-gerinda arkeologis yang telah digunakan untuk perkusi pohon dan kayu.
Temuan ini, dapat membantu menganalisis kemungkinan penggunaan artefak batu, seperti yang ditemukan di Australia dan Jepang yang berasal dari 60.000 - 30.000 tahun yang lalu, dan dapat membantu mengidentifikasi kapan penggunaan kayu dimulai oleh manusia purba.