Israel Pakai Bom Fosfor Putih di Gaza dan Libanon, Bisa Membakar Kulit Sampai Tulang
Tindakan Israel itu jelas melanggar hak asasi manusia yang sudah diatur dalam hukum kemanusiaan internasional.
Organisasi pembela hak asasi manusia HRW merilis laporan yang menyatakan Israel menggunakan bom fosfor putih di Gaza dan Libanon dalam konflik terbaru kali ini.
Israel Pakai Bom Fosfor Putih di Gaza dan Libanon, Bisa Membakar Kulit Sampai Tulang
Fosfor putih, yang bisa digunakan untuk menandai, memberi isyarat, mengaburkan, atau sebagai senjata yang memicu kebakaran, dapat mengakibatkan luka bakar serius pada manusia serta membakar struktur bangunan, lahan, dan objek sipil lainnya dengan parah.
Tindakan Israel itu jelas melanggar hak asasi manusia yang sudah diatur dalam hukum kemanusiaan internasional yang melarang membahayakan warga sipil pada resiko yang tidak perlu.
- Tentara Israel Banyak Alami Sakit Mata di Gaza, Sampai Hilang Penglihatan
- Israel Kembali Bom Gaza Hanya Beberapa Menit Setelah Gencatan Senjata Berakhir, Sejumlah Warga Palestina Terbunuh
- "Israel Akan Membunuh Kami, Entah Kami Melawan atau Tidak"
- Turki Beberkan Bukti Israel Pelaku Bom Rumah Sakit di Gaza, Bukan Militan Palestina
"Setiap kali fosfor putih digunakan di kawasan padat penduduk, hal ini menimbulkan resiko tinggi berupa luka bakar yang parah dan penderitaan seumur hidup," ujar Lama Fakih, Direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Fosfor putih melanggar hukum jika terjadi ledakan udara di wilayah perkotaan yang padat penduduk, karena dapat membakar rumah-rumah dan menyebabkan kerugian besar bagi warga sipil."
Pada 11 Oktober, Human Rights Watch mewawancarai dua orang dari daerah al-Mina di Gaza melalui telepon. Mereka menggambarkan serangan yang sesuai dengan penggunaan fosfor putih.
Salah satunya berada di jalan pada saat itu, sementara yang lainnya berada di sebuah gedung perkantoran terdekat. Keduanya menjelaskan adanya serangan udara berkelanjutan sebelum melihat ledakan di langit diikuti dengan garis putih turun ke bumi.
Mereka memperkirakan serangan itu terjadi antara pukul 11.30 hingga 13 siang. Keduanya menyatakan bau tersebut sangat menyengat. Orang yang berada di kantornya mengatakan baunya begitu kuat sehingga ia mendekati jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi, lalu merekam serangan tersebut.
HRW memeriksa video tersebut dan memastikan video itu diambil di pelabuhan Kota Gaza dan mengidentifikasi amunisi yang digunakan dalam serangan tersebut adalah proyektil senjata artileri fosfor putih berdiameter 155mm yang meledak di udara.
Video lain yang diunggah di media sosial dan diverifikasi oleh HRW menunjukkan lokasi yang sama. Asap putih pekat dan bau seperti bawang adalah ciri khas fosfor putih.
Selain itu, HRW juga memeriksa dua video dari tanggal 10 Oktober dari dua lokasi di dekat perbatasan Israel-Libanon. Setiap video menunjukkan penggunaan proyektil senjata artileri fosfor putih berdiameter 155mm, yang tampaknya digunakan sebagai tabir asap, penanda, atau isyarat.
Fosfor putih terbakar ketika terkena oksigen atmosfer dan terus terbakar sampai kehabisan oksigen. Reaksi kimia dalam fosfor putih dapat menciptakan panas yang hebat(sekitar 815 derajat Celcius), cahaya, dan asap.Ketika kontak terjadi, fosfor putih dapat membakar manusia, baik secara termal maupun kimia, hingga ke tulang karena larut dalam lemak dan daging manusia. Fragmen fosfor putih dapat memperparah luka bahkan setelah perawatan dan dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan kegagalan banyak organ. Bahkan luka bakar yang relatif kecil pun seringkali fatal.
Penggunaan fosfor putih di wilayah padat penduduk di Gaza melanggar persyaratan dalam hukum kemanusiaan internasional, kata HRW.
Otoritas Israel belum mengomentari apakah mereka menggunakan fosfor putih selama pertempuran yang sedang berlangsung.
Sejak 2009 Human Rights Watch telah mendokumentasikan penggunaan fosfor oleh militer Israel dalam konflik sebelumnya di Gaza, termasuk pada tahun 2009.
"Untuk menghindari cedera warga sipil, Israel harus menghentikan penggunaan fosfor putih di wilayah padat penduduk," kata Fakih. "Pihak-pihak dalam konflik seharusnya melakukan segala yang mereka bisa untuk melindungi warga sipil dari penderitaan lebih lanjut."