Israel Umumkan Tarik Mundur Ribuan Pasukan dari Gaza, Ternyata Ini Alasannya
Israel Umumkan Bakal Tarik Mundur Ribuan Pasukan dari Gaza, Ternyata Ini Alasannya
Militer Israel mengumumkan akan menarik mundur ribuan pasukannya dari Jalur Gaza setelah memulai serangan darat sejak akhir Oktober lalu.
- Tentara Israel Akui Sengaja Bantai Warga Sipil di Gaza, Dari 200 yang Dibunuh Hanya 10 Mayat Terkonfirmasi Hamas
- Israel Larang Tentaranya ke Luar Negeri Setelah 8 Prajuritnya Diusir dari Negara-Negara yang Mereka Kunjungi
- Israel Hancurkan Banyak Pemakaman Di Gaza, Kuburan Digali dan Mayat Dicuri
- Israel Sudah Bangun Pangkalan Militer Permanen di Gaza, Segini Luasnya
Israel Umumkan Tarik Mundur Ribuan Pasukan dari Gaza, Ternyata Ini Alasannya
Israel mendapat tekanan dari sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, untuk mengurangi serangan guna memperkecil korban sipil.
Namun di selatan Kota Khan Younis, Jalur Gaza, pertempuran sengit masih berlangsung. Kelompok perlawanan Palestina terus menyerang pasukan Israel dengan strategi perang gerilya lewat penyergapan dari terowongan dan bunker tersembunyi.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari tidak mengatakan keputusan penarikan mundur ini artinya mereka memasuki fase pertempuran baru. Hagari mengumumkan rencana ini kemarin dalam jumpa pers.
"Tujuan dari perang ini memerlukan waktu yang lebih panjang dan kami tengah mempersiapkan hal itu," kata dia, seperti dilansir Aljazeera, Selasa (2/1).
Shlomo Brom, mantan brigadir jenderal yang sebelumnya merancang strategi militer Israel mengatakan perubahan ini kemungkinan karena tekanan AS dan bisa menjadi pertanda ada pergantian cara dalam menghadapi perang.
"Perang tidak berhenti," kata Brom. "Ini adalah awal dari perubahan mode operasi."
Pejabat Israel sebelumnya mengatakan mereka menjalankan perang ini dengan tiga tahap utama. Pertama, membombardir Gaza agar membuka jalan bagi pasukan darat dan mendesak warga sipil mengungsi. Kedua adalah serangan darat ke Jalur Gaza yang dimulai pada 27 Oktober.
"Ini bakal makan waktu sedikitnya enam bulan," kata pejabat Israel yang tidak ingin diketahui identitasnya.