KBRI Seoul Dampingi 14 ABK Korban Perbudakan Kapal Ikan Berbendera China
KBRI Seoul mengatakan 14 ABK WNI juga telah meminta bantuan pengacara pro-bono setempat untuk menyelesaikan permasalahan dugaan perbudakan yang dialami.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul mengatakan 14 anak buah kapal warga negara Indonesia (ABK WNI) dalam kondisi baik saat ini. Diketahui, mereka berasal dari kapal ikan berbendera China yang tengah berlabuh di Busan. Menurut pemberitaan media setempat, diduga terjadi perbudakan selama mereka bekerja. Selain itu, tiga jenazah ABK WNI dilarung di laut.
"KBRI Seoul terus memberi perhatian serius terhadap permasalahan yang dihadapi ABK WNI yang bekerja di atas kapal-kapal penangkap ikan 'longliners' berbendera RRT. Sebagaimana diberitakan stasiun TV MBC Selasa malam," tulis siaran pers KBRI Seoul lewat siaran pers diterima, Kamis (7/5)
-
Kenapa Najwa Shihab bilang Indonesia butuh anak muda? "Jadi kalau dibilang Indonesia butuh anak muda, alasan pertama karena negeri ini, negerinya anak muda. Aku yakin tidak akan ada satu kejadianpun yang membentuk negeri ini kalau bukan karena tangan kalian," terang Najwa.
-
Kapan Waduk Kembangan buka? Jam operasional Waduk Kembangan adalah setiap hari, mulai pukul 07.00 hingga 19.30 WIB.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan pemilu di Indonesia akan diadakan? Masyarakat Indonesia akan menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 mendatang.
-
Di mana Ari Nugroho tinggal dan beternak bebek mandarin? Pria asal Mungkid, Magelang itu pertama kali tertarik dengan bebek mandarin saat melihat warnanya.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
KBRI Seoul melaporkan, 14 ABK WNI sedang menjalani karantina di kota Busan sejak diturunkan dari kapal pada tanggal 24 April 2020. Dalam waktu dekat mereka akan segera pulang ke Indonesia setelah masa karantina selesai.
Sementara itu, KBRI Seoul mengatakan 14 ABK WNI juga telah meminta bantuan pengacara pro-bono setempat untuk menyelesaikan permasalahan dugaan perbudakan yang dialami.
"Otoritas penegak hukum Korsel sedang melakukan pemeriksaan atas permasalahan tersebut, termasuk laporan pelarungan jenasah rekan-rekan mereka di laut lepas," tandas siaran pers terkait.
Sebagai informasi sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bersama Kementerian/Lembaga terkait juga telah memanggil Manning Agency untuk memastikan pemenuhan hak-hak awak kapal WNI. Kemlu RI juga telah menginformasikan perkembangan kasus dengan pihak keluarga.
Menteri Edhy Prabowo Fokus Dugaan Eksploitasi
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, termasuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), memberi perhatian pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News, kemarin. Dalam pemberitaan itu disebutkan ada beberapa ABK yang mengaku bahwa tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi. Mereka bekerja sehari selama 18 jam. Bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam. Para ABK Indonesia juga dilaporkan diminta minum air laut yang difilterisasi.
Edhy menegaskan akan fokus pada dugaan ekspoitasi itu. Jika benar terdapat perlakuan tidak manusiawi terhadap ABK Indonesia, pihaknya akan menyampaikan laporan ke otoritas pengelolaan perikanan di laut lepas.
"KKP akan segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi," kata Edhy.
Sebab, terdapat dugaan perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia tersebut telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali. Perusahaan itu juga terdaftar sebagai authorized vessel di 2 RFMO yaitu Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC). Indonesia juga sudah mengantongi keanggotaan di WCPFC dan cooperating non-member di IATTC.
Tiga Jenazah ABK Dilarung ke Laut
Dirjen PWNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Joedha Nugraha mengaku sudah mendapat informasi mengenai 3 jenazah Anak Buah Kapal (ABK) yang dilarung ke laut.
Data KBRI Seoul berkoordinasi dengan otoritas setempat, telah dipulangkan 11 awak kapal pada 24 April 2020. Kemudian ada 14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada 8 Mei 2020. Sementara itu, 20 awak kapal lainnya masih tetap melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8
"Menurut data kami, ada 3 ABK WNI yang meninggal dunia dan jenazahnya dilarung ke laut, oleh karena itu kami juga akan minta penjelasan apakah sudah sesuai dengan ketentuan praktik internasional," jelas Joedha lewat siaran pers diterima, Kami (7/5).
Menurut ILO Seafarer’s Service Regulation, prosedur pelarungan jenazah (burial at sea) dibenarkan hanya dalam kondisi tertentu. Antara lain, jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.
Kemlu akan memanggil Duta Besar China di Indonesia terkait pemberitaan trending di Korea Selatan soal anak buah kapal warga negara Indonesia (ABK WNI) yang diduga mengalami perbudakan dan jenazahnya dilarung ke laut.
KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini.
"Kementerian Luar Negeri China juga telah menjawab bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," kata Joedha.
Video Viral di Korsel
Sebelumnya, media Korea Selatan MBC News memublikasikan sebuah video jenazah anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal nelayan China dibuang ke laut saat kapal bersandar di Busan, Korea Selatan.
Dalam kalimat pembukanya, pembaca berita mengatakan apa yang akan ditayangkan adalah kematian menyedihkan dan pelanggaran HAM pelaut Indonesia di kapal nelayan China. Laporan MBC News ini atas permintaan kru kapal kepada pemerintah Korea Selatan dan MBC News agar yang meminta bantuan saat kapal memasuki pelabuhan Busan.
Transkrip dan terjemahan siaran MBC News terkait masalah ini dilansir dari situs web Forum Defence Pakistan, Kamis (8/5). Awak kapal juga menyertakan sejumlah foto dan bukti agar dilakukan penyelidikan atas kasus ini.
"Tampaknya diperlukan koordinasi investigasi internasional," kata pembaca berita tersebut, Go Eun Sang.
Dalam laporan yang disampaikan Go Eun Sang, disebutkan sebuah peti mati berbungkus kain merah ditempatkan di atas dek kapal. Jenazah disebutkan bernama Ari (24) asal Indonesia. Dia meninggal di atas kapal setelah bekerja selama lebih dari setahun.
Eksploitasi di Kapal
MBC News juga menayangkan kesaksian beberapa kru di mana wajahnya diburamkan. Kesaksian salah satu ABK menyebutkan kondisi kapal sangat buruk dan eksploitasi tenaga kerja terus berlanjut. Pelaut yang meninggal disebut menderita sakit hampir sebulan.
"Rekan yang meninggal awalnya merasa kakinya mati rasa, dan kakinya mulai membengkak," kata ABK asal Indonesia yang diidentifikasi sebagai Pelaut B.
ABK asal China diberikan minum air kemasan, sementara ABK asal Indonesia meminum air laut yang membuat mereka sakit.
"Awalnya saya tidak minum air laut yang disuling dengan baik. Saya pusing. Kemudian keluar dahak dari tenggorokan saya," kata Pelaut B. Mereka juga dipaksa bekerja 18 jam sehari.
ABK asal Indonesia lainnya, yang diidentifikasi dengan nama Pelaut B juga memberikan kesaksian. Dia mengaku dipaksa berdiri dan bekerja selama 30 jam. Dia hanya bisa duduk ketika jam makan setiap enam jam sekali.
Wawancara bersama pengacara dari Pusat Hukum Publik, Kim Jong Cheol juga ditayangkan dalam siaran MBC News. Kim mengatakan ada eksploitasi dalam kapal tersebut dan menurutnya para ABK tak bisa kabur karena kemungkinan paspor mereka disita dan ada semacam uang deposit yang diserahkan.
Bahkan lima kru yang bekerja selama 13 bulan mengaku hanya menerima bayaran 140.000 won atau sekitar Rp 1,7 juta. Jika dihitung per bulan, mereka hanya menerima gaji 11.000 won atau sekitar Rp 135.000.
Kapan nelayan China ini disebutkan sebagai kapal tangkap tuna. Namun demikian, hiu juga ditangkap untuk dipotong-potong dan diambil siripnya.
Aktivis HAM Serukan Penyelidikan
Kelompok pegiat HAM yang menyelidiki kematian empat orang di kapal itu menyerukan agar aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan.
Dalam laporan itu disebutkan, pemerintah Korea Selatan
dapat segera melakukan investigasi karena pada tahun 2015, Korea meratifikasi protokol internasional untuk mencegah perdagangan manusia, termasuk kerja paksa dan eksploitasi seksual.
"Karena kita telah merevisi hukum pidana untuk meratifikasi protokol dan mengimplementasikannya. Dalam kasus perdagangan ini, kita harus menyelidiki ini di Korea karena yurisdiksi universal berlaku," kata pengacara Kim Jong Cheol
Namun, dua hari kemudian, kapal itu kembali berlayar sehingga penyelidikan tidak bisa dilanjutkan.
Kru lainnya, yang telah dikarantina di Busan, meminta pemerintah Korea Selatan melakukan penyelidikan menyeluruh dengan mengatakan mereka ingin memberi tahu dunia tentang pelanggaran HAM yang mereka alami.
Reporter: Muhammad Radityo
Sumber: Liputan6.com