Pejabat Pilihan Joe Biden Mundur karena Geram dengan Kebijakan AS Dukung Israel di Gaza
Agresi Israel di Jalur Gaza sejak Oktober telah menewaskan hampir 22.000 warga Palestina. AS merupakan salah satu pendukung utama Israel.
Agresi Israel di Jalur Gaza sejak Oktober telah menewaskan hampir 22.000 warga Palestina. AS merupakan salah satu pendukung utama Israel.
- Kampanye Pilpres AS Dipenuhi Deklarasi Kesetiaan ke Israel, Biden Mengaku Zionis, Trump Pilih Cawapres Pendukung Perampasan Yerusalem
- Serangan Menohok Trump ke Biden Soal Perang Israel di Gaza, "Kalau Saya Presiden, Itu Tak Akan Terjadi"
- Joe Biden Janjikan Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hamas Terjadi Pekan Depan, Truk Bantuan Kemanusiaan Akan Segera Masuk ke Gaza
- Sambil Gendong 2 Jenazah Bayi, Pria Palestina ini 'Tampar' para Pemimpin Arab & Presiden AS Joe Biden
Pejabat Pilihan Joe Biden Mundur karena Geram dengan Kebijakan AS Dukung Israel di Gaza
Pejabat di Departemen Pendidikan Amerika Serikat (AS), Tariq Habash mengundurkan diri pada Rabu (3/1) karena tak setuju dengan dukungan pemerintah AS terhadap Israel dalam memerangi Gaza, yang menurutnya mengarah pada pembersihan etnis Palestina.
"Sebagai orang Palestina-Amerika, faktanya, satu-satunya orang Palestina-Amerika yang ditunjuk secara politik di Departemen Pendidikan - saya membawa perspektif kritis dan kurang terwakili dalam upaya yang sedang berlangsung mengenai kesetaraan dan keadilan," jelas Habash dalam surat pengunduran dirinya, dikutip dari Middle East Eye, Kamis (4/1).
"Tetapi sekarang, tindakan Pemerintahan Biden-Harris menyebabkan jutaan nyawa orang tidak berdosa dalam bahaya, dampak yang paling cepat bagi 2,3 juta warga sipil Palestina yang tinggal di Gaza yang terus menerus diserang dan dibersihkan secara etnis oleh pemerintah Israel. Oleh karena itu, saya harus mengundurkan diri," tulisnya dalam surat yang ditujukan ke Menteri Pendidikan Miguel Cardona tersebut.Habash adalah orang Palestina-Amerika Kristen yang keluarganya mengalami Nakba pada 1948, di mana hampir 1 juta orang Palestina terusir dari tanah air mereka setelah pembentukan negara Israel. Dia mengatakan dia juga mengalami "dehumanisasi setiap hari dan penghapusan identitas saya oleh rekan-rekan saya, oleh media, dan oleh pemerintahan saya sendiri."
Dia menjabat sebagai asisten khusus Kantor Perencanaan, Evaluasi dan Pengembangan Kebijakan Departemen Pendidikan.
"Selama 75 tahun, keluarga saya tidak pernah diizinkan kembali ke rumah keluarga mereka. Jutaan orang Palestina menghadapi penjajahan, pembersihan etnis, dan apartheid selama puluhan tahun, dan penerimaan pasif Pemerintahan Biden terhadap status quo ini sepenuhnya tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi," tulisnya.
"Pemerintah kita terus menerus memberikan pendaraan militer tanpa syarat ke pemerintah yang tidak tertarik melindungi nyawa orang tidak berdosa."
“Saya tidak bisa diam-diam terlibat karena pemerintahan ini gagal memanfaatkan pengaruhnya sebagai sekutu terkuat Israel untuk menghentikan taktik hukuman kolektif yang kejam dan terus berlanjut yang telah memutus akses terhadap makanan, air, listrik, bahan bakar, dan pasokan medis bagi warga Palestina di Gaza, yang menyebabkan meluasnya penyakit dan kelaparan,” jelas Habash dalam suratnya.