Jalan Kaki 5 Kilometer dalam Kondisi Hamil, Pengungsi di Gaza Melahirkan Bayi Kembar Empat
Memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza karena serangan brutal Israel membuat ibu ini kesulitan memenuhi kebutuhan bayinya.
Memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza karena serangan brutal Israel membuat ibu ini kesulitan memenuhi kebutuhan bayinya.
- Utusan WHO Bawa Kabar Sedih dari Gaza, Semua karena Kebiadaban Israel
- Serangan Udara Israel Tewaskan 17 Warga Palestina di Gaza, Termasuk 4 Anak-Anak dan Satu Bayi Kepalanya Terpenggal
- Israel Bunuh Bayi Palestina Berusia 1,5 Tahun, Kondisi Jasadnya Sungguh Menyedihkan Hangus Terbakar
- Bayi Tujuh Bulan di Gaza Meninggal karena Kelaparan, Kondisinya Menyedihkan Hanya Tinggal Tulang Berbalut Kulit
Jalan Kaki 5 Kilometer dalam Kondisi Hamil, Pengungsi di Gaza Melahirkan Bayi Kembar Empat
Seorang ibu hamil di Jalur Gaza, Palestina, melahirkan bayi kembar empat. Iman al-Masry melahirkan di sebuah rumah sakit di Gaza selatan, yang cukup jauh di rumahnya di wilayah utara.
Iman bersama keluarganya mengungsi ke selatan pada pertengahan Oktober untuk menghindari serangan brutal Israel. Dia berjalan kaki dalam kondisi hamil bersama tiga anaknya yang masih kecil ke rumah keluarganya di Beit Hanoon.
Mereka berjalan sepanjang 5 kilometer ke kamp pengungsi Jabalia mencari kendaraan yang bisa membawa mereka ke Deir el-Balah yang masih jauh ke selatan. Saat itu, Iman tengah mengandung selama enam bulan dan dia merasa jarak tersebut sangat jauh.
"Itu mempengaruhi kehamilan saya," kata ibu 28 tahun ini, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (3/1).
Foto: Al Jazeera
Iman melahirkan pada 18 Desember lalu melalui operasi caesar, melahirkan dua pasang putra dan putri. Putri kembarnya diberi nama Tia dan Lynn, sedangkan putra kembarnya bernama Yasser dan Mohammed.
Foto: Mahmud Hams/AFP
Iman diminta segera keluar dari rumah sakit bersama ketiga bayinya karena kondisi rumah sakit yang penuh. Salah satu putranya, Mohammed dirawat di rumah sakit karena prematur dengan berat hanya 1 kilogram.
"Dia tidak bisa bertahan," kata Iman.
Saat ini Iman tinggal di tempat pengungsian, di sebuah sekolah di Deir el-Balah bersama 50 anggota keluarganya.
Iman mengaku mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bayinya seperti susu dan popok.
"Normalnya, saya mengganti popok bayi setiap dua jam. Tapi situsianya sangat sulit dan saya harus hemat," ujarnya.
Dia hanya bisa mengganti popok bayinya dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan malam hari.
Suaminya, Ammar al-Masry (33) merasa tak berdaya karena tidak memenuhi kebutuhan keluarganya.
Foto: Mahmud Hams/AFP
"Saya merasa tidak bisa apa-apa," ujarnya.
Dia juga takut hal-hal buruk menimpa keenam anaknya.
"Saya tidak tahu bagaimana melindungi mereka," lanjutnya, menambahkan bahwa dia sepanjang hari berada di luar rumah mencari makanan untuk keluarga mereka.
"Tia (yang mengalami penyakit kuning) harus disusui dan istrinya perlu makanan bergizi yang mengandung protein. Anak-anak perlu susu dan popok. Tapi saya tidak bisa mendapatkannya."