Petasan di India, Dilema Antara Tradisi Religi, Ekonomi, dan Polusi
Sejak dimulainya perayaan Diwali pada awal Oktober lalu, kualitas udara di Ibu Kota India, Delhi semakin memburuk. Penurunan kualitas terjadi karena beberapa sebab, seperti pembakaran lahan oleh petani hingga emisi karbon kendaraan dan pabrik-pabrik.
Penggunaan petasan di India bagaikan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap acara-acara keagamaan hingga kebudayaan. Namun keadaan lingkungan India yang semakin memburuk karena polusi udara, kembali mempertanyakan penggunaan petasan untuk perayaan hari raya, seperti perayaan Diwali.
Sejak dimulainya perayaan Diwali pada awal Oktober lalu, kualitas udara di Ibu Kota India, Delhi semakin memburuk. Penurunan kualitas terjadi karena beberapa sebab, seperti pembakaran lahan oleh petani hingga emisi karbon kendaraan dan pabrik-pabrik.
-
Di mana Betrand Peto menunjukkan penampilannya? Seperti seorang model yang memesona, Betrand Peto tampil memukau dalam pose yang ia tunjukkan di Instagramnya.
-
Kapan Chetryn Peto lahir? Chetryn Anaskolastika Tenkudi Peto, yang akrab dipanggil Etyn atau Molas, lahir di Manggarai, Flores, NTT, pada tanggal 26 Juli 2003.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Apa yang dilakukan Mentan untuk membantu petani? Nana menyebutkan petani saat ini menghadapi tantangan yang besar, seperti dampak perubahan iklim. “Kami berikan applause pada beliau (Amran.red) ini. Pada tahun 2023 kemarin, kita menghadapi kekeringan yang cukup lama. Sekarang Pak Menteri bergerak cepat meningkatkan indeks pertanaman dengan program brigade alsintan. Ini merupakan salah satu solusi cepat atas permasalahan yang dihadapi petani.”
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Siapa yang memuji penampilan Betrand Peto? Tuai Pujian Penampilan Betrand Peto kali ini mendapatkan pujian dari banyak netizen yang sangat antusias.
Namun penggunaan petasan pada perayaan itu diyakini menjadi penyebab utama penurunan kualitas udara di New Delhi.
Sebelumnya masalah penurunan kualitas udara terkait penggunaan petasan telah didengar pemerintah India. Bahkan pada 2018 lalu, Mahkamah Agung (MA) India menyatakan kalau petasan ramah lingkungan saja yang dapat dipakai. Tiga tahun kemudian MA India kembali melarang penggunaan petasan yang mengandung barium nitrat karena zatnya yang beracun.
Meski petasan ramah lingkungan menghasilkan polusi 30 persen lebih kecil dibanding petasan lain, namun petasan-petasan itu tetap dapat memproduksi zat-zat polutan. Logam karsinogenik dan polutan nitrogen oksida yang dapat menyebabkan penyakit pernafasan dan gagal jantung masih dapat beterbangan di udara karena penggunaan petasan itu.
Akhirnya produksi dan penggunaan petasan pun dibatasi di India atas saran Institut Penelitian Teknik Lingkungan Nasional (NEERI) India. Pemerintah pun memutuskan bahan-bahan apa saja yang dapat digunakan untuk membuat petasan dan melarang penggunaan bahan-bahan seperti lithium, barium, timbal dan arsenik.
Namun penggunaan petasan ramah lingkungan tidak dapat memastikan kalau polusi udara akan menurun. Hal senada juga diutarakan Arup Halder, seorang ahli paru-paru. Halder mengungkap dia tidak dapat menemukan penelitian ilmiah mengenai dampak petasan ramah lingkungan terhadap kesehatan manusia.
Akhirnya Komite Pengendalian Polusi Delhi mengeluarkan perintah pelarangan produksi, penjualan, dan penggunaan seluruh petasan hingga 1 Januari nanti. Tetapi keputusan pelarangan ini dilanggar oleh Ketua Menteri Tamil Nadu, M K Stalin.
Bagi Stalin pelarangan itu mengancam kehidupan produsen dan penjual petasan di negara bagiannya. Dia pun meminta Ketua Menteri Delhi, Arvind Kejriwal untuk mengizinkan produksi dan penjualan petasan di negara bagiannya.
“Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap polusi udara di kota-kota India, yang meliputi emisi kendaraan dan industri. Oleh karena itu, ini membutuhkan pandangan yang seimbang, dengan mempertimbangkan polusi tambahan yang dapat diabaikan selama beberapa hari dan mata pencaharian yang terlibat,” jelas Stalin, seperti dilansir South China Morning Post, Ahad (23/10).
Pendapatan India dari industri petasan pun sangat besar, yaitu USD 966 juta atau Rp 15,04 triliun. Banyak keluarga di India juga bergantung pada industri itu, bahkan di Kota Sivakasi, sebesar 650.000 anggota keluarga bergantung pada 1.000 industri petasan.
Banyak pihak turut menentang keputusan penggunaan petasan, seperti ahli kimia dan pemilik usaha petasan Lima Fireworks, Mathan Deivendran. Bagi Deveindran, produksi petasan ramah lingkungan tanpa barium nitrat sangat sulit.
Begitu juga dengan pemilik industri petasan Ayyan Fireworks dan wakil presiden Tamil Nadu Fireworks dan Amorces Manufacturers Association (TANFAMA), G Abiruben. Abiruben merujuk laporan 2017 yang menyatakan petasan tidak masuk 15 besar pembuat polusi udara.
Abiruben pun memandang dia dan pengusaha-pengusaha petasan lainnya dituduh pemerintah India sebagai produsen polusi udara.
Namun di tengah pro kontra ini, jalan tengah yang tidak merugikan harus diambil semua pihak terkait.
Ram Natarajan, seorang ahli teknologi di Kota Chennai, India mengungkap masalah lingkungan harus diimbangi dengan budaya dan perayaan. Pelarangan petasan adalah langkah ekstrem mengingat petasan sudah menjadi bagian tersendiri dalam perayaan-perayaan besar di India.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)