Pusara massal di rumah Abu Jamaa
Serangan udara Israel saat azan magrib berkumandang tewaskan 25 anggota keluarga Abu Jamaa.
Keluarga besar Abu Jamaa baru saja memulai berbuka puasa ketika Ahad pekan lalu satu jet tempur F-16 Israel meledakkan rumah mereka di Khan Yunis, kota terbesar kedua di Jalur Gaza.
Serangan itu berlangsung saat azan mulai berkumandang. Sama sekali tidak ada peringatan. Akibatnya sungguh fatal. Bangunan empat lantai dihuni klan Abu Jamaa luluh lantak dan rebah ke tanah.
Perlu 12 jam bagi dua alat pengeruk dan satu buldoser membantu mengeluarkan korban tewas dan cedera dari balik reruntuhan. Sebanyak 25 anggota keluarga Abu Jamaa terbunuh, termasuk 17 anak, tiga perempuan hamil, dan satu nenek.
"Itu bukan peluru kendali dari F-16, itu ledakan sebuah bom nuklir," kata Husain Abu Jamaa, seperti dilansir majalah Foreign Policy kemarin. Dia kehilangan ibu, kakak lelaki, tiga ipar perempuan, dan sejumlah keponakannya.
Saat tragedi itu terjadi, Husain baru saja melangkah keluar pintu rumah untuk salat magrib berjamaah. Serbuan ini membikin satu kaki dan jari Husain patah. Pecahan peluru kendali juga menembus dada dan punggungnya. "Mereka semua sedang duduk mengelilingi meja makan waktu saya meninggalkan mereka," ujarnya. Dia menangis sesenggukan saban kali satu kalimat selesai.
Sepuluh dari 25 mayat dilarikan ke Rumah Sakit the European di Khan Yunis untuk menjalani otopsi. Sisanya diangkut ke Rumah Sakit Nasir, tidak jauh dari sana. Prosesnya singkat. Penyebab kematian tidak dipertanyakan lagi.
Korban paling muda adalah Niud. Usianya baru sembilan bulan. Dokter mengambil jenazahnya cukup memakai satu tangan. Dia mengenakan popok, kaus Mini Mouse, dan bando merah jambu saat ajal menjemput.
Di depan pintu kamar mayat Rumah Sakit the European berdiri Riyad Abu Saleh. Lelaki 45 tahun ini sedang menunggu penyerahan jasad putri sulungnya, Fatma, 24 tahun. Suaminya, Yasir Abu Jamaa, bersama tiga anak mereka berusia 6,4, dan 2 tahun ikut terbunuh.
Fatma tewas mengenaskan. Mayatnya terporong. Setengah di Rumah Sakit the European, sisanya ada di Rumah Sakit Nasir. Kami menarik mayatnya dari balik puing-puing dalam kondisi terpotong-potong," tutur Abu Saleh.
Serangan ke arah kediaman keluarga Abu Jamaa paling mematikan sejak Israel melancarkan operasi militer bersandi Jaga Perbatasan Selasa dua pekan lalu. Hingga kini sudah 636 warga Gaza tewas, termasuk 161 anak dan 101 perempuan, serta 4.030 lainnya cedera.
Israel berkali-kali menyatakan sudah melakukan pelbagai upaya untuk mengurangi jatuhnya korban sipil. Langkah ini termasuk dengan memberio peringatan melalui selebaran, telepon, atau pesan pendek.
Israel belum menjelaskan kenapa rumah keluarga Abu Jamaa menjadi sasaran. Namun menurut laporan B'Tselem, lembaga pemantau hak asai manusia asal Israel, target serangan adalah Ahmad Sulaiman Sahmud ikut dalam acara buka puasa di kediaman itu. Dia merupakan anggota Brigade Izzudin al-Qassam, sayap militer Hamas.
Muhammad Abu Jamaa, 17 tahun, tampak pilu berdiri di samping reruntuhan rumah keluarga besarnya. "Mereka telah membunuh 25 orang demi mendapatkan satu sasaran," katanya.
Cerita kebiadaban Israel tidak berhenti di keluarga Abu Jamaa. Dia hari yang sama, sesudah makan sahut, peluru kendali Israel merenggut sepuluh nyawa keluarga Siyam di Rafah. Pada 12 Juli, dua peluru kendali F-16 membunuh 18 anggota kerabat Batsh. Enam hari kemudian, delapan anggota keluarga Abu Jarad juga terbunuh.
Masyarakat global beradab tidak berdaya. Mereka mematung seraya menyaksikan korban sipil terus berjatuhan. Israel seolah diberi izin untuk membunuh penduduk Gaza.