"Saya Berharap Ramadan Tidak Datang Tahun Ini Karena Kami Kelaparan Sepanjang Waktu"
1 Ramadan di Palestina jatuh pada Senin (11/3). Warga Jalur Gaza menjalani ibadah puasa di tengah agresi brutal Israel.
1 Ramadan di Palestina jatuh pada Senin (11/3). Warga Jalur Gaza menjalani ibadah puasa di tengah agresi brutal Israel.
- Makin Brutal, Serangan Israel Tewaskan 52 Warga Gaza dalam 24 Jam
- Selamat Datang di Neraka: Kesaksian Tahanan Palestina di Penjara Israel
- Truk Bantuan Kemanusiaan Diserang Warga Israel Seluruh Makanannya Dibuang ke Jalan, 'Mereka Mau Rakyat Gaza Mati Kelaparan'
- Kelaparan Ekstrem, Warga Palestina yang Terjebak di Jalur Gaza Terpaksa Memakan Rumput
"Saya Berharap Ramadan Tidak Datang Tahun Ini Karena Kami Kelaparan Sepanjang Waktu"
Dia tidak pernah setakut ini menghadapi bulan Ramadan. Tahun-tahun sebelumnya, momen memasuki bulan suci adalah hal yang ditunggu-tunggu. Penuh kemeriahan.
Namun pada Ramadan kali ini, hanya ketakutan yang mengelilingi Amina Al-Ashi, ibu enam orang anak di Jalur Gaza, Palestina.
Bagi Amina dan jutaan warga Palestina lainnya yang kelaparan seperti dia, agresi brutal Israel yang masih berlangsung sampai detik ini, menyambut bulan Ramadan dengan penuh kemeriahan dan perayaan menjadi hal yang mustahil.
"Tahun lalu, pada hari-hari seperti ini, saya sibuk menggantung hiasan Ramadan dan mempersiakan sahur dan buka puasa untuk beberapa hari," kenang perempuan 44 tahun tersebut, dikutip dari China Daily, Senin (11/3).
Ramadan di Palestina dimulai pada Senin (11/3).
"Saya dan anak-anak saya kelaparan sepanjang waktu karena kekurangan makanan. Saya tidak tahu bagaimana menyemangati mereka untuk berpuasa ketika hanya sedikit sekali makanan yang bisa mereka temukan," kata Amina.
Kekejaman Israel telah merenggut harta benda, pekerjaan, dan kehidupannya. Sebelum Israel menyerang Gaza pada 7 Oktober 2023, Amina tinggal di rumahnya di lingkungan Al-Rimal di pusat kota Gaza dan bekerja di toko pakaian.
Namun setelah serangan tersebut, dia terpakasa mengungsi selama beberapa kali di beberapa tempat dan kini berada di Rafah, tinggal di dalam tenda.
Mengingat bulan Ramadan yang penuh kemeriahan di tahun-tahun sebelumnya, dia merasa pilu dan berharap Ramadan tidak datang di tahun ini.
"Saya berharap bulan Ramadan tidak datang tahun ini karena tidak ada makanan atau aspek perayaan lainnya," ujarnya.
Dia juga tidak mampu membeli makanan kaleng karena harganya sangat mahal. Makanan kaleng yang harusnya dia dapat sebagai bantuan juga dicuri.
Dia juga mengatakan tidak akan memaksa anak-anaknya untuk puasa karena takut kesehatan mereka memburuk jika mereka gizi buruk dan dehidrasi.
Dia juga mengatakan tidak ingin melihat dekorasi Ramadan di manapun di Gaza karena "setiap orang di sini sekarat tanpa belas kasihan sama sekali."
Emtethal Abu Ramadan (33) dan keluarganya tinggal di sebuah tenda yang dibuat tak lama setelah agresi brutal penjajah Israel. Menjelang Ramadan, dia mempersiapkan berbagai dekorasi. Kendati berada di tengah kesulitan, perempuan ini ingin menunjukkan ketabahan orang Palestina.
"Selama lebih dari lima bulan, kami hidup di dalam suasana ketakutan karena bombardir dan penghancuran Israel atas kota kami yang tanpa henti, tapi kami ingin membuktikan ke dunia bahwa kami adalah orang-orang yang mencintai hidup bahkan di bawah kondisi yang tragis ini," kata ibu tiga anak tersebut kepada Xinhua.
Dia membuat lentera Ramadan dari kardus, yang membuat suasana di tendanya sedikit meriah dan menggembirakan anak-anaknya.
"Bahkan di hari-hari seperti ini, kami harus ingat bahwa hidup layak diperjuangkan. Terlepas dari semua kesakitan dan kesedihan yang kami alami, kami bisa membangun kembali rumah-rumah kami sepanjang kami masih hidup."
Di Rafah, ratusan pedagang kaki lima menjual barang-barang mereka di kios-kios kecil, berusaha mendapatkan uang sebelum bulan suci Ramadan.
Abdul Qader Al-Buhaisi (45) merasakan dampak dari meroketnya harga barang di pasar. Dia mengatakan hampir tidak mampu membeli makanan dalam jumlah kecil untuk berbuka puasa keluarganya.
“Saya tidak menemukan daging apa pun kecuali daging kalengan yang dijual dengan harga di luar kemampuan saya,” keluh ayah lima anak ini.
“Siapapun kalah. Tak seorang pun, tak peduli kaya atau miskin, dapat menanggung kerugian besar akibat perang ini,” katanya, seraya menambahkan, “Para penghasut perang membunuh hasrat untuk hidup dalam diri kami.”
Sejak agresi brutalnya di Gaza, penjajah Israel telah membunuh 31.045 warga Palestina di Gaza dan melukai 72.654 lainnya, menurut data Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.