Singapura Sahkan UU Untuk Kurangi Limbah Makanan, Pelaku Usaha Boleh Sumbangkan Makanan yang Tidak Laku
Sebelum adanya UU ini, Singapura tidak memberikan perlindungan tanggung jawab apa pun bagi pendonor makanan atau organisasi penyelamat makanan.
Singapura mengesahkan RUU Donasi Makanan (The Good Samaritan Food Donation) yang bertujuan untuk mengurangi limbah makanan dan mendorong donasi makanan pada Rabu (7/8). Dengan disahkannya UU ini, para pendonor makanan dapat menyumbangkan makanan mereka yang berlebih atau tidak terjual tanpa harus khawatir akan dimintai pertanggungjawaban berdasarkan peraturan keamanan pangan yang ketat.
RUU ini diajukan oleh Anggota Parlemen, Louis Ng, dan akan melindungi donatur dari tanggung jawab pidana atau perdata atas kematian atau cedera pribadi akibat mengonsumsi makanan sumbangan, dengan ketentuan tertentu untuk memastikan keamanan dan kebersihan pangan terpenuhi.
- Singkong Diusulkan Masuk Daftar Penerima Pupuk Subsidi, Seberapa Penting?
- Ribuan Jiwa Terdampak Kebakaran di Manggarai, Dinsos DKI Pastikan Penuhi Kebutuhan Pengungsi
- 6 Jenis Makanan yang dapat Merusak Otak, Kenali Cara Menguranginya
- Begini Cara Lapas Cibinong Tingkatkan Pemenuhan Makanan Sehat Narapidana
Sebelum adanya UU ini, Singapura tidak memberikan perlindungan tanggung jawab apa pun bagi pendonor makanan atau organisasi penyelamat makanan. Sebaliknya, formulir ganti rugi sering kali digunakan untuk membebaskan donor dari risiko atau tanggung jawab apa pun yang mungkin timbul akibat kejadian yang tidak diinginkan, seperti dilansir Channel News Asia.
RUU ini berlaku untuk setiap entitas atau orang yang memberikan makanan untuk tujuan amal, kebajikan, atau filantropis tanpa imbalan uang apa pun. Artinya, jika ada uang yang ditukarkan untuk makanan tersebut, termasuk biaya yang dibebankan oleh donatur untuk menyediakan makanan tersebut, maka hal tersebut tidak dianggap sebagai sumbangan.
Empat Syarat
Ketika menyumbangkan makanan, para pendonor harus memenuhi empat syarat untuk memastikan keamanan dan kebersihan pangan yaitu makanan tersebut tidak boleh dalam keadaan tidak aman atau tidak sesuai pada saat disumbangkan, pendonor harus memberi tahu penerima tentang persyaratan khusus apa pun untuk menangani makanan guna memastikan makanan tetap aman untuk dikonsumsi, pendonor harus memberi tahu penerima mengenai batas waktu di mana makanan tersebut tetap aman dan sesuai, serta syarat keempat yaitu pendonor harus mengambil semua tindakan yang wajar untuk mematuhi persyaratan keamanan dan kebersihan pangan hingga saat donasi diberikan.
Jika para pendonor makanan memenuhi empat syarat ini, mereka bisa dilindungi dari tanggung jawab perdata dan pidana bahkan jika penerima manfaat jatuh sakit setelah makan makanan sumbangan.
Louis Ng mengatkan, UU ini tidak akan menghapuskan kewenangan Badan Pengawas Makanan Singapura (SFA) untuk menyelidiki masalah keamanan makanan.
"Jika muncul masalah keamanan makanan dengan makanan yang disumbangkan, SFA masih bisa menyelidiki dan mengambil langkah penegakan. Perbedaannya adalah bahwa pendonor makanan hanya perlu menunjukkan ke SFA bahwa mereka telah memenuhi empat syarat tersebut, dan SFA tidak akan tidak akan membebankan tanggung jawab apa pun kepada donor makanan," jelasnya.
Berdasarkan UU Penjualan Makanan Singapura, makanan dianggap tidak aman jika berisiko menyebabkan penyakit atau cedera terhadap seseorang yang mengonsumsinya. Makanan juga dianggap tidak layak jika rusak, berisi zat berbahaya, berasal dari hewan penyakitan, berisi zat asing, atau memiliki kemasan yang mempengaruhi tujuan penggunaannya.
750.000 Ton Limbah Makanan
Louis Ng mengatakan, UU ini tidak berlaku dalam dua skenario atau kondisi: makanan yang diberikan kepada teman atau jajanan di pantry kantor yang disiapkan untuk dibeli untuk rekan kerja dan ketika makanan disediakan bersamaan dengan akomodasi di kediaman pribadi sebagai imbalan atas jasa atau tenaga kerja.
Artinya, majikan tidak akan menerima keringanan atas makanan yang diberikan kepada pembantu rumah tangga mereka jika terjadi masalah setelah mengonsums makanan tersebut.
Ng mengatakan, UU ini dapat mendorong donasi makanan yang dapat membantu meningkatkan keamanan pangan, mengurangi limbah makanan dan emisi dari produksi makanan.
Setiap tahun, Singapura menghasilkan 750.000 ton limbah makanan, atau sebesar 11 persen dari keseluruhan limbah atau sampah di negara tersebut.